Mohon tunggu...
Wiwid Dolianto
Wiwid Dolianto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Suka Travelling

Menulis, berbagi dan diskusi mengenai banyak hal untuk kehidupan bermasyarakat yang lebih baik.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lorong Rahasia [#2 The Series: Harta Karun Sang Kakek]

20 Oktober 2022   13:23 Diperbarui: 20 Oktober 2022   14:40 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : Harta Karun Sang Kakek 

Saat itu juga kami sibuk mengabari keluarga yang ada di rumah bahwa kami akan pergi malam itu, meskipun tidak ada persiapan apa - apa dan hanya ada baju yang melekat di badan, kami sudah siap dengan perjalanan kami malam itu. Perjalanan di malam hari itu dengan tujuan untuk mengambil 'harta warisan' milik Sang Kakek. Pukul 21.45 WIB kami sudah siap memulai perjalanan dan awalnya kami mengira akan kembali ke pesisir pantai Selatan mengulang perjalanan beberapa minggu sebelumnya, namun ternyata tujuan kami malam itu berbeda. Kami terdiri dari dua kendaraan, Sang Kakek bersama Kapten dan Pak De satu mobil dengan Kang Saepul dan Ardi. Selebihnya bersama dalam mobil lainnya yaitu Erwin, Doni dan Saya (Wijanarko). 

Diiringi hujan yang masih turun tapi tidak selebat beberapa jam lalu, kami melewati jalan tol Lingkar Luar Jakarta yang masih lumayan padat dengan kendaraan. Mungkin ada tempat yang banjir sehingga jalan tol masih penuh hingga menjelang tengah malam. Rasa kantuk pun mulai menyerang dan pak Kapten yang menyetir dan sambil bernyanyi kecil mengusir rasa kantuk. Tidak banyak percakapan kami antara kami dengan Sang Kakek maupun pak De, terlihat sekali Sang Kakek komat - kamit mulutnya seperti berdo'a, kami pun enggan berbicara apalagi bercanda hanya untuk sekedar mengusir rasa kantuk. Kmai benar benar fokus menuju lokasi secepatnya. 

Keluar jalan tol Lingkar Luar Jakarta kemudian kami melanjutkan perjalanan melewati jalan tol Jagorawi. Kami memutuskan berhenti sejenak di rest area untuk sekedar ngopi dan buang air kecil. Tampak Sang Kakek masih tetap segar dengan kopi hitam dan rokok yang sudah habis 2 batang. Kami diminta sholat malam agar urusan lancar tanpa ada hambatan. Suasana sunyi dan hujan gerimis menemani obrolan kami malam itu. Sang Kakek membagikan sebuah photo, terdapat gambar Sang Kakek berlatar belakang beberapa peti berukuran besar. "Nanti barang - barang ini yang akan kalian bawa ke kantor" ujar Sang Kakek sambil menghembuskan asap rokok tebal. Pak Kapten berbisik kepada Kang Saepul,"bawanya bagaimana ya, mesti pakai mobil bak atau double cabin".  

Dengan ukuran kotak sebesar itu tidak mungkin akan kami bawa malam ini juga ke kantor atau tempat lain untuk disimpan, mungkin akan diambil beberapa hari kemudian setelah mengetahui lokasi serta apa saja yang perlu dipersiapkan. Kami diskusi dengan team lainnya melalui group chat WhatsApp sehingga Sang Kakek tidak mengetahui apa yang sedang kami diskusikan. 

Perjalanan kami lanjutkan, dan tak terasa kami sudah keluar jalan tol kemudian menyusuri jalan provinsi menuju lokasi. Google map mengarahkan kami ke jalan yang lebih sempit namun masih bisa dilewati 2 mobil jika berpapasan, tetapi harus hati - hati karena kondisi malam hari serta jalan licin setelah hujan sepanjang sore hingga malam hari ini. Kami melewati jalan berliku yang merupakan jalan pintas agar lebih cepat menuju lokasi penyimpanan harta Sang Kakek. Dengan google map masih sekitar 2 jam lagi kita sampai tujuan. Kang Saepul sebagai pemandu dengan lokasi yang telah di bagikan Sang Kakek di WhatsApp merasa heran dengan kondisi jalan yang kami lewati. Semakin lama jalan semakin sepi dan kanan - kiri jalan adalah hutan jati serta juga banyak pohon kelapa sawit. Suasana semakin mencekam setelah kami juga baru menyadari malam ini adalah malam Jum'at yang bagi sebagian besar orang akan takut melewati jalan ini. Kami yang terbagi 2 mobil berjalan beriringan dan sesekali kami berpapasan dengan mobil. Kami bersyukur karena masih ada teman, demikian pikiran kami.

Sang Kakek juga bercerita juga kalau hanya beliau yang mengetahui lokasi penyimpanan harta karun ini, keluarga serta teman dekat juga tidak diberikan informasi oleh Sang Kakek. Hal ini menurut Sang Kakek agar tidak terjadi salah paham dan menjadi rebutan karena ini bukan harta milik Sang Kakek. Ini adalah harta warisan leluhur salah satu kerajaan besar di Jawa Barat dan penggunaannya juga tidak boleh sembarangan. Hanya boleh untuk menjalankan usaha dan membantu orang yang sedang kesusahan. Hanya pak De saja sebagai orang luar yang mengikuti jejak Sang Kakek sejak 3 tahun lalu. Pak De juga adalah rekan kerja Sang Kakek saat mereka berada di Kalimantan beberapa puluh tahun lalu. Kami juga enggan bertanya asal usul Sang Kakek bisa mendapatkan harta karun. 

Sampailah kami di lokasi yang diarahkan oleh Google map dan waktu tepat menujukkan pukul 2.25 WIB dini hari. Angin malam yang dingin ditambah dengan rintik hujan gerimis sisa semalam menambah dingin yang menusuk tulang. Tidak ada persiapan khusus dari kami untuk perjalanan ini, termasuk  jaket maupun penutup kepala. Segera kami berkumpul dan sama sekali tidak ada acara istirahat apalagi ngopi - ngopi. Sang Kakek menginstruksikan agar ada satu atau dua dari kami yang berjaga di lokasi parkir kendaraan. Akhirnya Ardi dan saya yang mendapatkan mandat dari kapten untuk berjaga.

Suasana di sekitar tempat parkir adalah tanah lapang mungkin seluas lapangan bola basket, cukuplah untuk parkir sekitar 4 hingga 5 kendaraan roda empat. Di sekeliling terdapat hutan jati dan kondisi tanah berbukit. Samar samar terlihat lampu pemukiman penduduk d seberang bukit sana namun jarang - jarang dan letaknya saling berjauhan. Ada jalan setapak dengan jalan berbatu dengan lebar sekitar satu meter, cukup untuk 2 orang yg jalan saling berpapasan. Jalan itulah yang akan dilalui oleh team yang dipimpin Sang Kakek dan pak Kapten. Setelah berdo'a bersama, akhirnya berangkatlah mereka berenam, sementara saya dan Ardi menunggu di parkiran. 

Baru beberapa puluh langkah, pak Kapten memberi aba - aba untuk berhenti. Dan memutuskan untuk mengajak saya dan Ardi untuk turut serta. Pertimbangan pak Kapten karena demi keamanan kami berdua. "Nggak mungkin rasanya ada orang yang akan mencuri kendaraan kami, ini tempat sangat sepi dan sangat jauh dari pemukiman penduduk," demikian keputusan pak Kapten. Kang Saepul kemudian ditugaskan untuk menjemput saya dan Ardi. 

"Ok, Kapten kami datang", demikian saya berkata kepada pak Kapten dan kami pun melanjutkan perjalanan. Hanya dengan penerangan dari senter hp kami perlahan menyusuri jalan setapak dengan bebatuan yang tidak merata. Sesekali Sang Kakek tersandung batu dan mengumpat keras. Dengan tenang pak Kapten membujuk Sang Kakek agar memperlambat jalan dan tidak mengumpat karena lokasi kami sedang berada di hutan dan malam hari. "Iya pamali," timpal Kang Saepul dengan logat Sunda yang kental. Sang Kakek terlihat buru - buru karena takut kesiangan dan terlihat orang di sekitar tempat tersebut.

Ada cahaya lampu samar - samar terlihat di depan, seperti cahaya lampu minyak. Kami terus berjalan mengikuti gerak kaki Sang Kakek. Dan terlihat Sang Kakek memberi isyarat untuk menuju ke arah cahaya lampu tersebut. Jalan yang mulanya lebar namun berbatu, kini hanya jalan setapak yang hanya bisa dilewati oleh satu orang saja. Untuk mencapai arah cahaya lampu kami harus menelusuri jalan setapak yang cenderung naik. Sang Kakek bilang kalau ada yang menjaga gua ini tiap hari dan menyalakan lampu saat malam hari. Namun kami tidak melihat seorangpun yang berada di dekat gua. Kami terus berdoa agar tidak ada hewan buas atau bahkan ular yang menghalangi jalan kami. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun