Ingatan saya kembali ke beberapa tahun lalu, tepatnya tahun 2009, setelah tiga tahun tinggal di Kota Ambon dan bekerja di Balai Arkeologi Maluku.Â
Suatu ketika saya mengikuti pimpinan untuk melakukan studi etnoarkeologi. Lalu, dipilihlah kampung adat Suku Nuaulu di pesisir Selatan Pulau Seram. Waktu itu, kami menyasar ke Dusun Bonara, penduduk Suku Nuaulu, yang masih menganut kepercayaan, agama leluhur.Â
Dalam riset etnoarkeologi itu, saya yang masih baru menjadi peneliti arkeologi, masih meraba-raba lapangan. Perkenalan dengan wilayah Maluku, selama tiga tahun, rasanya jauh masih belum memadai. Karenanya, saya hanya mencoba mengimbangi pimpinan saya ketika di lapangan.Â
Waktu itu, riset lebih melihat pola keruangan kampung adat Suku Nualu, Dusun Bonara, melihat tata letak rumah kampung adat untuk melihat konsep kosmologinya.Â
Mengingat riset kami waktu itu adalah kajian etnoarkeologi, maka rasanya tak cukup hanya memperhatikan tata letak rumah-rumah adat dalam kampung.Â
Namun berbagai ritual yang masih berlangsung juga kami catat. Sayangnya, kami tak cukup waktu untuk merekam, sehingga saat perkenalan itu, kami hanya melakukan wawancara dengan tetua kampung.Â
Soal ritus di Suku Nuaulu, seorang antropolog Roy Ellen, jauh sebelumnyan sebenarnya sudah melakukan risetnya, yakni tahun  1970. Namun baru tahun 2012, Roy Ellen menerbitkan bukunya berjudul, Nuaulu Religious Practice. The frequency and reproduction of rituals in a Moluccan society.Â
Buku Roy Ellen, itu tidak sempat saya kutip, karena tahun 2010 saya menerbitkan artikel kajian etnoarkeologi berjudul Ritual, Religi dan Kosmologi Kampung Adat Suku Nuaulu, Pulau Seram, di jurnal Forum Arkeologi, Balai Arkeologi Bali.  Artikel sederhana itu, lebih banyak mengulas tentang data etnoarkeologi untuk melihat konsep kosmologi Suku Nuaulu.Â
Salah satu yang menarik bagi saya adalah ritus tentang pendewasaan dan penyucian diri bagi wanita Suku Nuaulu. Rupanya, di pesisir selatan maupun pedalaman bagian Utara Pulau Seram, Maluku ada tradisi dan budaya yang masih hidup sampai saat ini dalam memperlakukan seorang perempuan yang sedang mengalami menstruasi atau istilah populernya, datang bulan.Â
Walaupun Roy Ellen, melalui bukunya, sudah mengulas hampir semua praktik ritual Suku Nuaulu, namun tampaknya lebih banyak mendeskripsikannya saja.
Sementara, ketertarikan saya waktu melakukan riset arkeologi tahun 2009 itu, melakukan kajian etnoarkeologi untuk melihat konsep kosmologi dalam alam kepercayaan masyarakat Suku Nuaulu.Â
Suku Nuaulu yang kini bermukim di pesisir selatan Pulau Seram, memiliki tradisinya sendiri. Sama halnya pulau Suku Hualu, di pedalaman bagian Utara Pulau Seram.Â
Namun, saya hanya akan mengulas tentang Suku Nuaulu, dimana penulis pernah pernah melakukan riset disana, pada tahun 2010, saat bekerja di Balai Arkeologi Maluku.Â
Bagi suku Nuaulu, menstruasi adalah simbol dunia kotor. Saya kira ini berkelindan dengan soal medis, bahwa menstruasi adalah siklus kesehatan wanita saat mengeluarkan darah kotor.Â
Menstruasi pada wanita itu kodrat. Semua wanita mengalaminya. Dalam kacamata budaya, di beberapa suku pedalaman, yang masih kuat mempertahankan tradisi, menstruasi diperlakukan sebagai simbolisasi dunia kotor dalam kerangka kosmologis.Â
Bukan berarti wanita yang lagi datang bulan dianggap kotor. Tetapi secara medis, datang bulan itu ketika seorang wanita mengeluarkan darah kotor.
Ini soal siklus kesehatan wanita. Sekaligus juga menjadi simbol budaya tentang dunia yang masih kotor, atau dalam keadaan sakit ataupun dalam gangguan roh jahat. Â
Karena kodrat, maka pendekatan untuk melihat hal ini banyak cara pandangnya. Melihat sisi kewanitaan paling hakiki dari aspek medis dan budaya yang melingkupinya.Â
Dalam pandangan kosmologis mereka, darah kotor sebagai simbol dunia kotor, harus ditempatkan pada ruang di luar dunia suci atau dunia sakral.Â
Maka itu, dalam tradisi Suku Nuaulu di Pulau Seram, seorang wanita yang sedang mengalami menstruasi, ia menempati sebuah rumah yang terpisah dari kampung. Rumah itu disebut Posuno.Â
Posuno arau rumah karantina, difungsikan sebagai rumah sementara bagi seorang perempuan yang sedang menjalani haid pertama dan perempuan yang sementara melahirkan.Â
Bagi kaum perempuan yang menginjak dewasa ditandai dengan haid pertama, wanita yang mendapat haid setiap bulannya serta wanita melahirkan maka harus ‘diasingkan’ di rumah kecil yang disebut ‘Posuno’ yang lokasinya berada dibelakang kampung, sampai masa haid dan melahirkan selesai.
Dalam satu kampung, biasanya terdapat beberapa ‘Posuno’ tergantung kebutuhan yang disesuaikan dengan banyaknya wanita suku Nuaulu, yang kemungkinan akan menjalani haid pertama.Â
Posuno, biasanya dibuat tertutup, dan diletakkan di belakang kampung atau bahkan di tengah hutan yang jauh dari kampung.Â
Di sekeliling posuno biasanya dipagari dengan pagar hidup yang sangat rapat. Pagar itu bisanya pelepah sagu yang dibuat mengelilingi posuno.Â
Selain itu arah hadap posuno biasnya menghadap ke arah matahri terbit, meskipun tidak ada ketentuan dat yang baku untuk itu.
Pintu selalu dibiarkan terbuka yakni tanpa daun pintu. Hal ini salah satunya dimaksudkan agar sinar matahari bisa senantiasa menebus ke dalam posuno.Â
Menyangkut posuno, hasil studi Taurn (1918) tentang masyarakat Alifuru baik kelompok Patasiwa maupun Patalima di Pulau Seram.Â
Taurn menuliskan selama masa haid, wanita tidak boleh tinggal dalam rumahnya di kampung, mereka harus berdiam dalam gubuk-gubuk yang telah dibangun khusus diluar lingkungan desa. Laki-laki sangat dilarang untuk mendekati gubuk tersebut.Â
Biasanya Posuno ditempatkan di bagian belakang kampung. Dalam alam kepercayaan Suku Nuaulu, dunia belakang merupakan simbol dunia atau sesuatu yang diidentikkan dengan dunia kotor.Â
Wanita sebagai simbol bumi saat mengalami menstruasi bagi Suku Nuaulu, adalah dipercaya sebagai dunia atau bumi dalam masa yang tidak baik atau dalam gangguan roh jahat.
Jeda masa pada bumi saat mengalami 'tidak suci' atau kotor. Bukan berarti wanitanya disini yang dianggap kotor, tapi soal kondisi waktu mengalami masa yang kotor.Â
Ada masa dimana siklus dunia dalam masa yang tidak suci. Dunia dalam masa yang kotor. 'Dunia kotor' ditempatkan di belakang kampung dan jauh dari pusat kampung yang dianggap sebagai dunia suci.Â
Alam kepercayaan kosmologis ini, menempatkan masa mentruasi sebagai masa yang tidak suci atau kotor. Hal ini, sehingga seorang wanita yang sedang mengalami menstruasi terutama untuk pertama kalinya ditempatkan di rumah Posuno.Â
Posuno menjadi ruang sementara waktu bagi seorang wanita yang mengalami menstruasi. Lamanya 'diasingkan' di rumah Posuno, mengikuti waktu siklus menstruasi, yang selama 11 -14 hari. Setelah itu, biasanya siklus menstruasinya sudah selesai. Â
Ada ritual setelah itu, yang disebut ritual Pinomou. Ritual itu menandai masa akhir menstruasi pertama bagi wanita Nuaulu, sebagai ritual pendewasaan diri, ditandai dengan ritual papar atau pangor gigi.Â
Ritual pinomou, atau ritual penyucian diri wanita Suku Nuaulu, setelah masa pengasingan saat mengalami pertama kali menstruasi, ditandai dengan mengasah atau memotong gigi wanita Nuaulu, sebagai tanda bahwa ia sudah dewasa dan siap menikah.Â
Demikian, ritus pendewasaan diri atau pubertas wanita pada suku Nuaulu, adalah juga dipahami sebagai ritus penyucian diri wanita Suku Nuaulu, setelah selesai menjalani 'masa karantina' setelah selesai menjalani siklus menstruasi.Â
Balik lagi ke soal menstruasi wanita suku Nuaulu. Jadi dalam alam kepercayaan Suku Nuaulu, menstruasi merupakan masa kotor dan setelahnya harus disucikan. Si wanita akan kembali ke kampung dan diijinkan kembali berkumpul bersama keluarganya.Â
Jadi menstruasi sebagai kodrat kesehatan seorang wanita, dalam tradisi dan budaya Suku Nuaulu ada tanda atau simbol juga menjadi siklus dunia. Bahwa dalam tata kosmis ada masa dunia mengalami masa tidak suci atau dunia kotor. Oleh karenanya harus disucikan.Â
Oleh karena itu, dalam masa karantina, atau pengasingan ketika wanita suku Nuaulu mengalami menstruasi, dianggap dalam keadaan kotor atau adanya gangguan roh jahat. Oleh karena itu harus diasingkan atau dikarantina dan dijauhkan dari kampung. Namun setelah itu, dilakukan ritus penyucian diri.Â
Setelahnya dapat kembali ke kampung. Dalam kondisi suci, maka kembalinya si wanita Nuaulu dari rumah karantina, juga dianggap bahwa kampung sudah kembali bersih atau suci.Â
Secara Kosmologi, memang dunia terbagi dalam tiga ruang, yakni dunia suci atau dunia depan. Dunia manusia atau dunia tengah dan dunia belakang atau dunia kotor.Â
Siklus menstruasi adalah masa seorang wanita sebagai simbol bumi sekaligus juga salah satu komponen dunia manusia atau dunia tengah penghubung antara kotor dan suci, sedang mengalami masa tidak suci.Â
Fenomena ini juga sebenarnya menggambarkan sisi manusia yang secara hakiki terdiri dari dua alam atau dua dunia. Suci dan kotor. Keduanya ada dalam jiwa manusia.Â
Pada saat kotor perlu pengasingan diri untuk menjalani proses menyucikan diri. Ini adalah praktik ritus untuk menjaga keseimbangan kosmologis.Â
Demikian. Salam budaya...salam lestari
***
Salam Hormat.
Mas Han, Manado, 13 Desember 2021
****
Bacaan tambahan :
Taurn, Odo Deodatus 1918 Patasiwa und Patalima vom Molulukeneiland Seran und Seinen Beoners. Leipzig. Terjemahan Dra.Ny.Hermelin. Tahun 2001. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Maluku dan Maluku Utara 2001.
Ellen, Roy, 2012 Nuaulu Religious Practice. The frequency and reproduction of rituals in a Moluccan society. KITLV Press.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H