Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Rangkap Jabatan Itu Kurang Baik, Jenderal

6 September 2018   22:39 Diperbarui: 8 September 2018   08:55 3122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: IG/edy_rahmayadi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melantik Edy Rahmayadi -- Musa Rajekshah sebagai Gubernur Sumatera Utara (Gubsu). Pelantikan dilakukan Rabu 5 September 2018 bersamaan dengan pelantikan delapan gubernur lainnya di Istana Negara Jakarta.

Sebelumnya, pasangan Letnan Jenderal (Letjend) Prn  Edy Rahmayadi -- Musa Rajeshsyah ditetapkan oleh KPU Sumut  sebagai pemenang dalam Pilkada Gubsu 2018, sedangkan pasangan Djarot Saiful Hidayat -- Sihar Sitorus menempati urutan kedua, dari dua pasangan calon Gubsu yang turut berkompotisi.

Nama Edy Rahmayadi bukanlah merupakan nama asing bagi rakyat Indonesia pada umumnya, dan warga Sumut serta para pecinta sepak bola di tanah air pada khususnya. Edy Rahmayadi sebelum menjabat Penglima Komando Strategi Angkatan Darad (Kostrad), Edy pernah menjabat sebagai Palima Komando Daerah Militer (Kodam) I Bukit Barisan (BB), di samping itu Edy Rahmayadi juga putra kelahiran Sumut.

Sedangkan, bagi masyarakat Indonesia pecinta si kulit bundar, Edy Rahmayadi dikenal karena jabatan sebagai Ketua Umum (Ketum) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).

Niat Edy maju sebagai calon kandidat Ketua PSSI pada Kongres PSSI 10 November 2016, adalah dengan nawaitu, untuk memajukan persepakbolaan di tanah air yang semakin terpuruk. Edy pun terpilih sebagai Ketum PSSI.

Terpilihnya Edy sebagai Ketum PSSI, dipertanyakan banyak pihak. Karena dengan bersamaan kala itu Edy adalah Panglima Kostrad. Sementara PSSI perlu perhatian yang serius dari kepengusuran PSSI. Edy Rahmayadi menjadi sosok Ketum PSSI yang rangkap jabatan.

Bagaimana Edy membagi waktunya antara jabatannya selaku Panglima Kostrad, dengan jabatannya sebagai Ketum PSSI. Waktu itu Edy menjawab dengan tegas, pihaknya tetap memiliki fokus lebih besar terhadap profesinya sebagai tentara.

Jawaban Edy Rahmayadi memang terbukti, nasib PSSI tetap dirudung malang. PSSI tak mampu untuk menunjukkan taringnya, di mana PSSI pernah mendapat julukan sebagai macan ASEAN (Asia Tenggara) dalam dunia persepakbolaan.

Dari berbagai pertandingan yang digelar, yang diikuti oleh PSSI, hasilnya belum cukup optimal dan memuaskan. PSSI lebih banyak mengalami kekalahan dari pada memetik kemenangan.

Yang ironisnya, persoalan pelatih pun menjadi persoalan yang tidak pernah selesai. Bagaikan menang kusut, diurai yang satu berbelit yang lainnya. PSSI pun sering melakukan gonta-ganti pelatih, namun hasilnya tetap saja nihil. Di lapangan PSSI tetap saja bernasib sial.

Mungkin hal ini disebabkan tidak fokusnya Ketum PSSI untuk menangani PSSI itu, sehingga hasil yang diperoleh oleh PSSI selaku organisasi persepakbolaan di tanah air juga setengah-setengah.

Antara Gubsu dan PSSI

Persoalan rangkap jabatan yang disandang oleh Edy kini kembali mencuat, setelah dilantik oleh Presiden Jokowi sebagai Gubsu priode 2018 -- 2022.  Kalau dulu Edy sebagai Panglima Kostrad, kini Jenderal bintang tiga itu, telah melepaskan jabatannya dari meliter.

Edy melepaskan jabatan Panglima Kostradnya dan mengajukan pensiun dini dari dunia kemeliteran karena tergoda kepada dunia politik. Sebelumnya pada 17 September 2017 Edy sudah mengatakan minatnya untuk terjun ke dunia politik dan akan mengikuti Pilkada Gubsu 2018. Padahal saat itu Edy belum penuh satu tahun menjabat sebagai Ketum PSSI.

Desember 2017, Edy resmi menyandang status pensiun dini, Edy pun kemudian mendaftarkan diri ke KPU Sumut sebagai Calon Gubsu berpasangan dengan Musa Rajekshah. Walaupun Edy telah ditetapkan sebagai calon Gubsu, namun Edy tidak melepas jabatannya sebagai Ketum PSSI. Edy hanya mengambil cuti selama empat bulan, mulai dari 12 Februari 2018 sampai dengan 30 Juni 2018.

Kini Edy sudah menyandang jabatan sebagai  Gubsu. Tugas Edy sebagai Gubsu tentu berbeda jauh dengan tugasnya ketika menjabat sebagai Panglima Kostrad. Sebagai seorang Gubernur tentu tugasnya akan semakin padat. Banyak persoalan yang harus ditangani, mulai dari persoalan masyarakat, sampai kepada persoalan politik, pembangunan, ekonomi, agama, dan budaya.

Terlebih sebagai Gubsu, Edy harus mampu untuk membawa Sumut kepada hal yang lebih baik. Edy harus mampu untuk menghilangkan citra buruk terhadap Sumut sebagai daerah terkorup di Indonesia.

Di mana Dua Gubernurnya terdahulu H. Syamsul Arifin SE dan Gatot Pujo Nugroho, menghabiskan masa jabatannya di tengah jalan, karena ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akibat terbukti korupsi. Belum lagi Ketua dan Anggota DPRD Provinsi Sumut yang terlibat korupsi. Satu persatu para anggota DPRD Sumut kini mulai ditangkapi oleh KPK.

Banyak persoalan yang kini menanti tugas baru Edy Rahmayadi selaku Gubsu. Terutama tentang menyejahterakan masyarakat Sumut, meningkatkan perekonomian masyarakat, memotong antrian panjang pengangguran, dan memangkas tingkat kemiskinan, serta banyak hal lain, yang menjadi pekerjaan rumah (PR), yang ditinggalkan oleh Gubsu terdahulu yang harus dibenahi.

Rangkap Jabatan Tidak Baik, Jenderal

Tentu dalam konteks seperti ini akan menimbulkan pertanyaan. Jabatan manakah yang akan difokuskan oleh sang Jenderal. Apakah jabatannya sebagai Gubsu, atau tetap fokus kepada PSSI?

Kedua jabatan ini memang sama sama penting, apabila Edy dapat untuk membagi waktunya. Sebagai Gubsu dan Sebagai Ketum PSSI. Sebagai Gubsu waktu Edy lebih banyak terkuras dengan persoalan persoalan di daerahnya. Sementara di pihak lain PSSI memerlukan keseriusan dalam mengelolanya, karena PSSI saat ini membutuhkan seorang figur pemimpin yang memiliki kualitas dan integritas, serta mumpuni dalam bidang sepak bola.

Bukan maksud mengajari limau berduri, tapi ada baiknya Edy lebih memfokuskan kinerjanya selaku Gubsu, dan melepaskan jabatannya sebagai Ketum PSSI. Karena bagaimanapun ruang gerak jabatan Gubsu akan semakin sempit disebabkan tugas tugasnya di daerah yang dipimpinnya.

Berbeda dengan jabatan Panglima Kostrad, di mana setiap saat dapat untuk melakukan kunjungan kerja ke seluruh pelosok tanah air. Akan tetapi sebagai Gubsu tentu waktunya akan terkuras habis dalam menyelesaikan persoalan yang ada di daerahnya.

Edy harus legowo untuk melepas jabatan selaku Ketum PSSI. Karena bagaimana mungkin Edy akan mampu untuk menyelesaikan persoalan segudang di PSSI, sementara segudang pula di daerah Sumut. Lalu bagaimana pula Edy dapat membayar tuntas janji-janji kampanyenya jika Edy membagi waktunya. Lagi pula tidak baik untuk rangkap jabatan Jenderal, apa lagi jabatan yang dirangkap sama pentingnya. Semoga!

Tanjungbalai, 6 September 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun