Saya menduga si pemberi "nasi anjing" memberikan label seperti itu juga untuk mengkontraskan dengan "nasi kucing" agar orang mudah mengingatnya. Sebagaimana kita maklum bahwa "nasi kucing" sudah familiar di telinga banyak orang sebagai "paket" nasi lengkap dengan lauk, Â sambal, dan tempe. Hanya porsinya kecil.
Semua orang tahu, dalam dunia binatang kucing dan anjing adalah dua legenda yang sangat familiar walaupun selalu saling bermusuhan, tidak pernah akur. Sewaktu orang mendengar kata "kucing", maka akan teringat pula kata "anjing". Begitupula sebaliknya.
Terlepas dari apa pun motif si pemberi "nasi anjing", kita harus bersyukur karena masih ada orang-orang yang memiliki kepedulian kepada sesamanya. Mereka melakukan aksi nyata dengan memberikan makanan siap santap yang memang dibutuhkan banyak warga.
Selain itu kasus "nasi anjing" juga harus menjadi sebuah pelajaran bagi kita semua bahwa memiliki niat atau maksud baik tidaklah cukup. Cara yang ditempuh atau dilakukan juga harus baik. Kalau tidak, maka akan berakibat seperti kasus tersebut. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H