Mohon tunggu...
Wulan Ews
Wulan Ews Mohon Tunggu... lainnya -

Lahir dan dibesarkan di kota tapis berseri sebagai sulung dari dua bersaudara. Secara jujur mengakui bahwa ia mengalami kesulitan untuk melahirkan kata- kata, apalagi jika harus menuangkannya dalam bentuk tulisan, tapi ia mencoba untuk masuk ke dalamnya dan menikmati kesempatan untuk mengekspresikan diri, kemudian menuangkannya dalam bentuk tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sumini

3 November 2011   13:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:06 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apa yang gadis itu fikirkan. Entahlah, keadilan seperti apa yang boleh kita harapkan? Aku berhenti sekolah dan menjadi tukang parkir di pasar Gintung ini untuk membantu emakku yang bekerja di pabrik tempe milik bude Jinem. Aku telah membiarkan semua harapanku tersengat matahari. Kujalani semua ini selama bertahun-tahun. Aku tak dapat menjadi nahkoda yang berlayar keliling dunia seperti impianku waktu kecil. Tapi buktinya, aku bisa menghidupi anak dan istriku sekarang.

***

Dari meja sebelah sini, kulihat seorang perempuan tua berjalan terseok-seok di dalam hujan di trotoar. Dia basah kuyup. Di kepalanya ada kantong plastik hitam yang dipasang sebagai tutup kepala. Pipinya basah. Entah hanya tirisan hujan, atau telah bercampur air matanya yang bercucuran. Kulirik gadis  yang sedang menikmati hangatnya semangkuk bakso.

Matanya terpicing dan kulihat keningnya berkerut. Tiba-tiba saja ia menghujamkan garpu ke mangkuk bakso di depannya dan dengan histeris menusukkan garpu itu ke potongan-potongan bakso hingga berhamburan ke meja.

“Ya, Tuhan! Tak sepatutnya aku di sini!”

Laki-laki di di sampingnya  berseru kaget.

“Sumi!”

Kembali kulihat ia menghempaskan sendok lalu berlari ke luar menembus hujan. Orang-orang berhenti menyuap dan bicara. Semua mata memandangi tubuhnya yang sontak kuyup. Pria di sampingnya berlari ke pintu, hendak mengejar. Tetapi urung, karena dia tidak siap diguyur hujan.

Gadis itu terus  berlari menyeberang jalan ke arah tempat wanita tua itu berada. Kakinya tergelincir di tengah jalan yang licin oleh hujan sehingga ia jatuh terjengkang dan nyaris ditabrak ojek yang melaju kencang. Pengendara itu berteriak, tapi ia tak peduli. Bangkit dari aspal dan kembali berlari.

Di emperan toko seberang jalan itu, kulihat perempuan tua itu melangkah tersaruk-saruk dengan keranjang di jinjingan. Ternyata beliau adalah ibunya, dan gadis manis itu  putri semata wayangnya, Sumini.

Lampung, 2011.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun