Jjika pelakunya adalah pinjol legal, mungkin list berikut adalah Perlakuan yang umum diterima oleh masyarakat ketika masuk dalam jebakan pinjol, yaitu ketika nasabah tidak mampu mengembalikan pinjamannya alias gagal bayar (galbay). Lalu akan muncul konsekuensi yang harus diterima dan bisa menghantuinya.
"Hukuman" paling menganggu adalah ketika nama kita menghiasai daftar blacklist OJK. Dengan berbekal riwayat dan data pribadi kita yang sudah mereka miliki, kita akan dijebloskan kedalam "lubang hitam".  Apa kerugiannya?.Kita tidak akan bisa mendapatkan pinjaman dari seluruh lembaga finansial di Indonesia. Apalagi kalau kita seorang pebisnis, bisa saja ketika butuh dana, kejadian galbay akan menjadi  ganjalan gagalnya pinjaman untuk pengembangan usahanya.
Bunga akan ditumpuk lebih tinggi dari monas, padahal pinjaman kita cuma setinggi tiang bendera. Kalau pelunasan cicilan pinjaman online tidak tepat waktu, itu artinya kita harus membayar denda keterlambatan dan secara akumulatif membuat utang kita semakin menumpuk.
Satu-satunya cara adalah dengan "meminta maaf", disertai permohonan, pengajuan keringanan bunga atau memperpanjang tenornya (jangka waktu pinjaman). Walaupun ada kerugian baru, tambahan jumlah bunganya semakin menggila.
Padahal aturan ideal OJK, bunga dan denda keterlambatan yang bisa dikenakan, maksimal 0,8% per harinya. Selain itu, jumlah denda keterlambatan maksimal yang bisa dipaksakan adalah 100 persen dari jumlah pokok pinjaman.
Namun, aturan ini hanya berlaku pada fintech dan layanan pinjaman online yang legal dan terdaftar OJK. Sedangkan ulah para pemilik pinjol ilegal, terhadap para korban, justru harus membayar tagihan melebihi 100 persen dari pokok pinjaman yang diajukan.
Perlakuan memalukan debt collector yang bikin tengsin Pengalaman ini pernah terjadi  pada seorang guru dalam sebuah ulasan media. Beliau didatangi seorang debt collector  pinjol ilegal, ketika sedang mengajar. Akibatnya timbul kekerasan dan keributan. Pertama karena mempermalukan orang didepan umum.  kedua,  menggunakan cara-cara yang  sudah tidak manusiawi.
Padahal fintech punya prosedur yang ketat tapi teratur dalam urusan masalah peminjam yang mangkir dari tanggung jawab membayar cicilan. Bisa melalui pesan singkat, seperti sms, email, maupun telepon. Aturan prosedur penagihannya  bahkan sudah diatur oleh AFPI, atau Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia, begitu juga dengan peran OJK sebagai pengawas.
Sayangnya banyak kasus pengaduan belum mendapat respon positif, walaupun OJK sebagai otoritas yang memiliki kewenangan dalam pengawasan masalah keuangan, telah difasilitasi dengan call center, di nomor 157. (@OJKindonesia).
Terkait cara penagihan yang seringkali disertai kekerasan dan tindakan bar-bar, sebenarnya dalam Pasal 26 ayat 1, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 (UU ITE), tertulis; penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan. Jika diakses tanpa persetujuan pengguna maka pihak terkait akan mendapatkan sanksi.
 Selain sanksi administratif, sesuai dengan UU ITE 2008 jo. UU ITE 2016, jika terbukti ada pelanggaran penyalahgunaan data pribadi oleh pihak ketiga dan memenuhi unsur pidana penyalagunaan informasi data pribadi dan menyebabkan kerugian, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp12 miliar.
Â
Ketentuan itu diperkuat melalui Peraturan Menteri Kominfo No. 20 tahun 2016 Tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik (PM 20/2016) yang berlaku sejak Desember 2016. Mencakup perlindungan terhadap perolehan, pengumpulan, pengolahan, penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, penyebarluasan, dan pemusnahan data pribadi.