Ya, akhirnya hanya kegelapan. Hingga mereka harus melewati sebuah kebun tebu lagi. Angin bertiup agak kencang. Daun-daun tebu bergerak meliuk-liuk. Entah, malam itu cahaya bulan redup. Cahayanya tidak begitu terang.Â
Tiba-tiba dari kejauhan mereka mendengar seperti ada suara tembakan-tembakan senapan. Serentak Dina dan teman-temannya merunduk, tiarap. Tidak ada yang berani berkata-kata. Mereka sangat takut. Ya, tak salah lagi, itu memang bunyi tembakan-tembakan senapan!
Doorrrrr..dooorrrr..dooorrrrrrr...
Beberapa detik suara-suara tembakan itu berhenti. Mereka cepat-cepat bangkit dan mulai berjalan dengan sangat cepat, setengah berlari. Mereka berharap akan segera sampai ke rumah masing-masing. Meski udara begitu dingin, keringat mereka tak henti bercucuran sambil memegangi erat-erat lipatan baju kaos mereka.
Dan lagi, dooorrrr.....doorrrrrrr...doorrrrrrrr...
Tubuh Dina dan teman-temannya sudah bermandikan keringat. Ketakutan mereka semakin bertambah. Setiap kali bunyi tembakan bergemuruh di kejauhan, mereka langsung tiarap, takut kalau-kalau keberadaan mereka ketahuan oleh para pemegang senapan yang mungkin pasti adalah orang-orang dewasa yang tidak mereka kenal. Saat itu di Muna memang terdapat kelompok orang-orang bersenjata yang dikenal dengan sebutan "Gerombolan".
Suara-suara tembakan itu terus berulang-ulang. Meski hanya di kejauhan, namun jika suara tembakan itu berhenti, mereka hanya bisa terus berlari dengan sedikit berjongkok.Â
Sampai jarak yang harus mereka tempuh semakin dekat, napas mereka terasa sudah semakin habis. Langkah semakin dipacu hingga akhirnya mereka sudah memasuki kampung mereka.
"Ayo, kita istirahat di rumahku dulu sebelum kalian kembali ke rumah masing-masing", kata Titin yang rumahnya paling dulu terlihat oleh pandangan mata mereka.
"Kita selamat...," bisik Dina pelan yang diiringi tatapan sayu teman-temannya. "Bunga kita...," suara Dina terputus ketika melihat sudah tidak ada satu pun kuntum bunga di dalam lipatan baju kaosnya padahal seingatnya ia memegangi erat-erat lipatan baju kaosnya itu.
Serentak teman-temannya pun melihat ke dalam lipatan baju mereka. Bunga-bunga itu sudah tidak ada, lenyap tak berbekas!Â