Selanjutnya dari Asia Selatan (India), ciri artefak yang ditemukan antara lain manik-manik batu karnelian, manik-manik batu kalsedon, juga adanya gerabah, yang diduga gerabah arikamedu. Jika benar, gerabah tersebut adalah Gerabah Arikamedu, maka semakin menguatkan bahwa Situs Bongal, berasal dari awal-awal masehi.Â
Ditemukan pula puing papan kayu, bertuliskan huruf pallawa grantha, yang dibaca oleh arkeolog Ery Sadewo berbunyi Shri Yava Raki Tan, yang dari segi paleografinya menurut Eri, berasal dari abad ke 7-8 M.Â
Hal ini diperkuat pula hasil dating di Florida, USA, bahwa potongan papan kayu berinskrip itu berumur antara 668-778 M. Selanjutnya temuan artefak berciri Asia Timur atau Tiongkok, antara lain ditemukan keramik-keramik kuno dari Dinasti Tang, abad 8-9 M yang cukup dominan di Situs Bongal.Â
Temuan artefak barang-barang impor itu berkelindan dengan adanya temuan resin komoditi niaga Nusantara, antara lain Kapur Fansuriah atau Kapur Barus (Kamper). Selain itu adapula temuan resin lain yakni getah damar dan dan kemenyan, yang range waktunya pada pertanggalan 680-750 M, atau bad 7-8 M. Dengan demikian, temuan ekofak resin kampur, kemenyan dan getah damar, memiliki range waktu yang sama dengan temuan artefak di Situs Bongal.
Selain itu, yang menarik adanya temuan ekofak biji pinang, dengan pertanggalan masih menunjukkan abad 7-8 dan biji pala, meskipun dalam jumlah yang minim. Temuan biji pala yang berasosiasi dengan temuan artefak dan ekofak dari abad 7-8 M, membuktikan jauh sebelum koloniasi Eropa sudah ada kontak niaga wilayah Nusantara bagian barat, dengan wilayah timur Nusantara, wilayah utama penghasil rempah biji Pala, yakni Pulau Banda di Kepulauan Maluku.
Aromatik Nusantara : Komoditi Niaga, Medical Civilization dan Poros Maritim Dunia
Berbagai temuan resin aromatik seperti kemenyan, rempah-rempah, termasuk minyak atsiri ternyata merupakan bukti sejarah panjang, bahwa urusan medis kebutuhan tubuh terhadap aromatik tumbuhan itu merupakan jejak peradaban yang panjang. Penulis menyebutnya sebagai aromatic ataupun medical civilization.
Peneliti Ahli Madya BRIN Bidang Biomassa dan bioproduksi, Dr. Aswandi mengatakan, bahwa rempah aromatik pantai barat Sumatra Utara, tepatnya Tapunuli Tengah, merupakan salah satu sentra penghasil aromatik yang dibutuhkan dunia. "Latar sejarah rempah aromatik ternyata memiliki latar sejarah yang panjang," demikian Aswandi menjelaskan.
Menurut Aswandi, kita mendapat gambaran bahwa senyawa aromatik yang dihasilkan oleh gaharu, kemenyam, minyak atsiri dan juga kamper (kapur barus) terutama untuk medis seperti aromatik, kosmetik, kecantikan dan kesehatan, dan medis (pengobatan), sangat lekat dengan kebutuhan manusia di dunia, bahkan di awal-awal peradaban hingga sekarang. Gaharu, Kemenyam dan kamper, bahkan hingga sekarang masih juga digunakan di pusat-pusat ritual di dunia.Â
Pada awal-awal peradaban di Eropa, di Timur Tengah dan juga pada awal-awal peradaban Nusantara, komoditas hasil hutan, seperti gaharu, kemenyan, kamper, dan benzoin ternyata ditemukan dan berasal dari wilayah Tapanuli Tengah. Minyak Atsiri dan rempah-rempah lainnya berdasarkan analisis hasil riset biomassa dan bioproduksi, terbukti meningkatkan vibrasi frekwensi tubuh.Â