Teori Empati menurut Martin Hoffman
Empati adalah kemampuan untuk memahami dan merasakan emosi orang lain, serta meresponsnya dengan cara yang sesuai. Martin Hoffman, seorang psikolog perkembangan terkemuka, mengembangkan teori empati yang menjelaskan bagaimana kemampuan ini berkembang sejak masa kanak-kanak hingga dewasa. Hoffman percaya bahwa empati memainkan peran penting dalam pembentukan moralitas, hubungan sosial, dan perilaku prososial. Artikel ini akan membahas teori empati Martin Hoffman secara mendalam, termasuk tahapan perkembangan empati dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
1. Pengertian Empati Menurut Hoffman
Menurut Martin Hoffman, empati adalah respons afektif yang muncul ketika seseorang merasakan emosi yang sesuai dengan situasi emosional orang lain. Empati tidak hanya melibatkan kemampuan untuk memahami emosi orang lain, tetapi juga perasaan tergerak untuk membantu atau merespons dengan cara yang mendukung.
Hoffman menekankan bahwa empati bukan hanya reaksi emosional spontan, tetapi juga proses yang berkembang seiring dengan pertumbuhan kognitif dan pengalaman sosial individu. Ia percaya bahwa empati adalah dasar dari moralitas manusia, karena kemampuan untuk merasakan penderitaan orang lain mendorong perilaku prososial, seperti membantu, berbagi, dan peduli.
2. Tahapan Perkembangan Empati
Hoffman mengidentifikasi empat tahapan utama dalam perkembangan empati, yang menunjukkan bagaimana kemampuan ini berkembang secara bertahap sejak lahir hingga dewasa. Tahapan tersebut adalah:
. Empati Global (Global Empathy)
Tahap ini terjadi pada bayi baru lahir hingga usia satu tahun. Pada tahap ini, bayi merespons emosi orang lain tanpa memahami bahwa emosi tersebut berasal dari orang lain. Misalnya, bayi mungkin menangis ketika mendengar tangisan bayi lain, karena mereka "merasa" emosi tersebut tanpa membedakan dirinya dengan oranglain
.Empati Egocentris (Egocentric Empathy)
Tahap ini muncul sekitar usia satu hingga dua tahun. Anak mulai menyadari bahwa emosi yang dirasakan orang lain berbeda dari emosi mereka sendiri. Namun, respons empatik mereka masih egosentris. Misalnya, seorang anak mungkin memberikan mainan favoritnya kepada teman yang sedih, meskipun mainan tersebut belum tentu membantu teman tersebut merasa lebih baik.
. Empati untuk perasaan orang lain
Pada usia dua hingga tiga tahun, anak-anak mulai memahami bahwa orang lain memiliki perspektif dan perasaan yang berbeda. Mereka mulai menunjukkan respons empatik yang lebih sesuai dengan kebutuhan orang lain. Misalnya, seorang anak mungkin memeluk temannya yang menangis untuk memberikan kenyamanan.
.Empati Berbasis Perspektif (Empathy for Another's Life Condition)
Tahap ini muncul pada akhir masa kanak-kanak hingga dewasa. Pada tahap ini, individu tidak hanya memahami emosi orang lain dalam situasi tertentu tetapi juga mampu melihat bagaimana kondisi hidup seseorang memengaruhi perasaannya secara keseluruhan. Empati pada tahap ini lebih kompleks dan melibatkan kemampuan berpikir abstrak, seperti memahami ketidakadilan sosial atau penderitaan kelompok tertentu.
3.Faktor-Faktor yang Memengaruhi Empati
Hoffman menjelaskan bahwa perkembangan empati dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal, antara lain:
a. Faktor Biologis
Empati memiliki dasar biologis yang terkait dengan fungsi otak, terutama di area seperti amigdala dan korteks prefrontal. Kemampuan untuk merespons emosi orang lain juga dipengaruhi oleh hormon, seperti oksitosin, yang terkait dengan ikatan sosial.
b. Pengasuhan Orang Tua
Orang tua memainkan peran penting dalam mengembangkan empati anak. Pola asuh yang hangat, responsif, dan penuh kasih sayang membantu anak belajar memahami dan menghargai perasaan orang lain. Sebaliknya, pola asuh yang keras atau tidak responsif dapat menghambat perkembangan empati.
d. Budaya dan Nilai-Nilai Sosial
Budaya dan norma sosial memengaruhi cara empati diajarkan dan diekspresikan. Misalnya, beberapa budaya lebih menekankan pentingnya solidaritas dan kolektivitas, yang dapat mendorong perkembangan empati yang lebih kuat.
4.Hoffman menekankan bahwa empati adalah motivasi utama di balik perilaku prososial. Ketika seseorang merasa terhubung dengan penderitaan orang lain, mereka cenderung termotivasi untuk membantu. Misalnya, melihat seseorang yang kesulitan membawa barang berat dapat memicu respons empatik yang mendorong individu untuk menawarkan bantuan.
5. Aplikasi Teori Empati Hoffman
Teori empati Hoffman memiliki aplikasi yang luas dalam berbagai bidang, antara lain:
1. Pendidikan
2. Psikologi klinisÂ
3. Resolusi konflikÂ
4. Kritik terhadap teori hoffmanÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H