Setiap penelitian pasti ada nilai kebaruannya, dari segi perolehan data, tapi bukan itu yang dimaksud kebaruan.
Yang dimaksud nilai kebaruan adalah konsep, kerangka teoritis, analisis, dan pendekatannya.
Dengan nilai-nila kebaruan demikian, barulah riset arkeologi dapat menghasilkan narasi kebudayaan. Tapi bukan narasi politik hasil penelitian kebudayaan.
Yang dimaksudkan narasi kebudayaan hasil penelitian arkeologi adalah narasi kebudayaan yang dihasilkan dari interpretasi-interpretasi dari hasil penelitian arkeologi.
Mendapat pencerahan Fajar I. Thufail itu, saya seperti ingin menegaskan bahwa hasil riset arkeologi, narasi yang dibangun bukanlah narasi politik. Karena bicara narasi kebudayaan, adalah narasi yang dihasilkan dari proses tingkah laku manusia.
Kebudayaan berhubungan dengan tingkah laku dan sikap mental manusianya. Artinya hasil penelitian, mampu membangun narasi tentang tingkah laku manusia bersifat prosesual, juga mentalitas manusia pendukungnya dari sebuah bangsa dalam menjawab isu-isu kebangsaan.
Kebudayaan itu selalu bersifat prosesual. Kebudayaan tidak terhenti atau berhenti pada suatu waktu. Kebudayaan terus berjalan dari waktu ke waktu. Tantangan dari waktu ke waktu dalam proses Indonesia dalam kebangsaan inilah yang harus di jawab.
Isu-isu kebangsaan terkini itu apa? Banyak sektor di segala bidang itu melingkupi isu-isu aktual kekinian. Bidang bidang sosial dan politik? Misalnya soal pertahanan dan geopolitik wilayah perbatasan.
Penelitian arkeologi, dengan narasi kebudayaannya diharapkan mampu menjawab isu-isu pertahanan dan geopolitik.
Melalui kerangka pemikiran baru, analisa, konsep dan pendekatan baru, diharapkan mampu menghasilkan kebaruan untuk membangun narasi kebudayaan.
Dalam bidang pertahanan dan geopolitik misalnya, penelitian-penelitian arkeologi tinggalan perang Pasifik misalnya, secara konseptual dapat membangun narasi tentang isu pertahanan dan geopolitik.