Hal ini karena di seluruh Indonesia, Balar hanya ada 10 (sepuluh) kantor. Setiap Balar membawahi dua sampai empat provinsi.Â
Dengan alasan ini, memungkinkan Balar menjadi eselon II, meskipun kemungkinan itu kecil, mengingat perangkat Balar yang minim, jumlah SDM, anggaran dan sebagainya, saat ini.Â
Baik, kita tinggalkan dulu soal kelembagaan, biarlah itu mejadi ranah para petinggi di Jakarta.Â
Yang paling penting dipikirkan itu adalah bagaimana Organisasi Riset Arkeologi setelah berada di BRIN? Apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dikembangkan?Â
Dalam nomenklatur yang baru nantinya, Puslit Arkenas dan Balar menjadi organisasi riset. Dengan kata organisasi riset, maka kita simpulkan saja, bahwa puslit dan balar akan lebih fokus tugas dan fungsinya sebagai lembaga penelitian arkeologi.Â
Apakah selama ini tidak demikian? Iya, selama ini Puslit dan Balar menginduk ke Balitbang Kemdikbud. Artinya area kerjanya berada di seputaran penelitian dan pengembangan arkeologi dalam kerangka peningkatan mutu pendidikan dan pengembangan kebudayaan.Â
Baca juga : Kementerian Baru, Lembaga Riset Arkeologi Lebih Lincah Di Bawah BRIN
Secara sektoral Puslit dan Balar, masih disibukkan dengan koordinasi untuk sinkronisasi program dengan bidang yang lain yaitu pendidikan dan kebudayaan.Â
Kondisi ini tentu mempengaruhi ritme kerja organisasi. Selalu ada batasan secara struktur dan fungsi sesuai tugas dan fungsi lembaga induknya.Â
Kondisi ini memang secara substansi tidak mempengaruhi kinerja Puslit dan Balar, sebagai lembaga riset Balitbang Kemdikbud. Namun secara teknis ada batasan-batasan sektoral karenanya.Â
Oleh karena itu bergabungnya Puslit dan Balar do bawah BRIN, tentu terbuka ruang yang secara teknis tidak ada batasan sektoral yang ketat. Puslit dan Balar lebih lincah dan leluasa mencakup semua bidang yang bisa dijangkau dengan kemampuan risetnya.Â