Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Masa Depan Manusia

13 Mei 2022   16:51 Diperbarui: 14 Mei 2022   05:13 1080
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tempat tinggal manusia selanjutnya (Sumber : kompas.com)

Semua manusia akan mati, itu pasti. Siapa pun, cepat atau lambat pasti akan mati juga. Tak ada seorang pun manusia yang luput dari kematian. Baik orang yang berkuasa atau rakyat jelata, orang super kaya atau orang miskin papa,  orang yang pintar berilmu atau orang yang kurang berilmu, dan lain-lain semua akan mati.

Lantas setelah manusia mati, ke mana atau menjadi apa? Hidup kembali dalam kehidupan selanjutnya atau hancur menjadi tanah sama seperti makhluk lainnya?

Bagi kaum atheis atau penganut materialisme, setelah mati manusia memang tamat riwayatnya. Tidak akan dihidupkan kembali. Hancur menjadi tanah.

Namun bagi kaum beragama tidak demikian. Kaum beragama yakin dan percaya, bahwa setelah manusia mati akan dibangkitkan kembali dalam kehidupan selanjutnya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya semasa hidup di dunia.

Bagi kaum beragama manusia nanti setelah mati akan dihadapkan kepada “pengadilan” yang sebenarnya. Setelah itu manusia akan berujung kepada dua tempat, yakni tempat yang penuh kenikmatan bernama surga atau tempat yang penuh dengan kesengsaraan bernama neraka.  

Secara empirik, keyakinan kaum beragama itu memang belum terbukti benar atau salah. Namun agama telah memberi informasi tentang kehidupan manusia selanjutnya. Dan informasi yang diberikan oleh agama itu bersifat “tidak ilmiah”, sebab salah satunya tidak bisa dibuktikan secara empirik.

Namun bukan berarti semua hal yang tidak bisa dibuktikan secara empirik atau “tidak ilmiah” itu tidak benar atau salah. Banyak hal di dunia ini, dalam kehidupan kita yang tidak empirik atau “tidak ilmiah” mengandung kebenaran yang pasti.

Adanya kehidupan sesudah mati itu tidak empirik dan “tidak ilmiah”. Itu ranah kepercayaan atau “iman”. Terserah manusia mau percaya atau tidak. Bagi mereka yang memiliki “iman” tentu akan percaya. Akan tetapi bagi mereka yang tidak memiliki “iman”, tak ada urusan dengan hal itu.

Namun sesungguhnya “iman” (sikap percaya) itu menyelamatkan. Dalam analogi berikut ini. “iman” bisa menjadi sangat penting.

Misalnya kita dan teman-teman kita mau menuju ke sebuah hutan lebat. Sebelum sampai ke sana, kita berpapasan dengan seseorang dari arah hutan. Dia berlari sangat kencang sambil terengah-engah.

Orang itu berteriak, “Jangan masuk ke hutan itu, di sana ada seekor harimau yang sedang mengamuk!”. Apakah kita akan “beriman” (percaya) atau tidak kepada orang itu?

Kita tidak tahu orang yang berlari dari arah hutan itu siapa. Kita tidak tahu “track record” atau “CV” nya. Apakah orang itu “kompeten”, punya “integritas” atau tidak. Kita tidak tahu.

Dalam hal itu bisa jadi ada orang yang “beriman” (percaya) kepada orang tersebut, kemudian tidak melanjutkan perjalanan. Namun mungkin ada juga orang yang tidak peduli dan terus menuju hutan.

Apa yang dikatakan orang yang berlari dari arah hutan itu mungkin benar tapi bisa juga salah. Kalau benar, orang-orang yang “beriman” (percaya) kepada orang tersebut akan beruntung. Mereka akan selamat dari bahaya amukan harimau.

Sebaliknya bagi orang-orang yang tidak “beriman” (percaya) kepada orang tersebut akan merugi atau celaka. Mereka mungkin akan habis dimangsa oleh harimau. 

Akan tetapi jika apa yang dikatakan oleh orang yang berlari dari arah hutan itu salah (bohong), tidak akan ada kerugian bagi dua kelompok orang, baik mereka yang “beriman” (percaya) atau yang tidak “beriman” (percaya). Sebab tak ada resiko apa pun dari sikap “beriman” (percaya) atau yang tidak “beriman” (percaya).

Begitu pula kehidupan manusia sesudah mati sebagai masa depan kehidupan manusia. Apakah manusia akan dibangkitkan kembali dan akan menempati surga atau neraka? Boleh “beriman” (percaya) atau tidak “beriman” (percaya). Hanya ada konsekuensi yang harus ditanggung dari sikap yang diambil.

Kalau “beriman” (percaya) manusia akan mempersiapkan “bekal” untuk kehidupan nanti dengan banyak melakukan kebaikan. Namun kalau tidak “beriman” (percaya), mungkin tidak akan ada persiapan apa pun. Bahkan bisa jadi orang yang tidak “beriman” (percaya) akan hidup “semau gue”, tidak mengindahkan norma atau moral yang berlaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun