Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Refleksi Riset Arkeologi: Membangun Narasi Kebudayaan, Menjawab Isu Kebangsaan

9 Desember 2021   06:14 Diperbarui: 10 Desember 2021   05:31 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Peneliti Balai Arkeologi Sulawesi Utara tengah melakukan ekskavasi reruntuhan Benteng Kota Mas di Kwandang Gorontalo Utara.(KOMPAS.COM/ROSYID A AZHAR)

Menarik setelah mengikuti seminar nasional hasil penelitian arkeologi yang menampilkan 6 (enam) penelitian arkeologi terbaik Pusat Arkeologi Nasional (Arkenas) dan Balai Arkeologi (Balar). 

Keenam penelitian itu dianggap terbaik oleh hasil penilaian para reviewer yang terdiri dari beberapa guru besar arkeologi dan juga para peneliti ahli utama Puslit Arkenas. 

Kepala Puslit Arkenas (batik merah) saat penyerahan sertifikat penghargaan kepada enam penelitian arkeologi terbaik Tahun 2021. Sumber: Dokumentasi pribadi
Kepala Puslit Arkenas (batik merah) saat penyerahan sertifikat penghargaan kepada enam penelitian arkeologi terbaik Tahun 2021. Sumber: Dokumentasi pribadi

Seluruh peneliti yang memenanginya terdiri kombinasi peneliti senior dan junior, memang menampilkan hasil penelitian terbaiknya.

Dalam pandangan saya yang arkeolog picisan ini, hasil penelitian kesemuanya telah menampilkan data arkeologi yang sangat kompleks dengan analisis yang detil. 

Truman Simanjuntak, profesor riset arkeologi pertama Indonesia, sebagai salah satu pemenang dalam ajang seminar penelitian terbaik, menampilkan hasil riset Rona awal peradaban di Ibu Kota Negara (IKN).

Penulis tengah mengikuti seminar untuk materi tulisan Kompasiana ini. Baris kedua, tengah. Sumber: Puslit Arkenas
Penulis tengah mengikuti seminar untuk materi tulisan Kompasiana ini. Baris kedua, tengah. Sumber: Puslit Arkenas

Baca juga : Arkeologi Kebangsaan: Dinamika Kelampauan dan Rona Awal Peradaban di Ibukota Negara

Sebelumnya di Kompasiana ini saya sudah pernah mengulasnya. Intinya hasil penelitian pada tahap kedua ini menemukan bahwa si lokasi IKN bukanlah ruang hampa, tapi ada jejak peradaban yang ditinggalkan. 

Demikian juga penelitian arkeologi terbaik lainnya. Secara keseluruhan menampilkan data dan interpretasi yang terbaik. 

Meski demikian, seandainya diberi banyak waktu, ingin sekali rasanya saya banyak menuangkan pertanyaan ke semua hasil penelitian mereka. Soal hasil riset arkeologi di IKN saya sudah berkomentar lewat K beberapa waktu lalu. 

Seminar Nasional Arkeologi. Sumber : Puslit Arkenas
Seminar Nasional Arkeologi. Sumber : Puslit Arkenas

Sementara untuk penelitian yang lainnya, mungkin juga kesempatannya hanya melalui ulasan di K ini. 

Namun kata kunci yang saya sampaikan di seminar hasil riset itu, sudah gamblang saya sampaikan. 

Riset arkeologi di masa kekinian adalah hasil riset yang mampu membangun narasi kebudayaan untuk menjawab isu-isu kebangsaan

Sudah bukan zamannya lagi, peneliti arkeologi Indonesia melakukan penelitian arkeologi dengan menghabiskan anggaran ratusan juta per penelitian, namun hanya menghasilkan kronologi-kronologi belaka yang muaranya hanya menghasilkan sekuen waktu kapan dan dimana. 

Penelitian arkeologi yang multidisiplin semestinya juga dapat menjawab persoalan-persoalan kebangsaan dan pembangunan berkelanjutan. 

Penelitian arkeologi sebagaimana dikatakan Fadjar Ibnu Thufail, peneliti sekaligus Plt. Kepala Pusat Penelitian kewilayahan BRIN, hendaknya bukan semata penelitian yang deskriptif. 

Namun penelitian multidisiplin dengan kerangka pemikiran, metodologi dan analitik yang baru. 

Nah, saya merasa apa yang saya pikirkan atau saya pertanyakan, terjawab oleh Fajar, karena selain beliau memang salah satu peneliti berpengalaman juga tulisan-tulisannya yang mencerahkan. 

Jadi nilai kebaruan atau novelty menurut Fadjar, dilihat dari kebaruan konsep, kerangka teoritis dan pendekatannya. 

Setiap penelitian pasti ada nilai kebaruannya, dari segi perolehan data, tapi bukan itu yang dimaksud kebaruan.

Yang dimaksud nilai kebaruan adalah konsep, kerangka teoritis, analisis, dan pendekatannya. 

Dengan nilai-nila kebaruan demikian, barulah riset arkeologi dapat menghasilkan narasi kebudayaan. Tapi bukan narasi politik hasil penelitian kebudayaan. 

Yang dimaksudkan narasi kebudayaan hasil penelitian arkeologi adalah narasi kebudayaan yang dihasilkan dari interpretasi-interpretasi dari hasil penelitian arkeologi. 

Mendapat pencerahan Fajar I. Thufail itu, saya seperti ingin menegaskan bahwa hasil riset arkeologi, narasi yang dibangun bukanlah narasi politik. Karena bicara narasi kebudayaan, adalah narasi yang dihasilkan dari proses tingkah laku manusia. 

Kebudayaan berhubungan dengan tingkah laku dan sikap mental manusianya. Artinya hasil penelitian, mampu membangun narasi tentang tingkah laku manusia bersifat prosesual, juga mentalitas manusia pendukungnya dari sebuah bangsa dalam menjawab isu-isu kebangsaan. 

Kebudayaan itu selalu bersifat prosesual. Kebudayaan tidak terhenti atau berhenti pada suatu waktu. Kebudayaan terus berjalan dari waktu ke waktu. Tantangan dari waktu ke waktu dalam proses Indonesia dalam kebangsaan inilah yang harus di jawab. 

Isu-isu kebangsaan terkini itu apa? Banyak sektor di segala bidang itu melingkupi isu-isu aktual kekinian. Bidang bidang sosial dan politik? Misalnya soal pertahanan dan geopolitik wilayah perbatasan. 

Penelitian arkeologi, dengan narasi kebudayaannya diharapkan mampu menjawab isu-isu pertahanan dan geopolitik.

Melalui kerangka pemikiran baru, analisa, konsep dan pendekatan baru, diharapkan mampu menghasilkan kebaruan untuk membangun narasi kebudayaan. 

Dalam bidang pertahanan dan geopolitik misalnya, penelitian-penelitian arkeologi tinggalan perang Pasifik misalnya, secara konseptual dapat membangun narasi tentang isu pertahanan dan geopolitik. 

Kenapa? Karena dari segi lokus, perang Pasifik di zaman perang dunia II itu dengan kondisi aktual kekinian, battle ground-nya masih sama. 

Masih di seputaran laut Pasifik? Ada apa? Ini saya kira bisa dijawab melalui penelitian arkeologi multidisiplin dan dengan semangat novelty dari konsep dan pendekatan. 

Isu kebangsaan lain yang aktual, misalnya tentang kedaulatan pangan? Nah, isu ini sudah lama saya angkat juga dalam perbincangan. Khususnya di Sulawesi Utara, sejak tahun 2019. Ketika pertama kali saya bekerja di Balai Arkeologi Wilayah Sulawesi Utara. 

