Profesor Euis Sunarti mempersoalkan nama RUU PKS. Menurutnya penamaan RUU PKS agar diganti menjadi Penghapusan Kejahatan Seksual (sama seperti yang diusulkan Fraksi PKS) jika RUU tersebut tidak bisa mengakomodir semua definisi kekerasan. Selain itu, menurutnya RUU PKS belum layak disahkan karena banyak permasalahan yang belum jelas di dalamnya.
Sedangkan Maimon Herawati dengan keras menyebut RUU PKS sebagai "RUU Pro-Zina", Bahkan ia kemudian membuat petisi melalui situs change.org untuk menggalang dukungan menolak RUU PKS.
Beberapa elemen masyarakat lain juga memiliki kekhawatiran lainnya, bahwa RUU PKS berpotensi melegalkan zina, aborsi, dan LGBT. Walaupun kekhawatiran itu bersifat sangat subjektif.
Apakah mereka salah memiliki pandangan yang berbeda dengan tujuan dimunculkannya RUU PKS? Tentu tidak. Siapa pun boleh berpendapat karena negeri ini adalah negara demokrasi. Setiap orang dijamin Undang-undang untuk berpendapat.
Kita percaya bahwa mereka yang menolak RUU PKS juga pasti bertujuan baik. Mereka memiliki tujuan yang sama. Yakni sama-sama ingin melindungi orang-orang agar tidak menjadi korban kekerasan atau kejahatan seksual.
Sepertinya pihak-pihak yang menolak RUU PKS sangat protektif karena mereka tidak ingin ada celah kekosongan yang justeru bisa dimanfaatkan oleh para penjahat seksual untuk melakukan kejahatan seksual lain yang ada dalam celah tadi. Ini sebagai bentuk super kehati-hatian saja.
Terlepas dari pro-kontra RUU PKS ini, yang jelas para anggota DPR yang menangani pembahasan RUU PKS ini gagal melakukan kompromi satu sama lain dan gagal menemukan titik temu. Sehingga pembahasan RUU PKS ini berlarut-larut sampai memakan waktu bertahun-tahun tapi terus menerus selalu menemui kebuntuan.
Padahal masalah kekerasan atau kejahatan seksual sesuatu yang sangat urgen. RUU PKS sebagai salah satu payung hukum bagi para korban kekerasan atau kejahatan seksual tentu sangat penting untuk segera disahkan.
Para anggota DPR yang menangani pembahasan RUU PKS seharusnya tidak berpikir menang-kalah. Apakah mereka yang mendukung RUU PKS yang menang atau mereka yang menolak RUU PKS yang menang. Tidak begitu.
Hal yang harus dijadikan pertimbangan para anggota DPR yang menangani pembahasan RUU PKS adalah substansi dari apa yang disampaikan oleh mereka yang mendukung atau yang menolak RUU PKS, bukan dari redaksi yang mereka sampaikan.Â
Kalau itu yang dilakukan, nampaknya RUU PKS tidak akan sampai deadlock bertahun-tahun.