Mohon tunggu...
Wiwin Zein
Wiwin Zein Mohon Tunggu... Freelancer - Wisdom Lover

Tinggal di Cianjur

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Harus "Nasi Anjing"?

27 April 2020   09:09 Diperbarui: 27 April 2020   09:10 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tujuan yang baik jika dilakukan dengan cara yang tidak baik, akan mengakibatkan sesuatu yang tidak baik. Salah satu bukti hal  tersebut adalah kasus "nasi  anjing" yang menjadi viral di media sosial. Kasus tersebut muncul pada hari Minggu dini hari, 26 April 2020 di sekitar masjid Babah alun-alun Warakas, Tanjung Priok Jakarta Utara.

Saya yakin si pemberi "nasi anjing" berniat baik. Mereka ingin berbagi kepada sesama, ingin meringankan beban orang-orang kecil yang terdampak wabah Corona, dan ingin menebar kebaikan di bulan suci.

Hanya saja cara yang mereka lakukan tidak baik. Dikatakan tidak baik bukan karena si pemberi "nasi anjing" membagi-bagikan nasi itu di jalanan. Tetapi memberi label nasi yang mereka bagikan itu dengan label "nasi anjing".

Kata "anjing" yang digandengkan setelah kata "nasi" untuk memberi label satu porsi nasi lengkap dengan lauk pauknya telah mengakibatkan persepsi yang tidak baik dan mengakibatkan warga penerima nasi bungkus itu merasa dilecehkan. 

Maklum saja, warga penerima "nasi anjing" itu mayoritas beragama Islam. Sedangkan hewan bernama anjing dalam ajaran Islam adalah hewan yang dikategorikan najis dan diharamkan.

Oleh karena itu, sebagaimana dilansir https://megapolitan.kompas.com/ (27/04/2020) warga melaporkan kasus tersebut kepada polisi. Polisi menindaklanjuti laporan tersebut dengan memeriksa beberapa orang saksi dan menyita barang bukti. Polisi kemudian memeriksakan barang bukti itu ke laboratorium guna mengetahui isi lauk pauk di dalamnya.

Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa isi lauk pauk "nasi anjing" itu sendiri bukanlah daging anjing, melainkan cumi, sosis daging sapi, dan teri. Kemudian diketahui pula bahwa pemberi "nasi anjing" itu adalah sebuah komunitas bernama ARK Qahal yang berpusat di Jakarta Barat.

Pemberi "nasi anjing" kemudian secara langsung mendatangi warga dan memberi klarifiikasi mengenai pemberian label "nasi anjing" dan logo kepala anjing yang ada dalam bungkus nasi. 

Menurut mereka, hal itu untuk menggambarkan sifat anjing yang setia dan mampu bertahan di tengah kesulitan. Selain itu diberi label "nasi anjing" karena porsinya lebih besar sedikit dari "nasi kucing".

Klarifikasi dari pemberi "nasi anjing" memang cukup masuk akal, tetapi tidak pas. Hewan yang disimbolkan sebagai hewan setia tidak hanya anjing. Ada banyak hewan lain yang disimbolkan sebagai hewan setia, seperti merpati, angsa, atau penguin misalnya.

Mengapa harus "nasi anjing"? Padahal kalau pemberi nasi memberi label nasinya dengan "nasi angsa" atau "nasi merpati" misalnya, akan lebih memiliki makna mendalam dan memiliki nilai rasa yang baik. Bahkan mungkin sedikit lucu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun