Mohon tunggu...
Hanif Sofyan
Hanif Sofyan Mohon Tunggu... Full Time Blogger - pegiat literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Buku De Atjehers series

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dejavu, Episode Akhir Tahun 2004, Tsunami Aceh

26 Desember 2021   19:29 Diperbarui: 28 Desember 2021   01:51 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

26 Desember 2004

Sabtu kemarin seluruh kegiatan kantorku di WWF berakhir, aku bilang akan membereskan semua urusan administrasi, tapi kata orang Kuala Tripa, biarlah besok saja, setelah hilang penatnya. Tapi aku angsurkan juga, beberapa ikat uang tanda jadi itu, aku bilang aku tak mau pusing mengingatnya. Dan sisanya kusisip di tas jinjing, sebelum akhirnya pulang.

Malam minggu begitu penat, jadi kuonggok puluhan amplot dengan lipatan uang. Notebook, menyala terang, tak berkedip dengan deretan Excel yang mulai membosankan. Tapi tak urung kujamah juga, hingga malam larut dan anak-anak tak lagi terdengar suara, begitu sunyi tapi tak bertanda sama sekali.

Pagi itu, aku tak juga menyentuh onggokan berkas, kuputuskan untuk mandi, menyiram dengan kesegaran dan berharap hangat matahari hari ini akan bersahabat.  Sebuah Vespa Piagio, biru, sudah kuposisikan untuk segera membawa kami pergi. Anak istriku, kugoda untuk berkemas. Engkol pertama, tak menghidupkan Vespa biru, begitu juga hentakan engkol seterusnya. jadi aku tinggalkan dengan kesal, seperti onggokan dan kupaksakan menikmati sarapan pagi.

Tiba-tiba, sebuah hentakan keras, seperti ayunan, meliukkan dinding dan menjatuhkan benda-benda, layaknya kaca. Lemari besar berayun, jadi ku tarik siapa yang didekatnya dan kubawa keluar. Di jalanan, puluhan orang tak kukenal berlari tergesa, dengan pucat pasi  tanpa terompah, dan baju seadanya. Air laut naik!", teriaknya keras berulang-ulang. Aku berlari ke belakang, kembali kedepan memastikan apa maksudnya. Mana airnya?.

Aku berada di titik 5 kilometer jauhnya dari tsunami itu, di minggu pagi saat kejadian. Tapi aku menyaksikan sendiri ombak setinggi dua lantai, mengejar, menyapu bangunan di belakang kami yang berlarian. Apapun tak bisa dibawa, karena hilang ketika hantaman itu terjadi.

Air Laut Naik!

50 meter di depan, di antara bangunan sekolah air berwarna hitam, meliuk bergemuruh, melintasi bangunan, menabrak dinding pembatas, sebelum akhirnya tumpah memenuhi seluruh lapangan bola, lapangan basket dan kebun-kebun yang dipenuhi jagung, cabai, yang sebentar lagi hendak dipanen.

Tak kurang hanya dari 15 menit setelah hentakan guncangan gempa, dan terjangan tsunami, Aceh  rata kehilangan lebih dari 18.207 rumah. Hantaman gelombang tsunaminya setinggi 30 meter, lebih dari tiga gelombang, dan sauara kami di Meulaboh, menjadi episentrum  bencana paling mematikan. Bumi Teuku Umar, melata kosong tanpa benda, dengan pephonan kelapa melandai, kosong tak berdaun.

Di sini, kami masih berbilang kali mengucap syukur dan beruntung, benteng-benteng bangunan sekeliling membantu memecah tsunami, hantamannya tak lagi tinggi. Dalam kedalaman air yang terus naik, kami bertahan, hingga bisa menjejak daratan tinggi jauh dari gelap air.

Aku sempat berbalik,  menilik rumah, untuk menemukan ibu, segera menariknya, dan membawanya ke jalan berharap ada tumpangan yang bisa membawanya jauh, terakhir sempat  kulihat istri dan anak duduk di pick terbuka yang sedang menderu, tengah melambai. Aku bersyukur dalam panik, karena teringat kala itu istriku sedang mengandung 8 bulan anak kedua kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun