Mohon tunggu...
Wiwien Wintarto
Wiwien Wintarto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis serba ada

Penulis, sejauh ini (2024) telah menerbitkan 46 judul buku, 22 di antaranya adalah novel, terutama di PT Gramedia Pustaka Utama. Buku terbaru "Tangguh: Anak Transmigran jadi Profesor di Amerika", diterbitkan Tatakata Grafika, yang merupakan biografi Peter Suwarno, associate professor di School of International Letters and Cultures di Arizone State University, Amerika Serikat.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Menanti Kebangkitan Kritik Film di Indonesia

14 Desember 2019   12:02 Diperbarui: 14 Desember 2019   15:55 3010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dunia perfilman luar negeri---setidaknya pada tingkat Hollywood---kritik film sebagai sebuah sistem sudah berjalan dengan baik. Ada tiga pilar utama kritik film yang mengemuka, dan oleh karenanya kemudian digunakan sebagai tolok ukur pencapaian kualitas film, baik sebagai komoditas industri maupun "artefak" seni budaya adiluhung. Mereka adalah IMDb (Internet Movie Database), Rotten Tomatoes, dan Metacritic.

Ketiganya menyarikan kritik-kritik film dengan cara yang kurang lebih sama, yaitu mengumpulkan artikel-artikel kritik dari banyak sumber berbeda dan mengambil skor rata-rata. Tulisan yang resmi diakui adalah kritik film dari media-media massa mainstream (awalnya surat kabar harian), seperti The Washington Post, LA Times, Chicago Sun-Times, atau The New York Times.

Tiap media memiliki satu atau beberapa kolumnis expert yang khusus menulis kritik film, seperti Leila untuk Tempo. Beberapa nama yang paling tersohor adalah Roger Ebert (1942-2013) dan Richard Roeper dari Chicago Sun-Times, Claudia Puig (USA Today), Mick LaSalle (San Francisco Chronicles), dan juga James Berardinelli (Reelviews). 

Umumnya mereka menulis ulasan setelah diundang menghadiri pemutaran khusus (special screening) yang diperuntukkan bagi kalangan media. Ini biasanya dilakukan beberapa hari sebelum jadwal pemutaran resmi (premiere) film bersangkutan.

Tiap ulasan biasanya memberikan rating skor berupa bintang, antara nol hingga empat atau lima bintang. IMDb, Rotten Tomatoes, dan Metacritic kemudian menghitung dan menampilkan angka rata-rata dari semua kritik film resmi yang masuk ke data mereka. Hasilnya adalah berupa skor atau persentase kritik positif. 

Ada berapa persen dari keseluruhan kritik tersebut yang memberikan ulasan positif (disebut thumbs up), dan berapa persen yang sebaliknya (thumbs down).

Film dengan perhitungan rata-rata di atas 75% dianggap sebagai berkualitas. Yang berada di kisaran 40% hingga 70% disebut dengan istilah mixed review alias sedang-sedang saja (karena persentasi kritik positif dengan yang negatif imbang). Sedang angka rata-rata di bawah 40% masuk kategori film jelek. Kita dapat melihat ringkasan angka persentasi ini pada halaman Wikipedia tiap judul film di segmen Reception (atau Release).

Rangkuman kritik film
Rangkuman kritik film
Satu-satunya film Indonesia yang pernah merasakan kritik film standar Hollywood adalah The Raid (di Amerika Serikat diedarkan dengan judul The Raid: Redemption karena masalah hak cipta) karya Gareth Evans. Ulasan Roger Ebert untuk film tersebut bisa dibaca di sini. 

Meski secara umum The Raid mendapat rating tinggi terkait ulasan kritis, Ebert justru tak menyukainya dan hanya menghadiahkan satu dari maksimal empat bintang. Ia mendapat kritik atas kritiknya tersebut, dan kemudian harus menerbitkan artikel klarifikasi untuk menjelaskan latar belakang ulasannya.

Kita sebagai penonton pun kemudian sedikit banyak teredukasi soal apresiasi film, setidaknya dilihat dari pengamatan para kritikus film berlatarbelakang jurnalisme (karena ada juga dari background akademik, yang kerap kali dianggap "lebih pantas didengarkan" oleh para sineas). 

Dan kita jadi tahu bahwa film sejenis Independence Day dan Godzilla (keduanya karya sutradara Roland Emmerich) atau seri Bad Boys (Michael Bay) jebul dianggap amat jelek, meski populer dan merajai box office.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun