Dalam konteks masa lalu dan masa kini, data arkeologi yang disodorkan tim Arkenas, merupakan data untuk analisis pertimbangan pemilihan lokasi IKN.Â
Berdasarkan hal itu, tentu pengembangan lanskap dan tata ruang kota, bukan hanya ramah lingkungan, namun juga ramah budaya, sebagaimana pendapat arkeolog Truman SImanjuntak (selengkapnya lihat disini).Â
Namun menurut saya, dinamika masa lalu, menjadi faktor utama pertimbangan dan kajian untuk pengembangan IKN. Baik sumberdaya daya dukung lingkungan, lanskap, ketersediaan sumberdaya air dan juga kondisi geospasial dan geografisnya.Â
Para arkeolog perlu melakukan kajian dan penelitian lebih mendalam di lokasi titik nol IKN dan sekitarnya. Sejak kapan muncul peradaban manusia.Â
Kapan pula peradaban atau aktivitas manusia di IKN pada masa lampau berakhir, mengingat lagi-lagi di kawasan itu sebagian yang sekarang ada adalah lanskap kawasan hutan.Â
Lalu, pertanyaan latar dan sebab peradaban disitu tidak berlanjut. Kondisi yang bisa dijawab oleh kajian arkeologi pada penemuan jejak industri peleburan besi.Â
Apakah ada faktor eksternal dalam hal ini, lingkungannya? Apakah kondisi itu yang menyebabkan Panajam Paser Utara tidak lebih berkembang dari Kutai Kartanegara?Â
Panajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, dalam konteks kekinian IKN harus dilihatnya sebagai satu kesatuan kawasan dan lanskap geografis yang akan di bangun IKN. Tidak bisa dipisahkan, karena kedua wilayah itu termasuk dalam jangkauan perluasan dan pengembangan IKN.
Ketiga, Dinamika kelampauan dan Proyeksi masa depan IKN
Bagi arkeolog, keberlangsungan masa depan kehidupan manusia, ditentukan pula oleh kelampauannya. Truman Simanjuntak mengatakan dalam paparannya, bahwa IKN akan terus berkembang selama negara itu ada.Â
Membangun IKN, harus sesuai dengan visi Keindonesiaan. Demikian sebenarnya visi dari arkeologi kebangsaan yang dimaksud dalam diskusi arkeologi hasil penelitian di IKN itu. .Â