Istilah "lailatul qadar" secara eksplisit bisa ditemukan dalam surat ke-97 dari Al-Qur'an, yakni QS. Al-Qadar. Di sana kata "lailatul qadar" disebut sebanyak tiga kali. Yaitu dalam ayat pertama, ayat kedua, dan ayat ketiga.
Dalam ayat pertama disebutkan bahwa Al-Qur'an itu diturunkan pada saat "lailatul qadar". Kemudian dalam ayat kedua merupakan kalimat tanya mengenai "lailatul qadar". Baru dalam ayat ketiga dijelaskan apa yang dimaksud dengan "lailatul qadar". Dalam ayat ketiga dijelaskan bahwa "lailatul qadar" itu lebih baik dari seribu bulan.
Secara etimologi "lailatul qadar" terdiri dari dua kata, yaitu lailah (lail) dan al-qadar. Lail artinya malam.
Malam adalah lawan siang. Malam merupakan waktu yang dimulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari.
Kemudian al-qadar. Kata al-qadar memiliki banyak arti. Kata al-qadar bisa bermakna penetapan dan pengaturan, kemuliaan, dan sempit.
Lailatul qadar dengan demikian bisa dimaknai sebagai malam penetapan dan pengaturan, malam kemuliaan, dan malam yang sempit.
Lailatul qadar disebut sebagai malam penetapan dan pengaturan karena pada malam itu terjadi ketetapan bagi perjalanan manusia.
Lailatul qadar disebut sebagai malam kemuliaan karena pada malam itu malam mulia tiada bandingannya. Malam itu mulia karena dipilih sebagai waktu diturunkannya Al-Qur'an al-Karim (Al-Qur'an yang mulia).
Lailatul qadar disebut sebagai malam yang sempit karena pada malam itu para malaikat turun berbondong-bondong ke bumi atas seizin-Nya. Mereka membawa wahyu-wahyu Allah SWT. Maksudnya saking banyaknya para malaikat, bumi seolah-olah menjadi sempit.
Secara istilah lailatul qadar bisa diartikan sebagai malam yang sangat penting dan istimewa, yang terjadi di bulan Ramadan dan bernilai lebih baik dari seribu bulan.
Hal yang mungkin menjadi pertanyaan banyak orang adalah, bagaimana "bentuk" atau "wujud" dari lailatul qadar itu? Lailatul qadar itu seperti apa? Apakah ada tanda-tanda fisik yang bisa dikenali ketika ada lailatul qadar?
Lailatul qadar termasuk sesuatu yang ghaib. Tidak ada seorang pun yang bisa mengetahui "bentuk" atau "wujud" dari lailatul qadar.
Lantas bagaimana umat Islam bisa meraih lailatul qadar, sementara lailatul qadar sendiri tidak bisa diketahui "bentuk" atau "wujud"nya? Dalam hal ini ada "clue" dari para ulama yang bisa dijadikan referensi.
Ada pendapat ulama yang menyatakan bahwa turunnya lailatul qadar itu pada tanggal 17 Ramadan. Hal itu berdasarkan QS. Al-Qadr yang menyatakan bahwa Al-Qur'an diturunkan pada malam lailatul qadar. Â Ayat Al-Qur'an pertama sendiri memang diturunkan pada tanggal 17 Ramadan.
Ada pendapat ulama lain yang menyatakan bahwa turunnya lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil di sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan. Artinya dari mulai tanggal 20 Ramadan ke atas.
Hal itu berdasarkan hadits dari Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. "Carilah lailatul qadar pada malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan".
Selanjutnya ada pendapat ulama yang menyatakan bahwa turunnya lailatul qadar itu terjadi pada malam ke-27 di bulan Ramadan. Hal itu berdasarkan salah satu hadits Nabi saw. yang diriwayatkan Imam Muslim. Disebutkan bahwa Ubay bin Ka'ab pernah berkata tentang lailatul qadar.
"Demi Allah, saya benar-benar mengetahuinya", kata Ka'ab. "Dia adalah suatu malam yang saat itu Rasulullah saw memerintahkan kami untuk mengerjakan shalat padanya. Tepatnya malam itu adalah malam ke-27."
Selain itu ada pula sebagian ulama yang berpendapat bahwa lailatul qadar jatuh pada malam kesembilan, malam ketujuh, dan malam kelima (Bulan Ramadan). Ada yang menyebut jatuh pada tanggal 21 Ramadan. Ada yang menyebut pada tujuh hari terakhir di bulan Ramadan, dan sebagainya.
Apa yang disampaikan para ulama itu sifatnya ijtihad. Artinya tidak bersifat pasti. Mungkin benar tapi bisa juga salah.
Waktu turunnya lailatul qadar "disembunyikan" mengandung hikmah agar umat Islam senantiasa semangat beribadah, taat dan tunduk patuh kepada-Nya, dan tidak melakukan kemaksiatan. Lailatul qadar adalah salah satu rahasia Ilahi sebagaimana kematian atau hari kiamat.
Lailatul qadar harus "dijemput", bukan ditunggu. Cara menjemputnya adalah dengan cara beribadah, mendekatkan diri kepada-Nya, disertai dengan bertaubat, yakni menyadari segala dosa dan kesalahan yang telah dilakukan.
Hal tersebut jika dilakukan dengan penuh kesadaran, ikhlas, dan berkesinambungan, akan berbekas dalam jiwa. Sehingga hal itu kemudian akan menimbulkan kedamaian dan ketentraman.
Amalan-amalan yang bisa dilakukan ketika "menjemput" lailatul qadar antara lain i'tikaf (berdiam diri di masjid), berzikir, berdo'a, tadarrus Al-Qur'an, dan lain-lain.
Ada pun bacaan do'a khusus pada saat itu adalah do'a "sapu jagat", yakni "robbanaa aatina fiddun-ya hasanah wafil aakhiroti hasanah waqinaa adzabannaar". Namun bisa juga "Allohumma innaka afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'annii".
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI