Ah-ah-ah! Konser rock brutal ini mendadak jadi psikadelik dan hening. Hening karena tak satu pun dari ribuan ABG wangi dan pacar seharinya itu mengenali lagu apa yang sedang mengangkasa. Ahay!
Kebengongan mereka semakin parah pada saat Ian Peres, lagi-lagi, mengeluarkan bunyi aneh dari Korg-nya. Aneh bagi mereka yang muda ceria. Bagi saya, Dhia, Dani, Davro, Reza, Egha, Farry, dan Ikhwan, bunyi itu adalah intro yang sungguh mendebarkan jantung. Intro dari sebuah lagu tua yang sangat sering muncul dalam setlist band impian kami semua, Pearl Jam.
Ya, tuan dan nyonya sekalian, sambutlah... Baba O’Riley!
Kiamaaattt!!!
Seperti gila, kami meloncat dan bernyanyi sekuat tenaga. Tak peduli leher tercekik dan paru-paru keriput kekurangan oksigen, dengan semangat berani mati, melawan ribuan mata sirik yang mencemooh dalam keheranan, kami bereriak lantang, berulang-ulang. “Tenage wastelaaand... Tenage wastelaaannnddd!!!”
Vagabond meluncur dan ABG wangi serta pacar seharinya mengambil alih arena.
Tapi kami semua kembali menyatu di nomor pamungkas yang luar biasa brutal, Joker and The Thief!
Bahkan kali ini, karena merasa inilah lagu penghabisan, remaja-remaja cantik itu tak sungkan untuk ikutan moshing. Tentu saja dalam skala yang sopan. Memaksa saya, dan semua generasi tua lain yang masih normal pikirannya, untuk memberi ruang dan membiarkan mereka bersenang-senang.
Tapi saya sama sekali tidak memberi ruang pada copet keparat yang mencoba peruntungannya dengan robot ijo dalam kantung celana saya. Dia saya cekik dan nyaris mendapat bonus sudut kamera poket digital di pelipis matanya, sebelum dua temannya datang dan menghalangi.
Tiga manusia terkutuk itu segera ngacir setelah saya ancam untuk saya teriaki dan gebuki ramai-ramai. Siapa tahu disekitar situ ada yang doyan copet bakar lada hitam? Hmmm... Late supper, anyone?
Sungguh bukan kejadian yang tepat untuk mengakhiri sajian memukau dari Wolfmother. Damn!