Mohon tunggu...
Wuri Handoko
Wuri Handoko Mohon Tunggu... Administrasi - Peneliti dan Penikmat Kopi

Arkeolog, Peneliti, Belajar Menulis Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kencan Online, Budaya Instan Kaum Urban dan Gejala Alienisasi

20 Oktober 2020   17:51 Diperbarui: 20 Oktober 2020   18:15 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arus teknologi yang pesat dan serba cepat, pada kadar yang besar, menciptakan perubahan budaya. Salah satunya adalah lahirnya budaya instan. Kencan online adalah salah satu bentuk budaya instan itu.

Proses pencarian jodoh, adalah tradisi atau budaya kita, yang pertama kali diawali dengan silaturahmi atau cara bertatap muka antar individu maupun bahkan keluarga, bergeser melalui percakapan online yang bersifat privat. Hanya melibatkan dua orang yaitu laki-laki dan perempuan yang mencari pasangan. 

Ruang privat itu diakomodasi oleh teknologi yang memungkinkan untuk memediasi ruang privat secara cepat dan tak terbelenggu ruang dan waktu. Ada hubungan timbal balik antara keduanya, tersedianya akomodasi teknologi dan juga kebutuhan manusianya atau subyek pengguna teknologi itu. 

Kencan Online sebagai Bentuk Budaya Instan

Perilaku masyarakat berubah seiring semakin canggihnya teknologi informasi. Termasuk halnya dalam proses perilaku mencari pasangan pasangan hidup. Salah satu akibat semakin canggihnya aplikasi gadget, adalah munculnya fitur-fitur baru yang canggih dan semakin diminati. Termasuk fitur pencarian jodoh melalui aplikasi kencan online.

Percakapan online, mungkin tidak terhindarkan, apalagi di masa pandemi. Namun, kencan online berbeda prakteknya. Karena kencan online bersifat privat. Pertemuan pribadi antar dua orang yang sedang mencari pasangan. 

Fenomena kaum urban itu menurut saya sebenarnya adalah bentuk keterasingan budaya. Masyarakat semakin terasing dengan kebudayaannya sendiri. Fenomena ini disebabkan oleh ketersediaan teknologi komunikasi yang menerabas ruang dan waktu. 

Arus globalisasi dan alih teknologi yang sangat cepat dan pesat, mengakibatkan di waktu kapan saja dan dimana saja kita bisa berjumpa, tanpa harus bertatap muka. 

Fenomena ini juga menggejala dan merambah ke dunia yang paling sakral sekalipun, yaitu dunia perjodohan. Kenapa saya katakan sakral, karena perjodohan adalah proses awal membina rumah tangga melalui ikatan perkawinan yang terjadi sekali saja seumur hidup. Demikian sakralitas lembaga perkawinan pada substansinya. 

Namun, alih teknologi yang serba cepat dan pesat mempengaruhi perilaku masyarakat, yang lambat laut juga merubah struktur kebudayaan manusia baik secara individu maupun sebagai masyarakat mahluk sosial. 

Gejala ini terutama yang paling banyak ditemui adalah pada masyarakat perkotaan, sebagai bagian dalam fenomena budaya urban. Budaya masyarakat perkotaan tentu saja dipengaruhi oleh lingkungan dimana mereka tinggal. Lingkungan padat penduduk dengan tersedianya akses untuk menjangkau berbagai ruang kebutuhan, otomatis mempengaruhi gaya hidup. 

Mau ke mall, gampang ada banyak mall tersedia, juga berbagai jenis moda transportasi. Lalu hiruk pikuknya persaingan jasa, sehingga menawarkan berbagai kemudahan. Orang seperti tidak cukup waktu untuk peka terhadap lingkungan sosialnya. Bahkan hanya untuk sekedar tanya kabar dan mengetahui keadaan orang-orang terdekat. 

Kondisi inilah yang lambat laun menciptakan budaya instan. Budaya instan ini juga dampak dari fenomena budaya urban yang menuntut adanya respon dan gerakan yang cepat. Kita dituntut bisa berpindah dalam ruang dan waktu dalam sekejap, karena gelombang besar yang selalu menuntut serba cepat. 