Baca juga : Arkeologi, Tafisir Kebudayaan dan Keindonesiaan

Isu aktual kebangsaan lainnya? Soal multikulturalisme, pluralisme dan kebhinekaan? Saya kira semua arkeolog sudah lama bergerak meneliti untuk menemukan isu dan data-data tentang akar-akar kebhinekaan. 

Saya sendiri, pada Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi (EHPA) tahun 2011, menuliskan artikel arkeologi tentang multikulturalisme. 

Setelah 5 tahun menjadi ASN Peneliti, saya pribadi sudah sangat sering menulis tentang isu ini, berdasarkan data arkeologi, khususnya di Maluku. 

Saya juga meyakini, bahwa hampir seluruh peneliti arkeologi di Puslit Arkenas maupun di Balar seluruh Indonesia menyadari hal itu. 

Menyadari bahwa, penelitian arkeologi sudah saatnya menampilkan diri sebagai riset yang tidak hanya menjawab dinamika kelampauan tetapi juga menjawab tantangan di masa kini dan masa depan. 

Dalam beberapa kesempatan menulis di Kompasiana, saya menuliskan bahwa arkeologi bukan hanya merekonstruksi masa lalu, namun juga merancang bangun masa depan

Namun sebagai refleksi, khususnya saya pribadi, masih banyak arkeolog yang dimiliki bangsa besar ini, hanya melakukan penelitian di zona nyaman. Apa itu? 

Penelitian deskriptif yang mudah dilakukan, namun dengan anggaran yang besar. Penelitian deskriptif dengan metode dating yang membutuhkan anggaran besar. 

Kenapa mudah? Karena peneliti cukup mengumpulkan data sebanyak-banyaknya, lalu mengambil sampel untuk di dating. Penelitian ini menggunakan anggaran besar, namun hasilnya hanyalah kronologi atau periodesasi. 

Bagi saya yang picisan ini, penelitian arkeologi yang demikian ini sudah ketinggalan zaman. Dan untuk konteks keIndonesiaan tidak menjawab tantangan dan kebutuhan. 

Atau adapula penelitian yang seolah-olah ingin mengungkap isu besar, contohnya misalnya soal diaspora Austronesia. Namun instrumen dan metode yang dilakukan masih dalam zona nyaman. 

Apa itu? Hanya melakukan ekskavasi untuk menemukan berbagai jenis gerabah di situs-situs tertentu. Metode penelitian yang demikian, selain tidak menjawab persoalan juga disorientasi. 

Kenapa? Karena penelitian yang dilakukan hanyalah menjalankan rutinitas pengumpulan data semata. Tanpa pengayaan analisis dan metodologi. 

Kita hanya pandai mengumpulkan data arkeologi, tapi tidak paham bagaimana memperlakukan data arkeologi. 

Kenapa? Karena kita masih sibuk dengan diri kita sendiri. Melakukan penelitian arkeologi untuk menjawab isu besar tapi tanpa multidisiplin keilmuan. Masih ada? Masih.

Sepanjang penelitian arkeologi, bahkan saya sendiripun masih seringkali dalam posisi mempertahankan zona nyaman penelitian arkeologi. Melakukan penelitian arkeologi yang bagi saya sebagai pekerjaan sekaligus hiburan atau wisata. 

Tantangan dunia arkeologi ke depan adalah riset-riset arkeologi yang menjadi unggulan untuk melahirkan konsep dan pendekatan juga interpretasi-interpretasi bernilai kebaruan. 

Riset-riset arkeologi yang menemukan proses tingkah laku manusia pendukung kebudayaan di sebuah bangsa bernama Indonesia, yang dapat dijadikan narasi akademik untuk menjawab isu-isu kebangsaan yang multikompleks. Menjawab isu-isu Keindonesiaan kekinian. 

Demikian. Salam Arkeologi, Salam Budaya

***

Salam Hormat 

Mas Han. Manado, 9 Desember 2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun