Mohon tunggu...
wiwit lestari
wiwit lestari Mohon Tunggu... Guru - GURU

Saya adalah orang yang ceria dan mudah bergaul. Saya hobi membaca dan menulis. Dan saya ingin tulisan - tulisan saya bermanfaat dan bisa membuat perubahan - perubahan yang baik pada diri saya dan masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dilema Zonasi: Antara Harapan Pemeratan dan Bayangan Diskriminasi

6 Desember 2024   20:35 Diperbarui: 6 Desember 2024   20:39 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi - Berangkat Sekolah |Image by Freepik

Tak terasa kita sudah berada di penghujung tahun 2024. Tiga bulan lagi anak - anak yang  duduk di bangku kelas VI, IX, dan XII akan segera disibukkan oleh serangkaian ujian. Mulai dari Assesmen Akhir Semester II, Ujian Praktik, hingga Ujian Sekolah. Sedangkan orang tua mulai gelisah memilih sekolah untuk anak - anak mereka. Para orang tua sibuk mencari informasi untuk mendaftar sekolah yang akan dituju, mulai dari jumlah pagu, nilai terendah dan tertinggi yang diterima pada penerimaan peserta didik baru pada tahun lalu, serta kebijakan terbaru yang dikeluarkan oleh pemerintah terkait PPDB yang biasanya dilaksanakan pada bulan Juli. 

 

Pada tahun 2017,  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memperkenalkan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) untuk pertama kalinya. Kebijakan ini diterapkan sesuai dengan Peraturan Mendikbud Nomor 17 Tahun 2017 tentang  Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada berbagai jenjang pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA, SMK, dan bentuk lain yang sederajat. Sistem Zonasi bertujuan untuk memberikan layanan pendidikan yang merata, mengurangi kesenjangan kualitas pendidikan, dan menghilangkan kastanisasi serta favoritisme dalam dunia pendidikan. Dalam sistem zonasi, siswa diwajibkan bersekolah di sekolah yang berlokasi di kawasan yang sama dengan tempat tinggal siswa berdasarkan Kartu Keluarga (KK). 

Apa yang dimaksud dengan  PPDB sistem zonasi? 

PPDB sistem zonasi adalah sistem pendaftaran peserta didik baru di sekolah negeri yang didasarkan pada pembagian wilayah atau zona geografis. Artinya calon peserta didik yang tinggal di dekat sekolah memiliki prioritas lebih besar untuk diterima dibandingkan dengan siswa yang tinggal lebih jauh. 

Bagaimana pembagian wilayah dalam PPDB dengan sistem zonasi? 

PPDB dengan sistem zonasi dibagi menjadi dua zona yaitu : 

Zona 1 adalah radius sekolah dekat tempat tinggal siswa lintas wilayah yang ditentukan oleh Kepala Sekolah (MKKS) dengan batasan kecamatan. 

Zona 2  adalah radius di luar zona 1 dalam satu Kabupaten atau Kota dengan lokasi sekolah

Dalam PPDB dengan sistem zonasi, jika pendaftar jalur zonasi melebihi daya tampung maka urutan seleksinya adalah Zona Prioritas, Usia Termuda ke Usia  Tertua, Urutan Pilihan Sekolah, dan Waktu Mendaftar.

Meskipun sistem zonasi sudah dirancang dengan sangat baik oleh pemerintah tetap saja ada dampak negatif yang dirasakan oleh  masyarakat sebagai imbas diterapkannya sistem zonasi. 

Apa dampak negatif dari sistem zonasi? 

Dalam setiap kebijakan yang diberlakukan pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Begitu pula dengan sistem zonasi. Berikut ini adalah dampak negatif yang muncul dari sistem zonasi :

1. Diskriminasi Sosial

Sistem zonasi menciptakan ketidakadilan di masyarakat, terutama bagi anak - anak yang tempat tinggalnya di daerah yang tidak memiliki akses ke sekolah berkualitas.

2. Kesenjangan Kualitas Pendidikan

Adanya perbedaan kualitas antar sekolah yang berada di wilayah yang lebih kaya dan yang kurang kaya serta kurang berkembang.

3. Kesulitan Orang Tua dan Siswa Dalam Memilih Sekolah 

Orang tua dan siswa merasakan dampak  dari terbatasnya pilihan sekolah karena sistem zonasi.

4. Siswa Menjadi Malas Belajar

Sistem zonasi membuat siswa menjadi malas belajar, terutama bagi siswa yang tempat tinggalnya berada di zona sekolah dengan kualitas pendidikan yang bagus. Karena mereka yakin pasti diterima  karena tempat tinggalnya berada dekat dengan sekolah tersebut. Begitu pula siswa yang tempat tinggalnya jauh dari sekolah favorit, akan malas belajar karena mereka  juga pesimis dapat diterima di sekolah dengan sekolah tersebut.

5. Melahirkan Kecurangan

Meskipun kesan sekolah favorit ingin dihilangkan oleh sistem zonasi, pada kenyataannya sekolah - sekolah favorit sampai saat ini masih menjadi favorit orang tua. Karena keinginan orang tua menyekolahkan anaknya di sekolah dengan kualitas pendidikan yang lebih bagus maka orang tua rela pindah alamat domisili  Kartu Keluarga (KK) mendekati zona sekolah favorit. 

Kebijakan sistem zonasi dibuat dengan tujuan yang sangat mulia yaitu pemerataan kualitas pendidikan, mengurangi kesenjangan antar wilayah, mempercepat pemerataan pembangunan, menjadikan setiap sekolah adalah sekolah favorit, dan menghilangkan kesan favoritisme pada salah satu sekolah saja. Namun, pada kenyataannya tidak seperti itu  yang dirasakan oleh masyarakat. Sebagian masyarakat merasa terdeskriminasi dengan adanya sistem zonasi. 

Mengapa Deskriminasi Terjadi? 

Awalnya sistem zonasi dirancang untuk menghilangkan kesenjangan kualitas pendidikan di masyarakat. Akan tetapi masyarakat malah  merasa banyak dirugikan dengan adanya sistem zonasi. Anak - anak  tidak bisa leluasa memilih sekolah favorit karena tempat tinggal mereka jauh dari sekolah favorit, meskipun mereka pandai. Siswa kesulitan lintas kabupaten/kota dalam memilih sekolah  karena pagu penerimaan siswa dari luar kota dibatasi jumlahnya. Adanya beberapa kecurangan saat pointing lokasi tempat tinggal siswa ke sekolah yang dituju. Sehingga sering kita melihat berita di televisi kericuhan saat PPDB. Ada orang tua yang marah - marah karena anaknya tidak diterima di sekolah yang satu zona dengan tempat tinggalnya. Sampai - sampai orang tua membawa meteran ke sekolah dan ingin mengukur jarak sebenarnya dari sekolah ke rumahnya. . 

Bagaimana memperbaiki dampak negatif dari sistem zonasi?

Untuk memperbaiki dampak negatif dari sistem zonasi, pemerintah perlu merancang kebijakan sistem zonasi yang lebih inklusif atau mengganti sistem zonasi dengan pendekatan lain seperti menggunakan tes penerimaan peserta didik, tes wawancara, atau nilai Ujian Nasional  seperti dulu. 

Kesimpulan

Sistem zonasi memberikan kemudahan bagi sebagian masyarakat namun ada pula sebagian besar masyarakat yang merasa terdiskriminasi dan tidak mendapatkan keadilan pendidikan. Oleh karena itu sudah saatnya PPDB dengan sistem zonasi dievaluasi kembali dan direformasi sehingga tujuan pemerataan kualitas pendidikan benar - benar bisa diwujudkan tanpa ada ketimpangan di masyarakat. Jadi sudah saatnya kita mendukung perubahan kebijakan pendidikan di Indonesia. 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun