Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Brutalisme Para Pendukung Sepakbola Vs Pilpres 2019

11 Oktober 2018   14:42 Diperbarui: 11 Oktober 2018   15:00 561
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia Sepakbola tanah air baru saja menggoreskan kisah yang  memilukan, dimana seorang supporter pendukung Persatuan Sepak Bola Jakarta ( Persija)  yang tergabung dalam kelompok  The Jakmania Haringga Sirila meregang nyawa akibat dikeroyok oleh supporter kesebelasan Persatuan Sepak Bola Bandung (Persib) Bobotoh Minggu 23 September 2018.

Peristiwa tersebut terjadi diareal perparkiran Stadion Bandung Lautan Api, beberapa jam sebelum pertandingan antara Persib Bandung melawan Kesebelasan Persija Jakarta, dalam even nasional Liga I Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).

Peristiwa ini meninggalkan duka yang panjang, baik bagi keluarga korban yang tidak mungkin lagi dapat bertemu dengan sang korban untuk selama lamanya. Dan menggoreskan rasa pilu bagi segenap pecinta  dan  para pemain sepakbola yang menjunjung tinggi rasa seportivitas.

Sampai sampai Presiden Joko Widodo (Jokowi), kepada media mengatakan jika sepakbola tidak lagi menjadi tontonan yang menarik dan menyenangkan. Hal itu disampaikan oleh Kepala Negara dalam menanggapi adanya supporter yang tewas akibat keberutalan para supporter.

Peristiwa tragis yang dialami oleh supporter The Jakmania, menambah panjang jumlah supporter sepakbola yang merenggang nyawa dalam pentas sepakbola.

Menurut data yang direlis oleh salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sepakbola Save Our Soccer (SOS) menyebutkan, sepanjang sejarah persepakbolaan ditanah air telah tercatat 56 orang suppoerter yang tewas. Baik akibat tauran antara supporter, maupun akibat kecelakaan lalu lintas.

Dan mungkin Haringga Sarila, bukanlah supporter yang terakhir meregang nyawa dalam pentas sepak bola Nasional ditanah air.

Pada hal sepakbola adalah salah satu sarana untuk mempersatukan bangsa. Tapi sayangnya sarana untuk mempersatukan bangsa ini telah dicedrai oleh sekelompok orang yang tergabung dalam kelompok supporter atau pendukung dari salah satu kesebelasan yang diidolakannya.

Dalam konstek seperti ini tentu menimbulkan pertanyaan. Kenapa supporter yang mendukung kesebelasan yang diidolakannya, tidak mencontoh prilaku para pemain sepakbola yang tergabung didalam kesebelasan idolanya. Yang menjunjung tinggi nilai nilai persaudaraan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan lebih mengemukakan permainan yang didukung seportivitas dalam mengolah sikulit bundar dilapangan hijau.

Sekalipun dalam pertandingan yang bertemu kesebelasan dengan istillah musuh berbuyutan, yang diwarnai dengan permainan keras, yang terkadang berakhir dengan kericuhan.

Akan tetapi ketika peliut panjang berbunyi menandakan pertandingan telah usai, para pemain ini saling berangkulan. Mereka telah melupakan apa yang baru saja terjadi. Sedikitpun tidak ada rasa dendam dihati mereka. Mereka merasa, bahwa mereka adalah sebangsa dan setanah air.

Lantas kenapa para supporter sepakbola ini tidak dapat mencontoh apa yang telah dipertontonkan oleh para pemain sepakbola yang tergabung didalam kesebelasan yang diidolakannya.

Berarti ada yang salah didalam memufuk rasa kecintaan terhadap kesebelasan yang diidolakannya.

Dalam hal ini pemerintah perlu untuk memperbaiki kesalahan yang ada dalam diri para suppoerter sepakbola tanah air. Terutama dalam menempa mental para supporter sepakbola tanah air.

Pendukung Pilpres :

Tindakan brutalisme yang membabi buta yang dilakukan oleh para supporter sepakbola tanah air, kini berjangkit pula kepada para pendukung dua kubu Pemilihan Presiden -- Wakil Presiden (Pilpres) 2019.

Walaupun brutalisme yang dilakukan oleh para pendukung dua kubu Pilpres, antara Calon Presiden -- Wakil Presiden Jokowi -- Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto -- Sandiaga Solahuddin Uno belum terjadi kepada gontok gontokan pisik yang menewaskan pendukungnya. Tapi jika hal tersebut terus berkepanjangan, maka besar kemungkinan gontok gontokan pisik akan terjadi juga.

Kenapa tidak!, karena sejak mulai digaungkannya nama para calon Presiden dan Wakil Presiden, para pendukung dari dua kubu telah berselancar didunia maya dengan menggunakan bahasa bahasa sarkartis untuk menyudutkan dengan sindiran sindiran terhadap masing masing kubu.

Yang naibnya kata kata sindiran, layaknya seperti berbalas pantun dilontarkan oleh para pendukung yang melabeli dirinya sebagai politisi dan jebolan akademisi pula.

Berbeda dengan supporter sepakbola dari kalangan akar rumput. Yang memiliki pemikiran singkat, disebabkan tidak memiliki wawasan yang luas.

Kata kata sindiran dengan menggunakan nyanyian anak anak yang diciptakan oleh Pak Kasur dan Ibu Sud itu dipoles dengan editan , kemudian digunakan untuk menyudutkan kubu lawan,  jelas telah mencedrai deklarasi kampanye damai yang digelar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Minggu 23 September 2018 disilang Monumen Nasional (Monas) Jakarta. Yang dihadari oleh kedua pasangan calon Presiden beserta para pendukungnya.

Simak saja dua lagu anak anak yang telah dipoles dalam postingan Fadli Zhon diacun Twittwrnya. " Potong bebek angsa masak dikuali, gagal urus bangsa maksa dua kali, fitnah HTI, fitnah FPI, ternyata merekalah yang PKI.

Potong bebek angsa masak dikuali, gagal urus bangsa maksa dua kali, takut diganti Prabowo -- Sandi, Tralalala lalalalalala, takut diganti Prabowo -- Sandi, Tralalalalal.....tralala lalalalala. Allahuakbar".

Kemudian simak pula lagu anak anak yang diciptakan oleh Ibu Sud dengan judul Naik -- naik Kepuncak Gunung. Syair lagu anak anak ini juga telah diedit sehingga bunyinya menyindir pemerintah yang sekarang.

"Naik naik BBM naik, Tinggi tinggi sekali, Naik naik listripun naik tinggi tinggi sekali, Naik naik Pajakpun naik tinggi tinggi sekali, Kiri kanan kulihat saja banyak rakyat sengsara 2x.  kemudian dibawah postingan lagu ini tertera tagar 2019 GantiPresiden dan tagar 2019 PrabowoSandimenang.

Belum lagi adanya cerita Hoax yang disebarkan oleh aktivis wanita Ratna Sarumpaet, yang menyeret nama tokoh tokoh nasional seperti Prabowo Subianto -- Sandiaga Uno, Amien Rais, Fadli Zhon sampai kepada para petinggi Partai Gerindra, cerita hoax yang dikemas oleh Ratna sempat menggemparkan dunia politik tanah air.

Cobalah Bersikap Dewasa :

Berpedoman kepada isi dari deklarasi kampanye damai Pemilihan Umum (Pemilu) 2019 yang memuat tiga point, " Mewujudkan Pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Kemudian melaksanakan  kampanye Pemilu yang aman, tertib, damai, berintegritas tanpa hoax politisasi SARA, dan uang. Dan yang terakhir, melaksanakan kampanye berdasarkan peraturan dan perundang undangan yang berlaku ".

Seharusnya para pendukung dua kubu yang akan bertarung pada Pilpres 2019, dapat untuk bersikap dewasa dalam menafsir tiga poin dari isi deklarasi kampanye damai yang telah sama sama diikrarkan oleh kedua pasangan Pilpres 2019. Karena isi dari ikrar kampanye damai itu tidak hanya sekedar diikrarkan, tapi melainkan harus direalisasikan, sehingga tidak ada lagi yang namanya hoax maupun hatespeech.

Ikrar kampanye damai yang telah dicetuskan dapat dijadikan sebagai langkah awal yang baik untuk menwujudkan kontestasi Pilpres 2019 yang berkualitas, untuk proses panjang kampanye damai baik Pilpres maupun Pileg dengan tujuan menghasilkan pemimpin yang baik.

Gendrang perang melalui Sosial Media (Sosmed) yang ditabuh oleh masing masing kubu pendukung Pilpres, sebaiknya untuk dihentikan. Karena komentar komentar yang muncul disosmed dengan bahasa yang penuh sakartis, tidak memdidik bagi anak bangsa.

Kampanye bukan untuk beradu sindiran, tapi melainkan untuk beradu program kerja jika masing masing terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden. Berhentilah saling menghujat melalui Sosmed, demi terciptanya kontestasi Pilpres yang bermartabat dan berkualitas.

Terlebih bagi para pendukung dua kubu yang melabeli diri dengan sebutan politisi dan akademisi., karena para pendukung dua kubu dari kontestasi Pilpres 2019 yang berselancar di Sosmed bukan dari kalangan akar rumput seperti supporter sepak bola yang uring uringan mendukung kesebelasan yang diidolakannya. Tapi para pendukung Pilpres 2019 yang berselancar di dunia maya adalah orang orang yang mempunyai pendidikan tinggi dengan sederet gelar akademisi yang panjang. " Apalataqqilun?". Semoga !

 Tanjungbalai, 11 Oktober 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun