Selama hidup, Anggito tidak punya rumah pribadi. Rumah dinas yang ditempati orang tuanya di Bulaksumur C-21 sudah diserahkan ke UGM. Di rumah yang ditempati ayahnya, dosen Teknologi Pertanian UGM, Anggito tumbuh menjadi remaja. Setelah menikah, Anggito tinggal bersama isteri, dan anak-anak di rumah mertua di kawasan Kotabaru, Yogyakarta. Sepulang studi S-2 di dan S-3 di University of Pennsylvania, Philadelphia, Amerika Serikat, Anggito kembali ke rumah mertuanya. Selama 10 tahun membangun karier di pemerintahan, Anggito berpindah-pindah rumah dinas.
“Saya tidak pernah punya rumah pribadi. Maunya memang punya rumah pribadi, tetapi kami tidak pernah menetap,” ujar Anggito.
Anggito berpendapat, rumah tidak harus berwujud bangunan. Di mana pun, asalkan kehangatan keluarga dirasakan, ia merasa telah menemukan rumah. Kehangatan itu kini hadir bersamaan dengan mewujudnya kerinduan Anggito kembali ke UGM dengan orang-orang tercinta ada di sekitarnya.
Anak pertamanya, Mahditya Putra Mahardika kuliah di UGM. Anak bungsunya, Nadia Rahma Pratiwi tinggal di asrama SMA Taruna Nusantara, Magelang, Jawa Tengah. Apalagi, di salah satu sudut taman rumah mertuanya berdiri tiang untuk berlatih bola bakset bersama putra sulungnya.
Kalau tidak puas bermain basket di UGM, Anggito dan Mahdiyta bermain bola basket bersama di halaman “rumah dinas” barunya.
Tidak terlalu istimewa untuk banyak orang, tetapi kehangatan hadir di sana.
Salam horeee
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H