PENTINGNYA LITERASI
Literasi tidak hanya sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi literasi bisa
berarti melek teknologi, politik, berpikir kritis, dan peka terhadapi lingkungan sekitar.
Menurut Kirsch & Jungeblut dalam buku Literacy: Profile of America's Young Adult
mendefinisikan literasi sebagai kemampuan seseorang dalam menggunakan informasi
untuk mengembangkan pengetahuan sehingga mendatangkan manfaat bagi
masyarakat. Hal tersebut dapat menjadikan seseorang menjadi literat yang dibutuhkan
bangsa agar Indonesia dapat bangkit dari keterpurukan bahkan bersaing dan hidup
sejajar dengan bangsa lain.
Pentingnya kesadaran berliterasi sangat mendukung keberhasilan seseorang
dalam menangani berbagai persoalan. Melalui kemampuan literasi, seseorang tidak
saja memperoleh ilmu pengetahuan tetapi juga bisa mendokumentasikan sepenggal
pengalaman yang menjadi rujukan di masa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan
sebuah tulisan di surat kabar Kompas (edisi 1 Juni 2016) yang menyinggung baca tulis
termasuk kemampuan strategis yang harus dimiliki bila ingin menjadi bangsa yang
maju.
Menurut Wells (dalam Heryati, dkk (2010, hlm. 46) terdapat empat tingkatan
literasi, yaitu performative, functional, informational, dan epistemic. Literasi tingkatan
pertama adalah sekadar mampu membaca dan menulis. Literasi tingkatan kedua
adalah menunjukkan kemampuan menggunakan bahasa untuk keperluan hidup atau
skill for survival (seperti membaca manual, mengisi formulir, dsb). Literasi tingkatan
ketiga adalah menunjukkan kemampuan untuk mengakses pengetahuan. Literasi
tingkatan keempat menunjukkan kemampuan mentransformasikan pengetahuan.
Literasi menjadi kecakapan hidup yang menjadikan manusia berfungsi
maksimal dalam masyarakat. Kecakapan hidup bersumber dari kemampuan
memecahkan masalah melalui kegiatan berpikir kritis. Selain itu, literasi juga menjadi
refleksi penguasaan dan apresiasi budaya. Masyarakat yang berbudaya adalah
masyarakat yang menanamkan nilai-nilai positif sebagai upaya aktualisasi dirinya.
Aktualisasi diri terbentuk melalui interpretasi, yaitu kegiatan mencari dan membangun
makna kehidupan. Hal tersebut dapat dicapai melalui penguasaan literasi yang baik.
Generasi Muda
Generasi muda merupakan salah satu komponen yang perlu dilibatkan dalam
pembangunan. Hal tersebut disebabkan generasi muda adalah SDM yang potensial
sehingga dapat mendukung keberhasilan pembangunan. Potensi generasi muda yang
dimaksud adalah bahwa generasi muda adalah generasi yang memiliki pengetahuan
baru, inovatif, dan kreatif yang dapat digunakan untuk membangun bangsa. Hal
tersebut sesuai yang diungkapkan Safrin (2016) peran generasi pemuda sangat
dibutuhkan mengingat bahwa pemuda sebagai tonggak perubahan. Pemuda menjadi
faktor penting karena semangat juangnya yang tinggi, solusinya yang kreatif, serta
perwujudan mereka yang inovatif. Sebagai penerus bangsa, pemuda harus mampu
melakukan perannya dalam berbagai bidang, termasuk bidang ekonomi.
Generasi muda adalah generasi yang memiliki karakter. Karakter dimaknai
sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerja
sama dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara (Samani & Hariyanto,
2016, hlm. 41). Karakter tersebut dibutuhkan dalam membangun bangsa karena
generasi yang berkarakter akan menjunjung tinggi pancasila. Namun, masih ada
generasi yang masih belum memiliki nilai-nilai karakter. Hal tersebut berhubungan
dengan pengaruh asing sehingga terjadi degradasi karakter yang berpengaruh pada
degradasi budaya.
Terkait dengan degradasi karakter yang berpengaruh pada degradasi budaya
ini, Adrianto, dkk. (2015, hlm. 3) berpendapat sebagai berikut.
Dalam kegamangan kultural seperti ini seakan-akan generasi muda mulai
kehilangan identitas atau jatidirinya. Seiring dengan tidak adanya pegangan
yang baku, mereka lalu berorientasi ke budaya Ero-Amerika. Hal ini tampak
nyata dari mode pakaian, seni pop (art pop), kuliner, dan life style yang
kebarat-baratan.
Hasil penelitian yang dilakukan Adrianto, dkk (2015, hlm. 143) menyatakan
bahwa terkait dengan self actualization responden pada generasi muda di kota
Surabaya ada sekitar 65,74 % yang mengaku tidak terlibat dalam kegiatan organisasi
di sekolahnya. Sementara itu, dalam pemanfaatan waktu luang, sebagian besar
responden memilih rekreasi dan olah raga di alam bebas (46,4%) dan nongkrong di
mall 35, 89%. Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa idealnya
generasi muda harus menggunakan waktunya sebaik mungkin dengan hal yang
bermanfaat.
Generasi muda sebagai remaja yang memiliki kebutuhan dikemukakan oleh
Komisi Perencanaan Pendidikan pada National Assosiation American (dalam
Mappiare, 1982) bahwa kebutuhan yang bersifat khas pada remaja adalah sebagai
berikut.
a. Remaja merasa butuh untuk mengembangkan keterampilan yang dapat
digunakan sebagai bekal untuk bekerja (yang menghasilkan uang).
b. Remaja sangat memerlukan informasi untuk memelihara kesehatan dan
kesegaran fisiknya.
c. Remaja membutuhkan suatu informasi atau pengetahuan tentang hak dan
kewajiban seorang warga negara yang baik.
d. Memerlukan pengetahuan tentang masalah keluarga dan maknanya bagi
individu maupun masyarakat.
e. Perlu pengetahuan dan informasi bagaimana memperoleh dan memanfaatkan
fasilitas yang ada dan bagaimana cara pemeliharaannya.
f. Butuh informasi tentang peranan ilmu pengetahuan (science) bagi kehidupan
manusia.
g. Membutuhkan peresapan makna (apersepsi) dan penghargaan terhadap seni,
musik, dan keindahan alam.
h. Memerlukan informasi bagaimana cara memanfaatkan watu luangnya dengan
baik.
i. Membutuhkan pengetahuan tentang cara mengembangkan rasa hormat
(respect) pada orang lain.
j. Membutuhkan wawasan dan pengetahuan untuk mampu berpikir secara
rasional.
Berdasarkan uraian mengenai kebutuhan-kebutuhan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa generasi muda memiliki kebutuhan yang menjadikan diri mereka
aktif dan inovatif. Kebutuhan-kebutuhan tersebut menjadi tuntutan bagi generasi muda
untuk memenuhinya dengan menjadi generasi yang literat. Dengan menjadi generasi
yang literat, generasi muda siap menghadapi tantangan zaman. Generasi muda siap
melalui pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki akibat pemenuhan kebutuhan
sebagai seorang remaja.
Trilling dan Fadel (dalam Hariyanto & Samani, 2016, hlm. 37)
mengungkapkan tiga keterampilan yang diperlukan pada abad ke-21 adalah sebagai
berikut.
a. Kecakapan belajar dan inovasi yang meliputi: berpikir kritis dan pemecahan,
komunikasi dan kolaborasi, serta kreativitas dan inovasi.
b. Kecakapan melek digital yang meliputi: melek informasi, melek media, dan
melek teknologi informasi dan komunikasi (ICT).
c. Kecakapan hidup dan kecakapan karier yang meliputi: keluwesan dan
penyesuaian diri, inisiatif dan arahan diri, interaksi sosial dan interaksi lintas
budaya, produktivitas dan akuntabilitas, kepemimpinan dan tanggung jawab.
Keterampilan-keterampilan tersebut menjadi bekal bagi generasi muda dalam
menghadapi zaman. Generasi muda perlu cakap dalam belajar, inovatif, melek digital,
dan memiliki kecakapan hidup dan karier. Adanya sekian harapan dan berbagai
predikat yang melekat pada diri generasi muda. Generasi muda dianggap agent of
change atau menjadi pemegang tingkat estafet pembangunan. Keberhasilan bangsa
dan negara berada di pundak mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H