Contohnya banyak, restoran cepat saji dan juga berbagai bidang jasa start up. Hal itu semua bentuk dari menjawab tuntutan serba cepat, di era arus teknologi apalagi pada masyarakat urban yang juga dikondisikan oleh lingkungannya. 

Bahkan, seperti pada artikel saya sebelumnya ini juga membentuk gaya hidup dan tingkah laku manusianya. Dalam skala yang lebih luas, kemudian membentuk fenomena budaya baru. Fenomena budaya urban yang meliputi gaya hidup masyarakat urban adalah salah satu fakta perubahan budaya yang dimaksud.  

Kesibukan aktivitas, mobilitas yang sangat tinggi dan padat, menciptakan kondisi serba harus cepat. Lalu, dalam skala yang masif, terciptalah budaya-budaya instan di pelbagai bidang kehidupan. Kencan online, ini hanya sebagian kecil saja dari bentuk nyata berbagai budaya instan yang tercipta. 

Lingkungan urban yang serba padat, pesat dan cepat menuntut manusianya juga serba cepat. Tanpa memperhitungkan proses cepat diantara kungkungan yang padat dan pesat, kita akan serba ketinggalan. Semuanya terakumulasi dalam berbagai bidang kehidupan. 

Demikianlah, sehingga melahirkan budaya instan, termasuk dalam hal perjodohan. Jadi kencan online ini adalah dampak dari budaya instan masyarakat urban.

Kencan Online adalah Alienisasi atau Keterasingan

Dalam puisi saya terbaru berjudul Wanita Dibalik Kaca, sebenarnya saya ingin memberi suatu majas atau kiasan, bahwa kencan online adalah bentuk perilaku keterasingan atau alienisasi. Demikian saya berpendapat. Alienisasi kultural, lebih tepatnya mungkin seperti itu. Kita akan semakin terasing dengan dunia kita sendiri atau budaya kita sendiri. 

Atau baca pula cerpen saya berjudul Lelaki Yang Melukis Kekasih Pada Cermin di Kamarnya. Meskipun cerpen tersebut sebagai fiksi horor, sebenarnya juga berisi metafora atau majas, kiasan tentang bentuk keterasingan tokoh Dahlan. Ia menjadi sosok yang anti sosial, karena setiap hari hanya berbicara pada kekasih bayangan atau halusinasi pada sosok yang dilukisnya pada cermin di kamarnya. 

Puisi dan cerpen yang saya tulis itu sebenarnya mengarahkan pada pemahaman tentang kiasan seorang yang terasing dengan dunianya, karena mengharapkan kekasihnya melalui percakapan yang semu. Wajah dibalik kaca ataupun lukisan pada cermin, merupakan metafora atau perumpamaan tentang aktivitas kencan online. 

Alienisasi atau keterasingan, menurut pencetusnya yaitu Erich Fromm (1995; 131), adalah suatu cara pengalaman hidup ketika seseorang mengalami dirinya sendiri sebagai individu yang terasing.  Dengan kata lain, alienisasi atau keterasingan itu menunjukkan sesoranag merasa asing dengan dirinya sendiri dan bahwa dirinya bukanlah titik dunia pusat dan pencipta aktifitasnya sendiri. 

Kalau kita terjemahkan keterasingan menurut Erich Fromm, dalam fenomena kencan online, jadinya adalah bahwa individu yang melakukan kencan online, seperti bukan karena dorongan isi hatinya sendiri. Atau bahasa gaulnya " bukan die bangetlah" . 

Namun hal itu terjadi bisa karena kondisi lingkungannya, fenomana budaya instan dan juga mobilitasnya, yang menyebabkan dia atau kita mencari jalan yang cepat untuk mendapatkan jodoh. 

Kenapa itu terjadi? karena kita tidak cukup waktu memberi perhatian atau membuka kepekaan kita untuk melihat orang-orang yang ada terdekat dengan kita, yang setiap saat bertemu dengan kita. 

Bisa jadi hampir seluruh waktu untuk urusan bisnis atau kerjaan semata. Tidak ada tersisa ruang untuk urusan hati dalam lingkungan yang kita hadapi sehari-hari. 

Cara kita merespon terhadap lingkungan kita, juga direspon demikian oleh lingkungan kita terhadap kita. Kita sibuk dengan diri kita sendiri, tapi justru semakin lama membuat kita terasing dengan diri kita sendiri. Demikianlah, keterasingan dilahirkan. 

Bagaimana kebiasaan baru, kencan online dianggap sebagai keterasingan atau alienisasi? Begini saya melihatnya. Kencan online adalah dampak dari kemajuan teknologi komunikasi. Orang dimudahkan melakukan komunikasi tanpa harus bertatap muka. 

Kita memanfaatkan teknologi itu. Sebaliknya teknologi komunikasi itu muncul, lalu banyak variannya diciptakan. Aplikasi kencan online, salah satunya adalah bentuk respon karena kita sudah mengabaikan kebiasaan atau tradisi yang biasanya kita lakukan. 

Secara normatif, untuk menemukan jodoh itu kita lakukan dengan perkenalan baik sengaja ataupun sengaja. Baik diperkenalkan maupun kita kebetulan kenalan sendiri. 

Lalu terjadi percakapan yang intensif. Ketika kita merasa cocok, lalu kita mengungkapkan perasaan dan mengungkapkan niat untuk hubungan yang lebih serius. 

Semua proses yang normatif itu, kita persingkat dengan cara kencan online. Kita berkenalan dan tertatap muka hanya dibalik layar. Kita menggunakan bantuan alat dan aplikasi. Semuanya kita lakukan secara instan. Walaupun ada kalanya mungkin dilanjutkan dengan pertemuan konvensional atau tatap muka langsung. 

Keterasingan atau alienisasi terjadi,  ketika kita memahami teknologi komunikasi, dengan variannya berupa kencan online sebagai bentuk kemudahan. 

Kemudahan yang membuat semua serba cepat tanpa dibatasi ruang dan waktu itu kemudian mengubah perilaku atau budaya kita. Ada rasa kemanusiaan yang dibatasi. Manusia adalah mahluk sosial yang secara kodrati memiliki sekaligus membaca gesture. 

Dengan kencan online, kita tidak akan bisa sepenuhnya membaca gesture lawan bicara kita. Ada budaya yang terpotong karenanya. Lalu kita menanggap itu biasa saja. 

Padahal, sebenarnya kita mengasingkan atau melepaskan diri, menjauhkan diri dari budaya yang normatif. Budaya dimana kita sebagai manusia menunjukkan sikap kita terhadap manusia atau individu lain. Demikian, sebenarnya kodrat manusia sebagai mahluk sosial. 

Jadi kencan online, yang awalnya dipahami sebagai fenomena perubahan dan kemajuan zaman atau fenomena modernisasi. Sejatinya sudah merubah perilaku manusia, terutama kaum urban. 

Menjadikan kita terlepas dari kebudayaan kita yang normatif, atau budaya yang kita lakukan sehari-hari di lingkungan sosial dimana kita berada. Tanpa kita sadari telah terjadi perubahan budaya yang sangat nyata dalam kehidupan kita. Budaya baru yang sebenarnya, menurunkan kualitas nilai kemusiaan kita. 

Jadi, menurut saya secanggih apapun kemajuan teknologi, sepesat dan secepat apapun perubahan dalam arus kehidupan kita. Kita haruslah tetap menjadi manusia seutuhnya. Menjaga nilai kualitas kemanusiaan kita. Menjaga dan mempertahankan rasa kemanusiaan tanpa terperdaya oleh cepat dan pesatnya arus teknologi. Padahal teknologi yang diciptakannya sendiri. Menjaga hakiki kemanusiaan kita agar tidak terjebak dalam keterasingan.

Demikian. Salam Hormat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun