Semua manusia akan mati, itu pasti. Siapa pun, cepat atau lambat pasti akan mati juga. Tak ada seorang pun manusia yang luput dari kematian. Baik orang yang berkuasa atau rakyat jelata, orang super kaya atau orang miskin papa, orang yang pintar berilmu atau orang yang kurang berilmu, dan lain-lain semua akan mati.
Lantas setelah manusia mati, ke mana atau menjadi apa? Hidup kembali dalam kehidupan selanjutnya atau hancur menjadi tanah sama seperti makhluk lainnya?
Bagi kaum atheis atau penganut materialisme, setelah mati manusia memang tamat riwayatnya. Tidak akan dihidupkan kembali. Hancur menjadi tanah.
Namun bagi kaum beragama tidak demikian. Kaum beragama yakin dan percaya, bahwa setelah manusia mati akan dibangkitkan kembali dalam kehidupan selanjutnya untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya semasa hidup di dunia.
Bagi kaum beragama manusia nanti setelah mati akan dihadapkan kepada “pengadilan” yang sebenarnya. Setelah itu manusia akan berujung kepada dua tempat, yakni tempat yang penuh kenikmatan bernama surga atau tempat yang penuh dengan kesengsaraan bernama neraka.
Secara empirik, keyakinan kaum beragama itu memang belum terbukti benar atau salah. Namun agama telah memberi informasi tentang kehidupan manusia selanjutnya. Dan informasi yang diberikan oleh agama itu bersifat “tidak ilmiah”, sebab salah satunya tidak bisa dibuktikan secara empirik.
Namun bukan berarti semua hal yang tidak bisa dibuktikan secara empirik atau “tidak ilmiah” itu tidak benar atau salah. Banyak hal di dunia ini, dalam kehidupan kita yang tidak empirik atau “tidak ilmiah” mengandung kebenaran yang pasti.
Adanya kehidupan sesudah mati itu tidak empirik dan “tidak ilmiah”. Itu ranah kepercayaan atau “iman”. Terserah manusia mau percaya atau tidak. Bagi mereka yang memiliki “iman” tentu akan percaya. Akan tetapi bagi mereka yang tidak memiliki “iman”, tak ada urusan dengan hal itu.
Namun sesungguhnya “iman” (sikap percaya) itu menyelamatkan. Dalam analogi berikut ini. “iman” bisa menjadi sangat penting.
Misalnya kita dan teman-teman kita mau menuju ke sebuah hutan lebat. Sebelum sampai ke sana, kita berpapasan dengan seseorang dari arah hutan. Dia berlari sangat kencang sambil terengah-engah.