“Ada apa ini?”
“Suro Kuping. Brandal Suro Kuping membunuhnya. Ia pun membawa seluruh benda berharga sang Mpu.” Orang-orang menjelaskan.
“Iblis. Tidak ada dosa yang lebih besar di Tumapel dari membunuh seorang Mpu. ” kata si perwira. “Kebo Ijo, ikuti aku.”
Perwira itu menghela kudanya. Derap kaki riuh dan debu mengepul ketika pasukan itu meninggalkan kaki bukit.
Sampai di sebuah tepian sungai di pinggir hutan, Arok berseru
“Berhenti.”
“Kebo Ijo, bawa pasukanmu menyusuri kali ini. Bila sampai di sebuah batu datar besar di bawah pohon gayam, sembunyikan semua pasukanmu, sergap seorang lelaki yang akan mandi di situ.”
Bertubuh gempal dengan otot-otot menonjol dan bulu di sekujur tubuh, Kebo Ijo adalah prajurit perkasa. Walau besar, lincah ia turun dari kuda. Dengan mengendap-endap ia pun membawa empat puluh prajurit pilihan menyusuri kali menuju jantung hutan Kaliwat.
Arok masih di atas kuda. Gemricik itu diingatnya benar. Juga di sana, jauh di hilir sungai, sebuah batu datar di bawah pohon gayam.
***
“Ini dia!” Kebo Ijo mendorong tawanan ke hadapan Arok. “Dan ini kutemukan bersama iblis ini. ” Kebo menyerahkan sebilah keris.