Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Bisakah Ricky Kambuaya Main Di Klub Elite Eropa?

7 Januari 2022   09:37 Diperbarui: 10 Januari 2022   23:26 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

bolatempo.co

Sebenarnya sejak Shin Tae-yong (STY) menjadi punggawa palatih di timnas Indonesia, impian terbesarnya adalah membawa anak-anak asuhnya bisa sering tandang ke luar negeri. Apalagi jika ada klub di luar yang berminat pada talenta anak asuhnya. 

Bukan apa-apa, ini juga bukan sekedar soal gengsi pelatih, tapi soal bagaimana anak-anak asuhnya bisa belajar banyak tentang  bermain sepak bola dengan baik dan benar.

Bahwa, ternyata begitu sulit menemukan bakat-bakat luar biasa dari kumpulan 270 juta penduduk Indonesia, agar bisa menjadi sebuah tim yang solid, sebagai tantangan kita sejak lama.

Salah satu titik lemah kita adalah "permainan sebagai sebuah tim" yang masih sering diabaikan. Ada kecenderungan secara individu, para pemain timnas, ingin one man show, sehingga peluang-peluang cantik di depan gawang, sering menjadi blunder yang tidak perlu terjadi.

Utamanya jika mindset para pemain sejak awal adalah, bahwa sepak bola adalah permainan tim, bukan sekedar permainan keahlian individu belaka. 

Namun hal ini juga tidak menafikan fakta bahwa sebuah tim bernama "kesebelasan sepak bola" adalah juga kumpulan para pemain dengan talenta yang harus mumpuni. Setiap orang harus mempunyai kapasitas dan kemampuan untuk mendukung timnya.

Inilah yang sangat disadari oleh STY sejak dilakukan penggodokan. Kita bisa melihat ada perubahan yang cukup signifikan dalam talenta individu yang secara tidak langsung ditempa oleh kompetisi AFF 2020 kemarin, dibawah bimbingan STY. 

Ricky Kambuaya pemain gelandang serang klub Liga 1, Persebaya Surabaya, Pratama Arhan dan Alfeandra Dewangga adalah beberapa nama berbakat yang mulai dilirik klub-klub luar dari hasil amatan para pencari bakat, selama kompetisi AFF 2020 dan track record mereka dalam beberapa laga tanding selama ini.

Banyak Mata Melihat Bakat

Bakat mereka akan mudah terlihat oleh para "peminat" dan pengincar talenta, terutama dari hasil amatan dalam banyak pertandingan. Tekanan di lapangan dalam pertandingan seperti laga leg kedua lawan Thailand yang cukup menguras adrenalin, atau laga babak pertama lawan Vietnam, menjadi papan skore bagi penilaian para pemaian.

Sehingga sebuah pertandingan semestinya menjadi peluang dan kesempatan bagi para pemain untuk menunjukkan kebolehan dan bakatnya, tidak lagi sekedar sebuah formalitas pertandingan.

Faktanya, bahwa banyak mata di luar sana yang setiap saat secara jeli mengamati gerak-gerik, dan sepak terjang setiap individu. Ini sebenarnya sebuah fakta menarik, karena ketika kita berbicara penguatan kapasitas, yang semestinya bisa dilakoni setiap pemain dalam sebuah timnas sebuah negara, sebenarnya peluang menuju kesana juga terbuka luas. 

Persoalan bahwa memasuki ruang belajar yang bergengsi itu mahal dan tidak mudah, dapat dengan cepat diatasi dengan hanya menampilkan performa secara apik dalam setiap pertandingan.

Asnawi Mangkualam, kapten timnas Indonesia, pernah merasakan bagaimana pengalaman bisa bergabung dengan tim di luar sana. Asnawi juga tak menampik rekan-rekannya memiliki kesempatan besar untuk berkarier di luar negeri. Terlebih, ia mempunyai pengalaman selama hampir empat tahun di klub asal Korea Selatan, Ansan Greeners. Asnawi bahkan menyarankan, jangan menolak rezeki bermain di klub elit di luar sana, sebagai kesempatan mengasah  bakat dan menguatkan mental.

Sebuah Mindset Baru

Problem tentang bagaimana membentuk karakter para pemain agar bisa menjadi pemain berkualitas dalam sebuah tim, mengingatkan saya dengan dialog dalam film Goal! The Dream Begins. Film tentang personifikasi tokoh sepakbola yang bermuatan filosofi kehidupan.

Salah satu petikan dialognya, 

"Nama besar di depan kaos lebih penting daripada nama di belakang, mengapa?, karena kita bermain untuk sebuah tim bukan one man show!".--dialog Munez Santiago dan Pelatihnya Dornhelm dalam film Goal! The Dream Begins itu.

Muatan dialog tersebut setidaknya memiliki keterwakilan untuk membaca realitas persepakbolan kita saat ini. Talenta bermain saja ternyata tidak mencukupi untuk membuahkan sukses.

Ini pula dasar intisari yang mengilhami film besutan Danny Cannon yang dibintangi Kuno Becker, Alessandro Nivola, Marcel Iures, dan Stephen Dillane. Mengangkat sisi talenta, membenturkannya dengan pahitnya tantangan dan mempertemukan dengan 'kesadaran' diri dalam sebuah tim.berhadapan dengan keharusan berkolaborasi dalam sebuah tim.

Suatu ketika Dornhelm sang pelatih kembali bertanya, 

'Apa yang kamu pikirkan ketika membawa bola di depan gawang?'. Yang dijawab oleh Munez dengan semangat mudanya, "Menembakkan bola secepatnya ke dalam gawang!.

Tapi sang pelatih kembali mengingatkan, 'Tapi ingat, bola bisa bergerak lebih cepat dari yang kamu bayangkan'. " Maka ketika melihat peluang dan temanmu berada di jangkauan paling dekat dengan sasaran gol, operlah!, agar teman membantumu menciptakan goal!. 

Gol itu adalah gol kamu meskipun melalui kaki kawan, karena kamu adalah bagian dari sebuah Tim Besar sebuah Klub Bola bukan ego pribadi!".

Ini soal cara pandang, bagaimana melihat peluang untuk mendapatkan hasil optimal. Maka mencapai sebuah kesuksesan tim dibangun dari individu bermindset tim yang baik.

Nah, jika setelah laga-laga penting seperti AFF 2020, kemarin banyak pihak yang mulai melirik peluang para pemain, ini adalah sebuah momentum untuk pembuktian. Bukan tidak mustahil, ketika bermain di klub-klub luar, mereka kemudian diincar oleh klub-klub lain yang jauh lebih tinggi kelasnya.

Seperti dilansir Transfermarkt, kita belajar dari pengalaman para pemain bertalenta dari Korea Selatan. Setidaknya ada lima pemain Korea Selatan yang bermain di kompetisi Eropa.

Jeong Woo-Yeong, bermain di klub kasta tertinggi Liga Jerman, SC Freiburg. Pemain striker klub Ligue 1 Prancis, Bordeaux,  Hwang Ui-Jo, setelah diboyong dari Gamba Osaka telah mencatatkan 32 caps dengan mencetak 10 gol. Saat ini, Hwang memiliki market value senilai 2,5 juta euro.

Hwang Hee-Chan bermain di klub Bundesliga, RB Leipzig. Gelandang muda milik Valencia, Lee Kang-In. Lee Kang-In sendiri merupakan produk akademi asli Valencia. B

Berikutnya pemain kebanggaan Korea Selatan sekaligus Asia, Son Heung-min. Son berhasil menunjukkan performa impresif dan konsisten sejauh ini. Peraih penghargaan Puskas Award tahun 2020 ini telah tampil di 22 laga bersama Spurs dan mencetak 14 gol serta 7 assist.

Prestasi itu menunjukkan bahwa peluang menjadi pemain profesional selalu terbuka, hanya dengan menunjukkan talenta dan mentalitas terbaik sebagai seorang pesepakbola. 

Kita semua, seperti juga STY optimis, banyak pemain Indonesia bertalenta, dan banyak dari mereka yang sedang diincar klub-klub pro di luar negeri , dan inilah saatnya menunjukkan kualitas.

 Tapi dengan satu catatan, seperti filosofi, kacang jangan lupa kulitnya. Jangan pernah lupakan bahwa dibelakang nama kaos yang disandang ada negara yang dipertaruhkan. Bravo timnas Garuda!

referensi: 1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun