Bukan kebetulan bila rahim melekat pada tubuh perempuan. Hal itu adalah rekayasa besar Sang Pencipta yang berkaitan erat dengan tugas dan amanah yang diemban oleh perempuan. Sebuah wujud universalitas penciptaan yang paripurna di mana keberadaan rahim tidak tunggal berdiri sendiri. Keberadaannya berkelindan dalam rangkaian sistem penopang yang sempurna.
Adalah hipotalamus, nama direktur jendral yang mengatur secara tersembunyi keseluruhan sistem hormon manusia. Berada tepat di bawah otak dengan ukuran sebesar kemiri, hipotalamus adalah organ yang terdiri atas sel 'tak sadar'.Â
Namun pada kenyataannya, secara sadar hipotalamus melakukan upaya tindakan yang selalu memastikan stabilitas keseimbangan tubuh. Pada masa pertumbuhan anak menuju dewasa, ada fase di mana hipotalamus mengirim perintah ke kelenjar pituitari untuk memproduksi dua hormon yaitu Luteinizing Hormone (Hormon LH) dan Follicle Stimulating Hormone (FSH) yang merupakan hormon pada proses reproduksi manusia baik pada laki-laki dan perempuan.Â
Yang menarik adalah walaupun kedua hormon ini ada pada tubuh laki-laki dan perempuan, namun tugas dan fungsinya bertanggung jawab pada proses yang berbeda karena perbedaan jenis kelamin.
Setelah terlepas dari tengkorak dan melalui perjalanan panjang melalui aliran darah, pada tubuh perempuan dua hormon itu bermuara di ovarium. Di dalam ovarium, LH dan FSH bekerja sama hingga menghasilkan hormon reproduksi yang kemudian sangat berpengaruh pada pembentukan tubuh. Hormon reproduksi ini menyebabkan di antaranya melebarnya tulang panggul, pertambahan volume lemak di pinggul dan paha, pertumbuhan payudara dan lain-lain.Â
Hal-hal yang sangat mendukung penguatan posisi dan kondisi rahim. Apabila kemudian terjadi pertumbuhan janin di rahim, struktur tubuh perempuan sudah siap menjadi penyangga terbaik. Dari penggalan proses keajaiban yang ada, alur yang sangat sistematis dan universal itu diciptakan untuk bagian dari siklus kehidupan di mana rahim adalah pusat tujuan penjagaannya. Setiap jejak perjalanan molekul tubuh perempuan, tidak terlepas dari keterkaitan dengan keberadaan rahim pada tubuhnya.
Rahim adalah identitas keibuan. Terlepas apakah rahim seorang perempuan mampu melahirkan anak secara biologis atau tidak. Karena keberadaan rahim merupakan representasi dari nilai-nilai keluhuran samawi. Refleksi dari agungnya penciptaan hamba yang disebut perempuan.Â
Bukan sebuah kelemahan ketika tidak memiliki anak adalah taqdir Allah bagi 'Aisyah radhiyallahu 'anha. Gelar Ummul mukminin tetap disematkan kepadanya. Gelombang resonansi keibuannya meliputi jiwa-jiwa kaum mukminin. Kecerdasan dan kearifannya menjadi rujukan para sahabat radhiyallahu 'anhum.
Struktur tubuh perempuan diciptakan untuk sebuah arti kelembutan. Sebagaimana setiap sudut rengkuhan ibu adalah kenyamanan bagi anggota keluarga. Begitu pula hormon estrogen membuat suara perempuan meninggi ketika ia beranjak dewasa, berbeda dengan laki-laki yang suaranya memberat. Intonasi pada suara perempuan ini menghasilkan keunikan interaksi antara ibu dan anak. Kecerewetan ibu merupakan bagian dari pengasuhan yang menggariskan kenangan di kehidupan anak manusia.
"Empat alasan yang membuat aku sabar dan lembut menghadapi istriku," jawab Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu, sang al Faruq, ketika seorang laki-laki mengeluhkan kejengkelannya pada kecerewetan istrinya. "Pertama, dialah yang memasak makananku. Kedua, dialah yang membuat, mengadoni dan memasakkan rotiku. Ketiga, dialah yang mencucikan pakaianku. Dan keempat, dialah yang menyusui anak anakku."
Rahim juga merupakan simbol kekokohan. Sebagaimana Allah al Khaliq menggambarkannya sebagai 'qararun makin' atau tempat yang kokoh, maka perempuan pun diciptakan untuk sebuah makna kedamaian. Dalam kisah perjalanan dari peraduannya di ovarium, sel telur yang telah dibuahi oleh sel sperma mencari tempat terbaik untuknya menginduk lalu tumbuh dan berkembang.Â