Belakangan, mencuat isu aktual tentang bonus demografi dan resesi seks di Indonesia. Dua topik aktual yang tampak seperti topik yang berkaitan, sekaligus juga berlawanan.Â
Bonus demografi, adalah tentang kelimpahan usia produktif sedangkan resesi seks soal berkurang atau menghilangnya minat umat manusia untuk berhubungan dan melahirkan keturunan.Â
Tentu saja, dua hal ini bertolak belakang secara prinsip, namun berimplikasi pada aspek yang saling berkaitan, yakni pertumbuhan ekonomi. Bonus demografi Indonesia menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan Indonesia.Â
Jika aspek-aspek pendukungnya tidak dikelola dengan baik, maka bonus demografi ini justru akan membatasi transformasi ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.Â
Pertumbuhan penduduk Indonesia, saat ini mencapai 270an juta, yang diantara didominasi oleh usia produktif, yakni 20-60 tahun mencapai populasi sekitar 70%.Â
Suatu kondisi, di mana usia produktif mendominasi keseluruhan populasi penduduk Indonesia, yang harus dikelola untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.Â
Meski demikian, kelimpahan usia produktif itu perlu dikelola dengan baik, diberikan ruang untuk menjamin usia produktif itu mampu mengembangkan produktivitasnya, yakni melalui skenario peningkatan kualitas Sumberdaya Manusia (SDM) melalui berbagai pendidikan berkualitas dan juga penyediaan lapangan kerja secara memadai.Â
Problem ini, akan berdampak signifikan bagi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, jika kelimpahan usia produktif itu tak dijawab oleh kebijakan pemerintah dalam mengakomodasi dan memberdayakan usia produktif itu sendiri.Â
Tantangan terhadap kualitas SDM yang berdaya saing, adalah persoalan yang berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia, bilamana usia produktif itu tak mampu bersaing di tengah globalisasi ekonomi semakin memuncak. Bonus demografi adalah peluang dan sekaligus tantangan dalam pembangunan nasional di Indonesia.Â
Bonus demografi menjadi peluang bagi pertumbuhan ekonomi nasional, bila masyarakat dan terutama pemerintah mampu menciptakan SDM unggul, berkualitas, dan berdaya saing menghadapi tantangan di era global.Â
Bonus demografi menjadi ancaman, jika tak mampu terakomodasi dalam ruang-ruang sosial ekonomi yang ditumbuhkan oleh pemerintah. Pemerintah harus senantiasa hadir menciptakan peluang-peluang kerja, agar usia produktif penduduk juga mampu bersaing di era persaingan global.Â
Bonus demografi adalah satu kondisi yang tengah dihadapi Indonesia saat ini dan diperkirakan akan mencapai puncaknya pada tahun 2035, 10 tahun menjelang periode Indonesia Emas 2045 yang diproyeksikan sudah mampu bersaing di dunia global dan menjadi negara maju.Â
Bonus demografi, dengan kelimpahan usia produktif , memiliki keuntungan dan kelemahan yang jika tidak diantisipasi dengan baik akan menimbulkan persoalan lain di masa mendatang.Â
Keuntungan kondisi bonus demografi adalah besarnya angkatan kerja berusia produktif, yang dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Kunci untuk ini adalah SDM unggul, berkualitas dan berdaya saing, serta dikelola dengan optimal potensi yang dimaksud.Â
Bonus demografi harus dijawab dengan kebijakan penyediaan lapangan kerja yang memadai untuk menghindari gap sosial, konflik, dan kemiskinan.Â
Sementara kita berkutat pada bonus demografi, di satu sisi resesi seks juga membayangi pertumbuhan penduduk dunia, termasuk Indonesia di masa yang akan datang.Â
Dua hal yang bertolak belakang, namun memiliki implikasi yang sama dalam konteks pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional.
Menurut Kompas.com, Korea Selatan dinilai mulai mengalami resesi seks setelah mencatatkan angka pernikahan terendah. Pada tahun 2021, pasangan yang memutuskan untuk melanjutkan hubungan dengan membina rumah tangga hanya sebesar 193.000. Sementara di Jepang, angka kelahiran tercatat sebanyak 811.604. Jumlah ini menjadi yang terendah sejak pencatatan pertama kali tahun 1899 (Kompas.com).
Sementara itu, kekhawatiran bayang-bayang resesi seks juga di alami Indonesia. Meningkatnya penundaan pernikahan, terutama di kota-kota besar, merupakan gejala yang paling mudah diamati dari gejala resesi seks yang melanda Indonesia. Demikian menurut Kepala Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo (Kompas. com).
Bisa dibayangkan, bagaimana peluang bonus demografi di tengah tantangannya, jika menghadapi fenomena resesi seks. Saat usia-usia produktif menjadi dominan, lalu dalam waktu bersamaan terjadi pula resesi seks, maka beban para usia produktif akan lebih panjang, karena menanggung beban, berkurangnya sumberdaya yang bekerja.Â
Resesi seks, dalam konteks ini bisa menghambat pertumbuhan penduduk, di satu sisi pertumbuhan penduduk bisa berakibat melambatnya pertumbuhan ekonomi. Menunda pernikahan, artinya menunda setiap penduduk usia produktif menghasilkan keturunan. Hal yang bertolak belakang dengan bonus demografi yang diharapkan.Â
Tentu dua hal yang terkesan bertolak belakang ini menjadi dilema tersendiri bagi Indonesia. Menghadapi tantangan Indonesia Emas 2045 adalah bonus demografi yang positif, yakni kelimpahan usia produktif yang dapat diakomodasi oleh laju produktifitas pembangunan, peningkatan pendidikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing.Â
Sebaliknya, tanpa itu semua maka resesi seks bisa pula berdampak positif. Tanpa ketersediaan pendidikan yang memadai dan lapangan kerja yang optimal, maka resesi seks, memiliki tendensi positif agar kelimpahan usia produktif dapat dikelola lebih optimal menghadapi ketidakpastian lapangan kerja dalam kurun waktu tertentu.Â
Masalahnya, resesi seks juga bisa berdampak pada kelesuan ekonomi. Menurunnya jumlah keluarga otomatis dibarengi juga dengan berkurangnya keinginan untuk membeli rumah atau kebutuhan rumah tangga (Kompas.com).
Jadi, bonus demografi dan resesi seks sepertinya dua hal yang saling bertolak belakang, namun memiliki implikasi yang berkelindan dalam pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Oleh karenanya, dalam hal ini menemukan relevansinya dalam pengelolaan sektor kependudukan di Indonesia.Â
Dua hal yang akan menjadi dilema pembangunan itu sendiri jika keduanya tidak dikelola dengan baik dan tidak didukung oleh kebijakan pembangunan yang berpihak, yakni peningkatan kualitas pendidikan untuk menciptakan sumberdaya manusia yang unggul dan berdaya saing serta penyediaan lapangan kerja yang memadai.Â
Kebijakan pembangunan dan pengelolaan kependudukan yang baik di Indonesia akan menumbuhkan siklus pembangunan yang baik dalam menghadapi tantangan bonus demografi dan resesi seks menuju Indonesia Emas 2045.Â
Hal yang paling dilakukan dalam kebijakan pembangunan nasional, mungkin adalah menyiapkan instrumen pendidikan yang berkualitas di Indonesia dan menyiapkan lapangan kerja.Â
Instrumen pendidikan meliputi infrastruktur, sistem, regulasi termasuk di dalamnya adalah penetapan kurikulum yang konsisten berbasis kebutuhan dan skala prioritas pendidikan berbasis kompetensi dan vokasi di era persaingan global. Selain itu juga penyiapan lapangan kerja yang optimal menghadapi tantangan pembangunan Indonesia Emas 2045.Â
Oleh karena itu, kondisi ancaman resesi seks harus dimaknai sebagai momentum untuk menekan laju pertumbuhan penduduk yang tak terkendali, di saat instrumen peningkatan kualitas pendidikan dan penyediaan lapangan kerja yang memadai sedang dikejar, atau proses optimalisasi sedang ditargetkan.Â
Dengan demikian pengelolaan sektor kependudukan berjalan paralel dengan upaya optimalisasi pendidikan dan penyediaan lapangan kerja yang memadai.Â
Oleh karenanya, tantangan pembangunan Indonesia Emas 2045, dipahami sebagai momentum untuk meningkatkan pengelolaan sektor kependudukan, diantara peluang dan tantangan bonus demografi dan bayang-bayang resesi seks yang kontraproduktif bagi pertumbuhan ekonomiÂ
Diantara dua entitas kependudukan itu baik bonus demografi maupun resesi seks, maka, yang perlu dipersiapkan dan berjalan seiring adalah peningkatan pendidikan yang berkualitas dan penyiapan lapangan kerja yang memadai.
Demikian. Sekelumit pendapat dari orang yang awam mengenai sektor pengelolaan kependudukan di Indonesia.Â
Salam HormatÂ
Wuri Handoko. Jakarta, 1 Januari 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H