Mohon tunggu...
Anin Dita
Anin Dita Mohon Tunggu... Guru - Guru yang agak lupa menulis...

Hidup ini cuma numpang snorkeling... Nikmati Indahnya, telan asinnya, maknai mabuk lautnya...\r\n

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tana Toraja dan Makassar

16 Mei 2015   04:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:59 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu pesta seperti ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bagi keluarga sederhana, mereka hanya akan memotong babi untuk dimakan bersama. Guide kami pun sempat curhat tentang ini....

"Kami merantau untuk membiayai adat kami, mbak... Hidup dengan adat seperti ini tidak murah."

Setelah kami melihat sebagian upacara, kami menuju ke tempat selanjutnya. Baby grave di Kambira. Bayi yang belum tumbuh giginya, akan dikuburkan di dalam batang pohon yang di lubangi. Setelah jenazah dimasukkan, lubang ditutup dengan ijuk. Tidak ada pesta atau upacara besar untuk kematian bayi. Kadang bayi hanya akan dikuburkan di pekarangan rumah.

Next, kami menuju Lemo. Tempat dimana jenazah leluhur orang Toraja disemayamkan diatas tebing. Tebing batu ini cukup tinggi dan suasana sekitarnya sunyi syahdu... Entah karena sedang sepi pengunjung atau memang begitu setiap harinya. Hanya ada beberapa toko souvenir, dan ruko baru yang sedang dibangun. Di Lemo, kami melihat patung kayu yang disusun berbaris dengan pakaian lengkap dan konon dibuat mirip dengan leluhur yang bersemayam disana. Patung kayu ini disebut Tau-tau. Masih ada anak cucu yang mengganti pakaiannya setiap 5 tahun sekali. Penggantian pakaian ini pun juga dilaksanakan dengan upacara adat terlebih dahulu. Tapi tidak hari itu.

Berikutnya kami ke Londa, dimana jenazah disemayamkan di gua. Semakin tinggi posisi jenazah disemayamkan di gua itu, menunjukkan bahwa jenazah tersebut adalah bangsawan. Seperti yang nampak digambar, peti disusun sedemikian rupa didalam gua. Ada yang baru dan lama. Beberapa peti, dipenuhi oleh rokok, minuman, dan makanan yang merupakan buah tangan dari keluarga yang mengunjungi makam leluhurnya. Keluarga meletakkan apa yang menjadi kegemaran mendiang semasa hidupnya. Ada cerita menarik dari dalam gua ini. Cerita Romeo dan Juliet dari Toraja. Semasa hidupnya, mereka ditentang untuk bersatu, tapi mereka disemayamkan berdampingan. Untuk masuk ke dalam gua ini, kami ditemani oleh pemandu lokal dengan petromaks yang menerangi jalan kami dan bercerita tentang apa yang ada di dalam gua.

Tujuan terakhir kami hari itu adalah Ke'te Kesu. Desa wisata. Dahulunya ini adalah kompleks keluarga, 1 keluarga yang akhirnya dijadikan desa wisata. Leluhur yang pernah menempati tongkonan-tongkonan ini disemayamkan di belakangnya. Tongkonan ini masih dipugar berkala, untuk memelihara kelestariannya. Perlu diketahui, bahwa mengumpulkan material untuk membuat Tongkonan tidaklah mudah dan cukup mahal! Ya mungkin satu Tongkonan bisa menghabiskan dana 300jt bahkan lebih, belum termasuk upacaranya! WOW!

Dari Ke'te Kesu, kami berhenti di pasar Rantepao untuk membeli oleh-oleh. Banyak yang bisa kita bawa dari Toraja. Kain, tas monte, assesoris, snack khas Toraja, dan KOPI!!! Robusta? Arabica? Ada di Toko Rezeki. They have a peaceful smell on earth!!! Tinggal pilih, kopi apa yang kita mau, Robusta atau Arabica, berapa banyak, bayar, masukkan dalam gilingan dan kedamaian itu akan terkemas rapi untuk dibawa kemanapun kita mau! Fresh heaven!

Sudah larut ketika kami kembali ke hotel... Besok pagi kami akan memulai petualangan kami yang baru, dan lebih pagi!

Makassar

Keesokan harinya, kami berangkat pagi-pagi 5:30 WITA untuk kembali ke Makassar. Mengingat jauhnya perjalanan kami dan masih banyak yang ingin kami kunjungi, kami merasa harus bangun sepagi itu... Untung ada Pak Amping yang sabar untuk bangun pagi dan mendengarkan kecerewetan kami lebih pagi dari sebelumnya. Seperti saat kami berangkat, kami berhenti di beberapa titik yang indah. Matahari terbit dan kabut yang turun dari gunung. BEYOND WONDERFUL! Maha besar Allah atas keindahan ciptaanNYA.

Tepat tengah hari hari, kami tiba di Rammang-rammang. Gugusan pegunungan karst. Hanya kami yang bergerak dari dermaga. Bapak tukang perahu pun kurang banyak bercerita. Ditengah perjalanan kami, ada beberapa perahu dayung berpapasan dengan kami. Anak-anak yang pulang sekolah, mendayung sendiri kapalnya untuk sampai ke rumah. Saya tidak membayangkan ada perkampungan terapung di Rammang-rammang. Hanya tidak bisa membayangkan bagaimana bisa mereka hidup dengan nyamuk yang pasti jumlahnya 10.000 : 1! Mangrove dan palm air kan real estate nyamuk! 10 menit, kami tiba di sebuah perkampungan yang terletak di tengah gugusan karst. Sekali lagi, saya merasakan sunyi nan syahdu... Ada aktivitas tapi tidak gaduh... Ada yang bicara tapi tidak riuh... Ah...damainya... Andai saya bisa membawa suasana desa Rammang-rammang ke tulisan ini dengan lebih nyata, tapi kata-kata hanya bisa menggambarkan keindahan dengan terbatas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun