Sementara, ketertarikan saya waktu melakukan riset arkeologi tahun 2009 itu, melakukan kajian etnoarkeologi untuk melihat konsep kosmologi dalam alam kepercayaan masyarakat Suku Nuaulu.Â
Suku Nuaulu yang kini bermukim di pesisir selatan Pulau Seram, memiliki tradisinya sendiri. Sama halnya pulau Suku Hualu, di pedalaman bagian Utara Pulau Seram.Â
Namun, saya hanya akan mengulas tentang Suku Nuaulu, dimana penulis pernah pernah melakukan riset disana, pada tahun 2010, saat bekerja di Balai Arkeologi Maluku.Â
Bagi suku Nuaulu, menstruasi adalah simbol dunia kotor. Saya kira ini berkelindan dengan soal medis, bahwa menstruasi adalah siklus kesehatan wanita saat mengeluarkan darah kotor.Â
Menstruasi pada wanita itu kodrat. Semua wanita mengalaminya. Dalam kacamata budaya, di beberapa suku pedalaman, yang masih kuat mempertahankan tradisi, menstruasi diperlakukan sebagai simbolisasi dunia kotor dalam kerangka kosmologis.Â
Bukan berarti wanita yang lagi datang bulan dianggap kotor. Tetapi secara medis, datang bulan itu ketika seorang wanita mengeluarkan darah kotor.
Ini soal siklus kesehatan wanita. Sekaligus juga menjadi simbol budaya tentang dunia yang masih kotor, atau dalam keadaan sakit ataupun dalam gangguan roh jahat. Â
Karena kodrat, maka pendekatan untuk melihat hal ini banyak cara pandangnya. Melihat sisi kewanitaan paling hakiki dari aspek medis dan budaya yang melingkupinya.Â
Dalam pandangan kosmologis mereka, darah kotor sebagai simbol dunia kotor, harus ditempatkan pada ruang di luar dunia suci atau dunia sakral.Â
Maka itu, dalam tradisi Suku Nuaulu di Pulau Seram, seorang wanita yang sedang mengalami menstruasi, ia menempati sebuah rumah yang terpisah dari kampung. Rumah itu disebut Posuno.Â