Antara Gubsu dan PSSI
Persoalan rangkap jabatan yang disandang oleh Edy kini kembali mencuat, setelah dilantik oleh Presiden Jokowi sebagai Gubsu priode 2018 -- 2022. Â Kalau dulu Edy sebagai Panglima Kostrad, kini Jenderal bintang tiga itu, telah melepaskan jabatannya dari meliter.
Edy melepaskan jabatan Panglima Kostradnya dan mengajukan pensiun dini dari dunia kemeliteran karena tergoda kepada dunia politik. Sebelumnya pada 17 September 2017 Edy sudah mengatakan minatnya untuk terjun ke dunia politik dan akan mengikuti Pilkada Gubsu 2018. Padahal saat itu Edy belum penuh satu tahun menjabat sebagai Ketum PSSI.
Desember 2017, Edy resmi menyandang status pensiun dini, Edy pun kemudian mendaftarkan diri ke KPU Sumut sebagai Calon Gubsu berpasangan dengan Musa Rajekshah. Walaupun Edy telah ditetapkan sebagai calon Gubsu, namun Edy tidak melepas jabatannya sebagai Ketum PSSI. Edy hanya mengambil cuti selama empat bulan, mulai dari 12 Februari 2018 sampai dengan 30 Juni 2018.
Kini Edy sudah menyandang jabatan sebagai  Gubsu. Tugas Edy sebagai Gubsu tentu berbeda jauh dengan tugasnya ketika menjabat sebagai Panglima Kostrad. Sebagai seorang Gubernur tentu tugasnya akan semakin padat. Banyak persoalan yang harus ditangani, mulai dari persoalan masyarakat, sampai kepada persoalan politik, pembangunan, ekonomi, agama, dan budaya.
Terlebih sebagai Gubsu, Edy harus mampu untuk membawa Sumut kepada hal yang lebih baik. Edy harus mampu untuk menghilangkan citra buruk terhadap Sumut sebagai daerah terkorup di Indonesia.
Di mana Dua Gubernurnya terdahulu H. Syamsul Arifin SE dan Gatot Pujo Nugroho, menghabiskan masa jabatannya di tengah jalan, karena ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), akibat terbukti korupsi. Belum lagi Ketua dan Anggota DPRD Provinsi Sumut yang terlibat korupsi. Satu persatu para anggota DPRD Sumut kini mulai ditangkapi oleh KPK.
Banyak persoalan yang kini menanti tugas baru Edy Rahmayadi selaku Gubsu. Terutama tentang menyejahterakan masyarakat Sumut, meningkatkan perekonomian masyarakat, memotong antrian panjang pengangguran, dan memangkas tingkat kemiskinan, serta banyak hal lain, yang menjadi pekerjaan rumah (PR), yang ditinggalkan oleh Gubsu terdahulu yang harus dibenahi.
Rangkap Jabatan Tidak Baik, Jenderal
Tentu dalam konteks seperti ini akan menimbulkan pertanyaan. Jabatan manakah yang akan difokuskan oleh sang Jenderal. Apakah jabatannya sebagai Gubsu, atau tetap fokus kepada PSSI?
Kedua jabatan ini memang sama sama penting, apabila Edy dapat untuk membagi waktunya. Sebagai Gubsu dan Sebagai Ketum PSSI. Sebagai Gubsu waktu Edy lebih banyak terkuras dengan persoalan persoalan di daerahnya. Sementara di pihak lain PSSI memerlukan keseriusan dalam mengelolanya, karena PSSI saat ini membutuhkan seorang figur pemimpin yang memiliki kualitas dan integritas, serta mumpuni dalam bidang sepak bola.