Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Hantu Pilkada Peduli Pandemi

5 Oktober 2020   23:28 Diperbarui: 6 Oktober 2020   01:11 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hantu di ruangan gelap (pixabay.com)

Berikut ini adalah cerita fiksi horor terkait Pilkada. Ada sedikit pesan yang ingin disampaikan dalam cerita ini. Selamat menikmati !

Sebagai salah seorang anggota tim sukses salah satu pasangan calon kepala daerah, kegiatan Bang Joni sangat padat. Dalam masa kampanye yang cukup panjang, Bang Joni sibuk mengurus berbagai agenda kegiatan kampanye paslon yang didukungnya. Bang Joni benar-benar bekerja total demi kemenangan paslon yang didukungnya itu.

Hal itu menyebabkan Bang Joni sering kurang istirahat. Tidur pun kadang hanya 2-3 jam saja tiap malamnya. Oleh karena itu Bang Joni sering memanfaatkan waktu untuk sekedar memejamkan matanya jika ada kesempatan, walau pun hanya 10 atau 20 menit.

Bang Joni melakukan hal itu tak pandang tempat. Bang Joni bisa melakukannya di mobil, di ruang pertemuan, atau di musholla setelah ia melaksanakan sholat. Bang Joni benar-benar memanfaatkan waktu dan tempat yang ada dengan sebaik-baiknya untuk istirahat sejenak.

Seperti pada suatu siang, sehabis makan nasi kotak Bang joni menuju musholla untuk melaksanakan sholat dhuhur. Di samping itu Bang Joni sudah punya niat lain, yakni setelah sholat akan tidur barang sebentar di pojok musholla.

Singkat cerita Bang Joni selesai melaksanakan sholat dhuhur. Kemudian Bang Joni bergeser ke pojok musholla untuk melaksanakan niatnya, yakni tidur barang sebentar di pojok musholla.

Sambil membuka gawai, Bang Joni bersandar ke dinding pojok musholla. Matanya perlahan meredup.

Tiba-tiba Bang Joni seperti berada di ruangan nan gelap. Tak ada cahaya sedikit pun yang terlihat di sana.

Bang Joni merasa bingung sekaligus takut. Apalagi hidungnya mencium bau kemenyan. Bang Joni merinding dan bulu kuduknya berdiri.

Bang Joni berusaha menenangkan diri sambil mulutnya komat-kamit baca do'a. Ia mencoba meraba-raba dinding ruangan itu mencari jalan keluar.

Akan tetapi usaha Bang Joni sia-sia. Bang Joni tak menemukan pintu atau jendela satu pun. Seluruh dinding ruangan seperti tak berpintu atau berjendela.

Tiba-tiba Bang Joni mendengar suara tangisan bayi dari arah belakang. Bang Joni kaget bukan main. Tengkuknya terasa menebal.

Dalam keadaan badan gemetar, Bang Joni menoleh ke arah suara sambil tetap komat-kamit baca do'a. Akan tetapi Bang Joni tak melihat apa pun, sebab keadaan memang gelap gulita.

Suara tangisan bayi semakin keras terdengar. Saking takutnya, walau pun dalam keadaan gelap gulita tanpa pikir panjang Bang Joni langsung ambil langkah seribu.

Baru beberapa saat berlari, kepala Bang Joni terantuk sebuah benda. "Wadaww...!", Bang Joni berteriak kesakitan. Gubrak, ia terjatuh.

Dalam keadaan pusing dan kesakitan Bang Joni meraba bagian kepala yang terbentur tadi. Seperti muncul benda sebesar telur bebek di sana.

Bang Joni kemudian bangkit, lalu berlari kembali dengan tanpa arah. Akan tetapi hal yang sama terjadi. Kepala Bang Joni kembali terbentur sebuah benda.

Bang Joni kembali terjatuh sambil berteriak kesakitan. Bang joni merasa kepalanya pusing, berputar-putar tujuh keliling.

Dalam keadaan terduduk, tak sengaja Bang Joni meraba sebuah benda keras berbentuk bulat sebesar buah kelapa. Tangan Bang Joni terus meraba-raba benda itu, seperti ada dua lobang sebesar buah terong di salah satu sisi benda itu.

Bang Joni sedikit bertanya-tanya dalam hati, benda apa gerangan yang ada di hadapannya. Seketika Bang Joni ingat sesuatu. Jantung Bang Joni berdenyut lebih keras,

"Jangan-jangan....", bisiknya dalam hati. "Tengkoraaaakkk...! Tiba-tiba Bang Joni berteriak histeris.

Bang Joni merasa badannya lemah lunglai. Tangan dan kakinya kaku tak bisa digerakkan.

Dalam keadaan seperti itu, dari kejauhan Bang Joni melihat sebuah cahaya bergerak mendekatinya. Badan Bang Joni semakin terasa lemah tak berdaya.

Cahaya itu terus bergerak mendekat. Semakin dekat, semakin dekat, dan... sekitar jarak tiga meter persis dihadapannya, Bang Joni melihat dengan jelas di balik cahaya itu ternyata sesosok perempuan.

Bang Joni semakin ketakutan. Jantungnya seperti berhenti berdetak. Apalagi ketika sosok perempuan itu mendekat. Sorot matanya terlihat jelas sangat tajam menyala.

Dalam ketakutan yang sangat, Bang Joni memejamkan matanya. Seketika seperti ada angin dingin lewat di tengkuknya. Terdengar ada suara lemah tapi sangat jelas berbisik di telinganya.

"Bang....! Ingat Bang...! Sekarang lagi pandemi. Jangan melanggar aturan kampanye, jangan mengumpulkan massa banyak-banyak.

"Perhatikan protokol kesehatan. Selalu pakai masker, sering cuci tangan, dan jaga jarak. Ingat, Bang... Saat ini pandemi masih tinggi !"

Suasana senyap. Bang Joni tak mendengar lagi ada suara bisikan di telinganya. Perlahan Bang Joni membuka matanya.

Tiba-tiba terdengar suara banyak orang tertawa riuh dari arah depan dan samping. Mereka semua menunjuk ke arah mulut Bang Joni.

Mereka yang tertawa itu ternyata teman-teman Bang Joni. Bang Joni pun terbangun dari tidurnya di pojok musholla. Bang Joni kaget bercampur malu seraya mengusap cairan bening yang meleleh dari sela-sela bibirnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun