Mohon tunggu...
Wulan Saroso
Wulan Saroso Mohon Tunggu... Lainnya - educator, mompreneur, sosio developer

istri dan ibu, pendidik informal, mompreneur, sosio developer suka membaca, menulis, bikin kue, berbagi ilmu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Fitrah Itu Bernama Ibu

22 Desember 2017   06:00 Diperbarui: 22 Desember 2017   12:52 1048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa tahun terakhir pertumbuhan ekonomi negara itu 0%, dikarenakan semakin sedikitnya jumlah usia produktif yang mampu berkarya. Perempuan di Jepang nyaris tidak ingin menikah dan mempunyai anak. Kalaupun ada, mereka secara pribadi membatasi diri hanya mempunyai satu anak sebagai penerus keturunan. Diperkirakan 100 tahun lagi bangsa Jepang akan punah dari muka bumi bila tren tersebut bertahan.

Sementara di Indonesia, pada tahun 2035 diperkirakan akan mengalami 'aging demografi' di mana populasi usia di atas 60 tahun semakin meningkat sementara usia anak menurun lalu diikuti usia produktif. Dan pada tahun 2045 Indonesia akan mengalami masa 'aging population' seperti yang terjadi di Jepang saat ini. 

Di satu sisi, hal ini bisa dianggap sebagai upaya motivasi untuk memacu Indonesia dengan besarnya usia produktif saat ini yang merupakan hasil bonus demografi di akhir tahun 1990 an dan awal 2000an mewujudkan Indonesia sebagai negara maju. Namun perlu diperhatikan bahwa kemajuan dan kesejahteraan tidak hanya identik dengan pembangunan fisik dan ukuran pertumbuhan yang dinilai dengan angka-angka.

Tern jumlah kelahiran yang menurun, rentan mengakibatkan rapuhnya kekuatan bangsa ini. Di samping gerusan modernisasi globalisasi yang terus menghantam kepribadian generasi muda. Hal ini wujud nyata dari semakin lemahnya fitrah keibuan baik secara individu maupun secara sosial di negara ini.  

Hakikat penciptaan manusia, Allah tidak membedakan peran umum antara laki-laki dan perempuan. Apalagi bila dikaitkan dengan kemampuan intelektual. Banyak penelitian dan kajian ilmiah yang sudah membuktikan bahwa kecerdasan laki-laki dan perempuan adalah kemampuan universal. Namun selain peran umum, manusia memiliki peran khusus yang terikat pada penciptaan biologisnya. 

Saphiro (1990) dalam kajiannya mendapatkan fakta bahwa hormon reproduksi perempuan, terutama estrogen, ternyata berpengaruh pada perkembangan otak perempuan. Kemampuan bahasa dan kemampuan lain pada perempuan ternyata lebih tersebar merata antara bagian otak kiri dan kanan sedangkan fungsi tersebut pada lak-laki lebih terkonsentrasi pada bagian otak kiri. Maka peran feminin bukanlah merupakan hal yang tabu dan merendahkan posisi perempuan, justru meninggikan derajat perempuan.

Keibuan adalah sifat milik perempuan. Sebagaimana rahim diciptakan pada tubuhnya. Sebuah harkat kodrati dan bukan konstruksi budaya. Fitrah yang diberikan untuk menjaga kelangsungan manusia dan alam semesta. 

Memaksa perempuan keluar dari kodratnya, artinya merusak jiwa perempuan dan sekaligus merusak tatanan masyarakat dan dunia. Namun pada kenyataannya di dunia yang semakin renta ini, rekayasa global perusakan tatanan sosial sudah merambah di setiap aspek kehidupan. Dan pada kenyataannya Indonesia sudah menjadi bagian dari agenda ini.

Fitrah itu bernama ibu. Sifat keibuan yang ada pada diri perempuan, seyogyanya melingkupi dunia ini dengan kelembutan dan kedamaian. Setiap manusia terlahir dari rahim. Maka penghormatan terbaik bagi setiap perempuan di dunia ini adalah tanggung jawab para lelali yang diberi amanah sebagai 'qowwam' atau pemimpin. Permasalahan multidimensi yang berlarut-larut di bangsa ini di antaranya karena anak-anak bangsa semakin kehilangan sentuhan keibuan. 

Perempuan tak lagi bangga dengan fitrah feminin keibuan. Anak-anak pun kehilangan rengkuhan kehangatan dan ketenangan pelukan ibu. Mengembalikan fitrah keibuan kepada para perempuan, adalah cara kita menyelamatkan masa depan peradaban bangsa.

Setiap bulir darahku adalah tetesan perjuangan ibu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun