RUU PKS sebenarnya bukan satu-satunya RUU yang ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020. RUU PKS tidak sendirian. Ada 15 RUU lain yang juga mengalami hal yang sama.
Berdasarkan hasil rapat evaluasi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Badan Legislasi DPR dengan Dewan Perwakilan Daerah dan dengan Menteri Hukum dan HAM, Kamis, 02 Juli 2020 yang dirilis kompas.com.
Selain RUU PKS (Nomor Urut 16 dalam Prolegnas), RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Nomor Urut 1 dalam Prolegnas), RUU Penyiaran (Nomor Urut 2 dalam Prolegnas), RUU Pertanahan (Nomor Urut 3 dalam Prolegnas), RUU Kehutanan (Nomor Urut 7 dalam Prolegnas), RUU Perikanan (Nomor Urut 8 dalam Prolegnas), RUU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Nomor Urut 9 dalam Prolegnas), RUU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Nomor Urut 18 dalam Prolegnas), dan RUU Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Nomor Urut 12 dalam Prolegnas) juga termasuk RUU yang ditarik dari Prolegnas Prioritas 2020.
Selain itu ada RUU Gerakan Pramuka (Nomor Urut 20 dalam Prolegnas), RUU Otoritas Jasa Keuangan (Nomor Urut 22 dalam Prolegnas), RUU Pendidikan Kedokteran (Nomor Urut 32 dalam Prolegnas), RUU Sistem Kesehatan Nasional (Nomor Urut 28 dalam Prolegnas), RUU Kefarmasian (Nomor Urut 29 dalam Prolegnas), RUU Perlindungan dan Bantuan Sosial (Nomor Urut 30 dalam Prolegnas), dan RUU Kependudukan dan Keluarga Nasional (Nomor Urut 33 dalam Prolegnas).
Walaupun RUU PKS bukan satu-satunya RUU yang terjegal dari Prolegnas Prioritas 2020, karena ternyata banyak "teman" RUU lain yang bernasib sama, tetap saja RUU PKS menyisakan pertanyaan.Â
Seperti pertanyaan, apakah RUU PKS sangat rumit sehingga tidak bisa diselesaikan selama bertahun-tahun? Atau, apakah para anggota DPR tidak bisa melakukan kompromi dan menemukan titik temu?
Alotnya pembahasan RUU PKS tidak terlepas dari adanya beberapa pasal yang dianggap kontroversi atau multi tafsir. Di internal DPR, Fraksi PKS (Partai Keadilan Sejahtera) yang paling keras menentang RUU PKS ini misalnya, mempersoalkan banyak hal. Seperti masalah nama RUU dan beberapa definisi.
Mengenai nama, Fraksi PKS mengusulkan nama Rancangan Undang-undang Penghapusan Kejahatan Seksual, bukan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual.Â
Fraksi PKS beralasan mereka ingin fokus tidak melebar kepada isu-isu di luar kejahatan seksual. Tetapi hanya fokus kepada pemerkosaan, penyiksaan seksual, penyimpangan perilaku seksual, pelibatan anak dalam tindakan seksual dan incest.
Fraksi PKS juga mempermasalahkan beberapa definisi dalam RUU PKS itu. Seperti definisi pelecehan seksual, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, dan perbudakan seksual.
Sedangkan di eksternal DPR, banyak pihak, baik kelompok atau perorangan yang juga memiliki pandangan hampir sama dengan Fraksi PKS. Seperti seorang guru besar dari IPB (Institut Pertanian Bogor) sekaligus Ketua Perkumpulan Penggiat Keluarga (GiGa), Profesor Euis Sunarti dan dosen jurnalistik UNPAD (Universitas Padjadjaran) Bandung, Maimon Herawati misalnya.