Kami menepi, setelah sampai di sebuah pulau kecil, dengan pasir putihnya. Tidak ada yang aneh dengan pulau itu. Setelah Pak Kades, membaca doa-doa tertentu, kami turun dari perahu. Namun oleh Pak Kades, kami diminta untuk tidak langsung mendekat ke pulau itu. Kami menurut dan mendengar penjelasan Pak Kades.
Pulau Setan adalah jembatan penghubung antara orang mati dan hidup. Orang yang mati berjalan menuju arah barat. Kedua pulau masih satu daratan, yang dipisahkan oleh meti pasir yang besar.
Pulau Setan juga merupakan penanda kalau ada orang mati terdengar suara tangisan sampe ke Pulau Seira, dan masyarakat tahu bahwa akan ada orang mati. Pulau Selu ditinggalkan oleh penduduk karena wabah ikan tona-tona sejenis ikan momar. Sedangkan penduduk meninggalkan Pulau Wuliaru menuju seira karena wabah lalat.
Jadi Pulau Seira ini dihuni oleh leluhur yang datang dari Pulau Selu dan Pulau Wuliaru. Yang berada di sekitar Pulau Seira. Sedangkan Pulau Setan dari dulu memang tidak berpenghuni. Begitu penjelasan Pak Kades Kamatutubun itu.
Gua Tengkorak di Pulau Selu
Penasaran dengan cerita Pak Kades, saya meminta beliau dan perangkat desa mengantar kami menuju ke Pulau Selu, yang dekat dengan Pulau Setan itu, justru saat air turun (meti), tampak pasir putih tampak seperti pasir putih yang menghubungkan Pulau Setan ke Pulau Selu di bagian baratnya.
Pak Kades setuju, dan mau mengantar kami ke Pulau Selu. Akhirnya kami mepercepat gerakan, kami langsung merapat ke Pulau Selu. Begitu tiba, kami menyusuri sungai kering ke sebuah lokasi yang ditunjuk oleh Pak Kades. Kami melihat ke tebing yang tidak begitu tinggi.
Temuan tulang manusia tidak utuh kurang lebih 20-30 buah, diantaranya tulang tengkorak, tulang paha dan tulang lengan, tengkorak 3 buah, 1 tengkorak kulit kepala, dan fragmen pecahan botol mungkin sebagai wadah air untuk sesajian. Sekitar situs terdapat susunan dinding semacam benteng tradisional (lutur), karena lutur membatasi antara permukiman dan situs penguburan.
Tapi kami belum percaya, adanya lutur itu sebagai kampung kuno, karena tidak mungkin penduduk masa lampau membangun permukiman sedekat ini dengan tempat penguburan di gua tengkorak ini. Kami berpikir, susunan batu itu, sebagai batas atau untuk melindungi area gua tengkorak, agar tak mudah didatangi orang atau penduduk dari kampung kuno lainnya. Perang antar suku, zaman dulu mungkin sering terjadi di pulau ini.
Kampung Kuno Leluhur Penduduk Pulau Seira