Mohon tunggu...
Wiwid Dolianto
Wiwid Dolianto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Suka Travelling

Menulis, berbagi dan diskusi mengenai banyak hal untuk kehidupan bermasyarakat yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lorong Rahasia [#2 The Series: Harta Karun Sang Kakek]

20 Oktober 2022   13:23 Diperbarui: 20 Oktober 2022   14:40 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Harta Karun Sang Kakek 

Hanya ada satu lampu yang diletakkan di atas pintu sebuah gua, cukup untuk penerangan di depan gua. Pintu gua itu cukup lebar, untuk memasukinya bisa berdiri tegak tanpa harus menundukkan kepala. Kami briefing dulu sebelum memasuki gua, dan menurut Sang Kakek, kita harus cepat keluar sebelum matahari terbit. Ini untuk menghindari penduduk sekitar mengetahui keberadaan kami serta maksud kami berada di daerah itu. Gua ini adalah sebuah lorong rahasia untuk menuju tempat penyimpanan harta karun. 

Hanya berbekal lampu senter dari hp sebagai penerangan dan petunjuk jalan dari Sang Kakek kami memasuki gua. Gua cukup lebar dan jalan juga tidak berkelok atau susah, masalahnya hanya penerangan saja yang kurang memadai, dan beberapa hp milik kami sudah menunjukkan low batt. Dan ini artinya kami hanya punya waktu tidak terlalu lama untuk memasuki gua sebagai lorong rahasia tempat harta karun disimpan. Sesekali kami mencium aroma wangi yang entah dari mana asalnya, padahal tempat tersebut tidak berventilasi baik. Merinding juga sih sebenarnya, tapi karena banyak orang dan ada Sang Kakek sebagai penunjuk jalan maka kami coba tepis rasa takut itu. 

Tibalah kami di ujung gua dan Sang Kakek memberikan isyarat kepada kami untuk berhenti. Setelah diperhatikan, ternyata gua merupakan jalan penghubung diantara 2 bukit, salah satu kaki bukit adalah tempat dimana kami parkir mobil. Pantas saja tempatnya sulit sekali dijangkau dan tidak mungkin rasanya ada orang kesini, cocok sekali untuk menyimpan harta karun. Demikian kami saling berbisik. Semoga lancar usaha kami, itu harapan kami saat itu. Terdengar sayup azdan sholat subuh berkumandang, itu berarti kami harus cepat sampai di lokasi. Ardi melihat jam di hp dan saat itu waktu menunjukkan pukul 4.25 WIB. "Kita masih punya waktu sekitar satu jam", ujar Ardi.

Kami putuskan untuk sholat subuh dulu, dengan tayamum kami bersuci. Sang Kakek dan pak De tidak ikut sholat subuh. Kami juga tidak mau bertanya lebih lanjut. Sang Kakek memberikan isyarat untuk segera bergegas menuju ke lokasi penyimpanan karena hari sudah menjelang pagi. Kami keluar dari gua dan menyusuri jalan yang dipenuhi dengan semak belukar, dan sampailah kami di tempat yang di maksud Sang Kakek. Tepat dibawah sebuah pohon besar nampak ada gundukan batu, sepertinya lokasi itu adalah sebuah bunker. Ada sebuah celah untuk membuka pintu bunker dan tidak terkunci. Waktu sudah menunjukkan pukul 5.10 WIB dan kami juga belum bisa melihat isi bunker tersebut. 

Pintu agak sulit dibuka karena memang ada karat dan lumpur yang menutupi sebagian permukaan karena hujan semalam. Kami belum berpikir jauh, bagaimana caranya membawa harta karun keluar dari tempat ini kemudian diangkut ke kantor kami. Yang penting kami bisa melihat dulu isi dalam bunker, dan urusan membawa harta karun itu nanti akan kami pikirkan. Tak lama berselang pintu bunker bisa dibuka, dengan bantuan sebuah kayu berukuran besar, kami akhirnya bisa membuka pintu bunker.

Kami memutuskan agar hanya Sang Kakek, Kapten, pak De, serta Kang Saepul saja yang masuk ke dalam bunker. Selebihnya akan menunggu di luar, berjaga - jaga. Hawa pengap keluar dari dalam bunker yang sudah lama tidak dibuka. Hanya ada dua senter hp yang masih tersisa dan bisa digunakan sebagai penerangan selama berada di dalam bunker. Tujuan kami hanya satu yaitu memastikan adanya harta karun yang dimaksud Sang Kakek, kemudian menghitung seberapa banyak yang bisa kami bawa nanti pada saat kami kembali lagi. Saat itu tidak memungkinkan membawa harta karun karena hari sudah terang dan kami tidak membawa perlengkapan yang memadai. Tak lupa kami juga akan mendokumentasikan isi dalam bunker serta titik koordinat lokasi. 

Instruksi dari Sang Kakek, bahwa pengambilan hanya bisa dilakukan saat malam hari antara jam 12 malam hingga sebelum matahari terbit. Ini yang kemudian menjadikan kendala tersendiri bagi kami. Hal itu sebenarnya cukup masuk akal, karena untuk menghindari jika diketahui penduduk. 

Tiba - tiba hp pak Kapten berbunyi, ada panggilan masuk dari kantor. "Kenapa ... kebakaran ?", teriak pak Kapten sesaat setelah masuk ke dalam bunker. Pak Kapten bergegas keluar dari bunker agar mendapatkan sinyal hp yang bagus. Terdengar samar suara penelpon diujung sana, tidak jelas apa yang sedang dibicarakan, namun dari dari gerak tubuh pak Kapten jelas sedang ada masalah. Apalagi pak Kapten menyebut kata kebakaran. Rupanya pak Kapten berbicara kepada Security kantor kami yang berjaga pada pagi itu. Informasinya ada kebakaran di sekitar ruang berkas tempat menyimpan berbagai berkas penting milik perusahaan, mitra perusahaan dan juga milik pelanggan. Security sudah memanggil pihak pemadam kebakaran, sebelumnya sudah dibantu oleh Security kantor lain di wilayah kami dengan menggunakan alat pemadam api ringan namun api belum berhasil dipadamkan. 

Konsentrasi kami seketika pecah menjadi dua, ingin segera masuk untuk mengetahui isi dalam bunker dan kedua yaitu ingin segera pulang dan menuju ke kantor karena ada masalah kebakaran di ruang dokumen penting. Kami khawatir dokumen penting perusahaan terbakar habis. Belum lama pak Kapten berbicara dan memberikan instruksi kepada Security kantor, hp pak Kapten mati karena habis battery. Sejurus kemudian pak Kapten meminjam hp Kang Saepul untuk melanjutkan komunikasi dengan kantor. Baru beberapa saat kemudian hp kang Saepul juga habis battery nya. 

Kami memutuskan untuk mengakhiri rencana masuk ke dalam bunker, karena sduah tidak ada penerangan yang bisa dipakai. Hp milik Sang Kakek sebenarnya bisa dipakai, namun kami takut habis juga battery nya nanti, sementara Sang Kakek mesti menjaga komunikasi dengan rekan - rekannya. Kami segera menyusuri kembali jalan yang penuh semak, jalan setapak berbatu, lorong gua serta jalan yang menuju ke parkiran mobil kami. Fokus kami hanya satu, yaitu kembali ke kantor Jakarta dan mengiventarisasi berkas - berkas yang masih tersisa. Komunikasi nanti kami lanjutkan dengan kantor saat hp bisa di charge di mobil saat kembali pulang.

Bersambung ... [#3. The Series : Harta Karun Sang Kakek] 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun