Pada akhirnya, kontribusi terhadap arah perkembangan museum yang diharapkan mampu bergerak mengikuti isu-isu global tentang pembangunan berkelanjutan, khususnya krisis iklim sekaligus isu krisis pangan.Â
Diskusi kami mulai dengan membahas keterkaitan antara peran museum dan urgensinya bagi pelestarian lingkungan (bagian ini saya akan menulis terpisah untuk edisi yang lain di Kompasiana ini). Juga mendiskusikan soal beberapa contoh kasus unsur-unsur kebudayaan yang berkaitan dengan tradisi pertanian nusantara sebagai warisan masa lalu.Â
Tak lupa, tentang bagaimana menempatkan peran museum dalam hubungannya dengan konsep new museology, yang mengedepankan peran sosial masyarakat sebagai publik museum.Â
Menggagas museum pertanian adalah upaya merawat memori kolektif warisan budaya pertanian nusantara yang sudah sangat tua.Â
Pertanian adalah peradaban panjang nusantara yang hari-hari menghadapi tantangan global, kris pangan, kris iklim dan sebagainya.Â
Kita ambil contoh saja di Sulawesi, situs-situs arkeologi yang menampilkan tradisi neolitik, sebagai zaman dimulainya tradisi olah pangan, diantaranya adalah Lembah Karama, Kalumpang, Sikendeng, dan Minanga Sipakko di wilayah Mamuju.Â
Temuan-temuan arkeologi yang menunjukkan milestone tradisi neolitik adalah beliung persegi, kapak lonjong, gelang batu, mata panah, pemukul kulit kayu, dan tembikar hias.Â
Peradaban Panjang Budaya Pertanian di Indonesia
Keseluruhan jejak arkeologis menunjukkan sisa aktivitas budaya cocok tanam dan bukti sebaran ras Austronesia. Inovasi neolitik yang diduga datang dari Cina selatan melalui Taiwan dan Filipina selatan yang merupakan jalan migrasi Austronesia. Salah satu situs di wilayah Mamuju, yaitu situs Minanga Sipakko bahkan menunjukkan awal domestikasi tumbuhan (padi), yang disebut berasal dari 3.500 BP atau sekitar 1550 SM dan menjadi salah satu yang tertua di Asia Tenggara.
Sementara itu, masyarakat Papua yang hidup secara berkelompok mengembangkan strategi penghidupan dengan konsep gabungan antara meramu dan sistem cocok tanam berpindah. Kawasan pegunungan tengah misalnya, masyarakat secara umum mengandalkan kehidupannya dalam pertanian subsistensi dengan membudidayakan tanaman jangka pendek yang tidak terlalu memerlukan pemeliharaan.
Menurut catatan dalam buku Ekologi Papua tahun 2012, penelitian-penelitian arkeologi menunjukkan bahwa masyarakat Papua diduga telah mengenal pertanian sekurang-kurangnya sejak 6.950 sampai 6.440 tahun yang lalu di daerah Kuk di Lembah Wahgi, Papua New Guinea dan 7.800 tahun yang lalu di Lembah Baliem.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!