Tak lama berselang, Sang Ratu dapur, kepanasan di dapur lalu keluar. Ia melempar bait puisinya yang indah dan memancing lahirnya, sketsa 2 Puisi moderasi menggugat anarki.Â
Jangan salah, Sang Ratu dapur ini, selain piawai meracik bumbu masakan, rupanya juga pandai meramu bait puisi, menyeduh kata dengan indah dan menyuguhkan dengan nikmat dan memikat.Â
Zaldy Chan, sang provokator puisi menyelipkan baitnya yang syahdu. Lalu Ayu Diahastuti, Sang Ratu yang lembut dan baik hati, mengisi dan menutupnya dengan tiga bait puisi sekaligus.Â
Sang Ratu Telaga, Sang Ratu Kabut, Sang Ratu Embun, julukan baru yang saya sematkan padanya. Memang cerdas dan tajam menuliskan larik-larik kata indah.Â
Di tangannya, semua kata menjadi indah, memikat dan penuh makna. Saya sendiri banyak belajar darinya, memilih kata. Jangan salah, kami berdua sudah tiga kali berkolaborasi melahirkan puisi.Â
Kolaborasi Sang Ratu Dapur, Sang Provokator Puisi dan Sang Ratu Embun, membuahkan sketsa 2 Puisi Moderasi Menggugat Anarki, seperti berikut:Â
#Sketsa 2
Kabut bergelayut
Suasana sunyi mencekam
Kerisauanpun menghampiri
Hingga tak kuasa menahan serpihan kerinduan
Tinggallah sunyi yang terlelap dalam kesendirian
Jarum jam tersesat tanpa arah.
Mengeja denting sunyi yang terdampar rasa salah.
Menunggu bukanlah membunuh waktu.
Tapi, menimang rindu. Padamu
Kesahmu mendera,
laksana angin meniupi selaput rasa,
dalam titian manis sesap harapku di balik timbunan masa,
Dentingmu mengalunkan ingin dalam anganku, cintaku,
sesaat setelah layung
menggoreskan kisah lama kita di angkasa...