Orang itu berteriak, “Jangan masuk ke hutan itu, di sana ada seekor harimau yang sedang mengamuk!”. Apakah kita akan “beriman” (percaya) atau tidak kepada orang itu?
Kita tidak tahu orang yang berlari dari arah hutan itu siapa. Kita tidak tahu “track record” atau “CV” nya. Apakah orang itu “kompeten”, punya “integritas” atau tidak. Kita tidak tahu.
Dalam hal itu bisa jadi ada orang yang “beriman” (percaya) kepada orang tersebut, kemudian tidak melanjutkan perjalanan. Namun mungkin ada juga orang yang tidak peduli dan terus menuju hutan.
Apa yang dikatakan orang yang berlari dari arah hutan itu mungkin benar tapi bisa juga salah. Kalau benar, orang-orang yang “beriman” (percaya) kepada orang tersebut akan beruntung. Mereka akan selamat dari bahaya amukan harimau.
Sebaliknya bagi orang-orang yang tidak “beriman” (percaya) kepada orang tersebut akan merugi atau celaka. Mereka mungkin akan habis dimangsa oleh harimau.
Akan tetapi jika apa yang dikatakan oleh orang yang berlari dari arah hutan itu salah (bohong), tidak akan ada kerugian bagi dua kelompok orang, baik mereka yang “beriman” (percaya) atau yang tidak “beriman” (percaya). Sebab tak ada resiko apa pun dari sikap “beriman” (percaya) atau yang tidak “beriman” (percaya).
Begitu pula kehidupan manusia sesudah mati sebagai masa depan kehidupan manusia. Apakah manusia akan dibangkitkan kembali dan akan menempati surga atau neraka? Boleh “beriman” (percaya) atau tidak “beriman” (percaya). Hanya ada konsekuensi yang harus ditanggung dari sikap yang diambil.
Kalau “beriman” (percaya) manusia akan mempersiapkan “bekal” untuk kehidupan nanti dengan banyak melakukan kebaikan. Namun kalau tidak “beriman” (percaya), mungkin tidak akan ada persiapan apa pun. Bahkan bisa jadi orang yang tidak “beriman” (percaya) akan hidup “semau gue”, tidak mengindahkan norma atau moral yang berlaku.