“Kenapa pakai diminum segala? Tinggal dibuang, habis perkara!”
“Nggak boleh buang-buang air. Mubazir. Dosa.”
“Astaga! Jadi dari tadi sampean itu ngglenggeng minum satu setengah liter cuman buat ngosongin botol?”
“Iya lah. Kok heran kenapa?” pas detik itu botol sempurna kosong, dan aku menghela napas sambil menyeka mulut pakai punggung tangan.
Si petugas menggeleng-geleng. “Amenangi jaman edan...”
Botol kosong kuulurkan, dan juga torong merah, yang kuambil dari Desy di belakang. Sang petugas menatapku heran. Menatap torong heran. Menatapku lagi.
“Masya Allah, Gusti paringana sabar! Itu buat apa pula, Mas?”
“Biar bensinnya bisa masuk ke botol dong. Mas-e ki aneh ik...”
Dia menatapku dengan muka datar. “Where have you been? Jupiter?”
Masih sambil menatapku, dengan santai dia memasukkan ujung selangnya ke botol. Cairan bensin mengalir lancar, memenuhi botol sedikit demi sedikit. Aku melongo.
Lalu yang kudengar hanya suara tawa keras Desy. Keras sekali. Orang-orang sepom bensin sampai menoleh. Aku menatap bloon torong merah di tanganku.