Umat Islam di seluruh dunia, hari ini tanggal 10 Dzulhijjah 1442 Hijriyah (20/07/2021) merayakan hari raya Idul Adha. Sementara umat Islam yang sedang melaksanakan ibadah haji, pada hari ini semua sedang menunaikan salah satu ritual ibadah haji, yaitu melontar jumrah.
Idul Adha tahun ini merupakan Idul Adha kedua di masa pandemi dan di tengah lonjakan kasus baru covid-19. Oleh karena itu pemerintah melalui kementerian agama membuat edaran untuk tidak melaksanakan takbiran dan shalat Idul Adha di masjid-masjid.
Pemerintah menganjurkan umat Islam untuk takbiran dan shalat Idul Adha di rumah saja. Masjid-masjid diperintahkan untuk ditutup sementara.
Tujuan pemerintah adalah untuk mencegah terjadinya kerumunan. Sebab kerumunan berpotensi menjadi media penyebraan virus corona (covid-19).
Idul Adha dikenal juga dengan sebutan Idul Qurban atau Lebaran Haji. Idul Adha disebut Idul Qurban karena secara semantik kata "adha" dengan kata "qurban" memang semakna.
Kata "adha" berasal dari kata "udhhiyyah" atau "adhahiyyah". Â Kata "udhhiyyah" atau "adhahiyyah" berarti kurban atau binatang sembelihan. Kata "qurban" sendiri memiliki makna "dekat".
Disebut demikian karena pada hari raya Idul Adha diadakan penyembelihan hewan kurban berupa kambing atau domba, sapi, kerbau, atau onta. Tujuannya adalah untuk "mendekatkan" diri kepada Allah swt.
Idul Adha tidak terlepas dari sejarah "bapak para nabi", yaitu Ibrahim AS dan putranya Ismail AS. Idul Adha justeru bisa dimaknai sebagai ritual "napak tilas" apa yang telah dilakukan oleh kedua nabi tersebut.
Ritual menyembelih hewan kurban di hari raya Idul Adha dan hari tasyrik (3 hari setelah Idul Adha) merupakan "pengulangan" kembali ritual Ibrahim AS dan Ismail AS. Â Hal itu diabadikan dan terus "diperingati" oleh seluruh umat Islam agar menjadi pelajaran bagi semua.
Pengorbanan umat Islam menyembelih hewan kurban, baik kambing atau domba, sapi, kerbau, atau onta tidaklah seberapa dibandingkan dengan pengorbanan Ibrahim AS dan Ismail AS dulu. Waktu itu Ibrahim AS diminta untuk berkorban, yakni diperintahkan Allah swt. untuk menyembelih sang anak, Ismail. Â Â
Adakah perintah yang lebih  berat dari  itu? Tentu tidak ada. Bahkan siapa pun pasti mau berkorban apa saja demi keselamatan sang anak. Ini malah sang anak yang minta dikorbankan.
Ibrahim AS menerima perintah itu melalui sebuah mimpi. Tapi bukan mimpi sembarang mimpi.
Ismail adalah anak yang sudah sangat lama dinantikan kehadirannya oleh Ibrahim AS dan sang isteri Hajar. Dikisahkan bahwa Ibrahim AS dan sang isteri baru dikaruniai anak, yaitu Ismail ketika mereka mendekati usia 100 tahun. Sebuah penantian yang sangat lama.
Bisa dibayangkan bagaimana perasaan Ibrahim AS ketika mendapat perintah untuk menyembelih sang anak Ismail. Anak satu-satunya, anak yang sangat dinantikan, dan anak yang sangat dicintai tiba-tiba harus disembelih.
Sebagai seorang manusia, Ibrahim AS juga sempat merasa gundah dan ragu akan perintah itu. Namun ketaatan Ibrahim kepada Allah swt. lebih besar dibandingkan dengan kecintaan kepada anaknya, Ismail.
Ibrahim AS pun memberanikan diri untuk menyampaikan mimpinya itu kepada Ismail. Luar biasa, Ismail yang kala itu berusia 14 belas tahunan bukannya bersedih atau takut mendengar perintah dalam mimpi itu. Ismail malah menyuruh sang bapak untuk melaksanakan perintah itu.
Bayangkan, usia 14 tahun adalah usia anak yang sedang lucu-lucunya. Usia 14 tahun juga usia anak ketika sedang manja-manjanya dan dekat-dekatnya dengan orang tua.
Seandainya "perintah menyembelih anak" datang kepada kita manusia biasa, bisa dipastikan kita dan anak kita akan mengingkarinya. Kita tidak akan melaksanakan perintah itu.
Namun Ibrahim AS dan Ismail AS adalah dua orang manusia pilihan. Keimanan dan ketakwaannya jauh di atas orang-orang biasa.
Walau pun begitu, sebagai seorang manusia Ibrahim AS juga wajar memiliki rasa sedih ketika mau melaksanakan perintah untuk menyembelih sang anak, yakni Ismail itu. Perasaan berat juga pasti ada.
Ibrahim membulatkan hati dan keimanannya untuk melaksanakan perintah Allah menyembelih sang anak, Ismail. Dengan berserah diri kepada Allah swt., Ibrahim kemudian membaringkan Ismail.
Mata Ismail ditutup kain. Sementara mata Ibrahim sendiri terpejam dan bercucuran air mata. Ibrahim pun mulai menyembelih Ismail.
Perintah Allah swt., kepada Ibrahim untuk menyembelih Ismail bukanlah sebenarnya. Hal itu hanya ujian keimanan, ketakwaan, ketaatan, dan keikhlasan Ibrahim dan ismail.
Oleh karena itu ketika pedang yang sangat tajam akan mengenai leher Ismail, Allah swt. segera menggantikan Ismail dengan seekor domba jantan nan besar. Pedang tidak melukai leher Ismail. Ismail selamat tanpa terluka sedikit pun.
Setiap tahun umat Islam dianjurkan untuk meniru pengorbanan Ibrahim As dan Ismail AS, dalam bentuk yang berbeda. Umat Islam tidak harus menyembelih anaknya ketika Idul Adha tiba. Mereka cukup menggantinya dengan menyembelih hewan kurban.
Namun hal itu pun masih terasa berat bagi mereka yang keimanan dan ketaatannya rendah. Kendati memiliki harta yang cukup, mereka enggan untuk menyembelih hewan kurban. Sekali pun hanya seekor domba atau kambing.
Semua kembali kepada keimanan masing-masing. Semua kembali kepada ketaatan masing-masing.
Kisah Ibrahim dan Ismail adalah kisah nyata yang telah terjadi di masa lalu. Kisah Ibrahim dan Ismail pun bukanlah sebuah cerita fiksi. Kisah Ibrahim dan Ismail adalah sebuah pelajaran bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H