Mohon tunggu...
Wulan Arvelia
Wulan Arvelia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Pernah cinta dan kembali belajar untuk mencintai tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keluh Tepi Pantai

22 Desember 2022   07:09 Diperbarui: 22 Desember 2022   07:15 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mata Kakek kemudian menangkap sepasang wisatawan asing berjalan santai di pinggir pantai. "Waktunya bekerja." kata Kakek kepada dirinya sendiri.

Dengan niat yang kini tinggal separuh, Kakek berjalan mendekati kedua wisatawan asing itu. Bukannya bergerak lurus, kepala Kakek terasa berputar sehingga membuat kakinya bergerak terhuyung dan menabrak dua wisatawan itu tidak sengaja.

Suara-suara Nenek pada obrolan tadi seperti diputar berulang dan menggema di kepala Kakek sehingga kepala tua itu terasa penuh dan sesak. Kakek seperti kehilangan separuh pendengaran dan kesadarannya.

"Kakek harus berhenti."

"Kakek sudah tua, harusnya Kakek banyak beribadah dan berdoa ..."

"Kita memang harusnya punya anak saja!"

Napas Kakek memburu, tangannya berusaha memegang celana yang tampak pas di pinggang salah satu wisatawan asing tersebut, berusaha menjadikannya pegangan untuk kembali berdiri dengan kokoh meskipun kepalanya masih terasa sangat berat.

 "Sorry ..." kata Kakek pelan dengan raut wajah yang menyedihkan. Suara-suara Nenek yang menggema itu mulai memelan, memudahkan Kakek untuk kembali mengumpulkan kesadaran. Kulitnya kini merasakan kembali hembusan angin malam di pantai.

 Kedua wisatawan asing itu membantu Kakek berdiri, umpatan yang hampir terlontar kini kembali tertelan sebab rasa kasihan yang muncul ketika mereka menatap Kakek. Mungkin kerutan-kerutan saksi hidup berpuluh-puluh tahun yang ada di wajah Kakek yang membuat kedua wisatawan asing tersebut mengurungkan niatnya untuk marah. Mungkin juga pancaran cahaya samar dari bintang-bintang yang jatuh di wajah Kakek membantu kedua wisatawan itu kembali mengingat momen romantisme mereka dan memutuskan untuk melepaskan Kakek.

Kedua wisatawan asing itu kemudian mengucapkan sesuatu yang entah Kakek tidak tahu maksudnya, Kakek hanya tahu satu kata dari bahasa mereka yang selama ini Kakek gunakan untuk bekerja. 'Sorry', kata anak muda yang mengajari Kakek artinya maaf.

"Sorry ..." kata Kakek lagi setelah berhasil berdiri dengan sempurna. Tangan Kakek bergerak seolah menepuk-nepuk celana lusuhnya, kemudian kaki Kakek kemudian kembali bergerak menuju pintu keluar pantai menjauhi kedua wisatawan asing yang masih memandanginya iba, berbeda dengan Kakek yang kini raut wajahnya kembali seperti semula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun