Mohon tunggu...
Wisnu  AJ
Wisnu AJ Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hidup tak selamanya berjalan mulus,tapi ada kalanya penuh dengan krikil keliril tajam

Hidup Tidak Selamanya Seperti Air Dalam Bejana, Tenang Tidak Bergelombang, Tapi Ada kalanya Hidup seperti Air dilautan, yang penuh dengan riak dan gelombang.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hak Angket Menguji Nyali Pimpinan KPK?

22 Mei 2017   11:31 Diperbarui: 22 Mei 2017   11:55 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Fhoto/Antara

Gaung dari wacana Hak Angket  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tidak terdengar lagi, gaungnya telah tergantikan dengan issue baru, yakni dugaan perselingkuhan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab dengan Firza Husein Ketua Solidaritas Keluarga Cendana.

            Atau boleh jadi meredupnya gaung wacana Hak Angket KPK oleh pihak Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) itu, disebabkan tidak gayung bersambut, dimana pada awalnya Fraksi Fraksi di DPR RI menyetujui untuk dilahirkannya Hak Angket KPK, tapi ketika pengesahan beberapa Fraksi pada awalnya menyetujui Hak Angket itu, malah melakukan pembelotan dengan tidak menyetuji Hak Angket itu disahkan.

Hak Angket untuk KPK yang diusulkan oleh Anggota Komisi  III DPR RI, awalnya disetujui oleh Anggota DPR RI, kendatipun sebahagian dari Fraksi yang ada dilembaga Legeslatif menolak hak angket tersebut

            Fahri Hamzah Wakil Ketua DPR RI, ketika memimpin sidang untuk mengambil keputusan Hak Angket tersebut, bertindak secara otoriter, tanpa mengindahkan intrupsi dari para anggota Fraksi.  Fahri Hanzah yang merupakan kader Partai Keadilan Sosial (PKS) mengetuk palu dengan mengatakan Hak Angket disetujui untuk disampaikan kepada KPK.

            Ketua DPR RI Setya Novanto yang duduk disamping Fahri Hamzah, tampak dengan wajah sumeringah mangut mangut. Walaupun ada protes dari para anggota Fraksi, Pimpinan Sidang Fahri Hamzah, seperti tidak mau mendengarkannya, dia langsung membacakan materi rapat berikutnya, yakni mendengarkan pidato dari Ketua DPR RI Setiya Novanto untuk menutup masa sidang menjelang reses.

            Putusan yang diambil oleh Fahri Hamzah dinilai oleh para anggota beberapa Fraksi menupakan putusan sepihak tanpa mendengarkan pendapat anggota Fraksi, membuat tiga Fraksi di DPR RI, yakni Gerindra, PKS, PKB dan Demokrat menolak Hak Angket tersebut. Malah Fraksi Patai Gerindra melakukan walk out (keluar) dari rapat paripurna.

            Sementara Partai Golkar, Nasdem, PAN  Hanura dan PPP,  antara menolak dangan  tidak, karena kelima Pimpinan Fraksi Partai ini mempersilakan anggotanya yang mau ikut dalam pengajuan Hak Angket tersebut untuk menandatanganinya. Sedangkan  PDI.P menyatakan mendukung sepenuhnya atas usulan Hak Angket KPK itu.

            Melalui kadernnya Masinton Pasaribu mengatakan rekan rekannya di Komisi III bersikap munafik dan tidak konsisten. Pada hal sejak awal digagasnya Hak Angket KPK ini semua meyakini bahwa ada yang salah dan harus didalami dalam konsteks KPK secara intitusi. Tapi sekarang, malah para rekan rekan di Komisi III berbalik arah dan buang badan. Ini namanya politik kemunafikan. Ujar Politisi PDIP itu.

            Panggung Sandiwara :

            Munculnya usulan  Hak Angket KPK, dimulai dari terungkapnya kasus mega korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektonik (E KTP) dengan dana   sebesar Rp 5,9 triliyun. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terdapat kerugian Negara sekitar Rp 2,3 triliyun.

Yang mirisnya dari kasus dugaan mega korupsi E KTP ini banyak melibatkan Anggota DPR RI, bahkan ditengarai Ketua DPR RI Setya Novanto juga turut dalam bancakan dana E KTP tersebut. Walaupun saat ini Ketua DPR RI itu baru dinyakan sebagai saksi, namun KPK telah mengajukan permintaan kepada Dirjen Keimigrasian untuk mencekal Setya Novanto berpergian keluar negeri selama enam bulan.

Walaupun para pengagas Hak Angket KPK mengatakan bahwa Hak Angket dilakukan adalah dalam upaya penegakan hukum, setelah melihat jalannya persidangan E KTP dipengadilan Tindak pida korupsi (Tipikor) Jakarta, ketika penyidik KPK Novel Baswedan dikomprontasi dengan politisi Partai Hanura Miryam S Haryani, mantan anggota DPR RI di Komisi III yang diduga terlibat Korupsi E KTP menyebutkan, kalau Miryam S Haryani telah ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR RI agar tidak mengungkap kasus korupsi didalam pengadaan E KTP. Pernyataan ini disampaikan oleh Miryam ketika diperiksa di KPK

Mendengar penjelasan dari Novel Baswedan inilah, sejumlah anggota Komisi III DPR RI yang namanya disebut sebut selaku yang menkan Miryam langsung bereaksi dan menggagas Hak Angket KPK, dengan tujuan penegakan hukum, dan mendesak KPK agar membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam, yang kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan E KTP.

Apa yang disampaikan oleh DPR RI ini, membuat banyak pihak meragukan nya. memang sulit untuk diterima, kalau hanya sebatas untuk membuka hasil pemeriksaan Miryam di KPK harus melalui Hak Angket. Pada hal sebelumnya KPK melalui juru bicaranya Febridiansyah, mengatakan KPK siap untuk membuka hasil pemeriksaan terhadap Miryam di KPK, apa bila pengadilan memerintahkannya.

Lantas kepada para Anggota DPR RI, khususnya Komisi III, tetap ngotot untuk melakukan Hak Angket kepada KPK. Bukankah para anggota komisi III yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan E KTP, akan dihadirkan dipengadilan. Dimimbar Pengadilan inilah seharusnya para anggota komisi III yang terseret dalam arus mega korupsi E KTP meminta kepada Hakim untuk membuka hasil pemeriksaan Miryam ketika diperiksa di KPK.

Jangan jangan dalam Usulan Hak Angket KPK ini, ada agenda lain yang terselubung, dan ada pula yang dilindungi. Jika mengarah kepada agenda terselubung dan untuk melindungi para anggota komisi III yang diduga terlibat dalam kasus mega korupsi E KTP, apa yang dilakukan oleh DPR RI dengan Hak Angketnya, bukanlah bertujuan untuk penegakan hukum, tapi melainkan adalah untuk melakukan penekanan terhadap lembaga anti rasuah itu.

Apa yang dipertontonkan oleh para anggota Fraksi Partai Politik di Lembaga Legeslatif dalam mengambil keputusan Hak Angket, adalah merupakan panggung politik Partai. Sesuasi dengan Motto DPR RI “ Sependapat Untuk Tidak Sependapat “, Sependapat untuk melakukan ususlan Hak Angket KPK, Ketika pada titik keputusan sependapat pula untuk tidak sependapat Hak Angket KPK disyahkan.

Sampai saat ini tentang Ususlan Hak Angket KPK, masih menjadi bias walaupun telah diputuskan untuk diterima. Biasnya keputusan Hak Angket KPK ini disebabkan tidak satu Fraksipun di DPR RI yang menolak secara tegas Hak Angket itu diusulkan. Masing masing Partai yang memiliki Fraksi di DPR RI, terlihat mengambangkan atas penolakan Hak Angket itu.

Tujuan Partai adalah untuk menjual hasil keputusan partai yang mengambang terhadap Hak Angket KPK untuk dijual kepada masyarakat dalam Pemilihan Umum Legeslatif tahun 2019. Disamping untuk buang badan terhadap munculnya ususlan Hak Angket KPK, agar Partai Nampak bersih dan berpihak kepada kemauan masyarakat, dan sekaligus memberturkan Partai Partai yang mendukung Hak Angket KPK dengan masyarakat.

Menguji Nyali KPK :

Disahkannya usulan Hak Angket KPK oleh DPR RI, hal ini menguji nyali para pimpinan KPK. Walaupun Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, mengatakan bahwa KPK memastikan tidak akan meindak lanjuti Hak Angket yang diajukan oleh DPR RI. Alasannya kata Syarif Hak Angket itu dapat menghambat Proses hukum. Rekaman atas Berita Acara Pemeriksaan (BAP) hanya dapat diperlihatkan di pengadilan..

Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Wakil Ketua KPK itu, Menurut Mahfud MD, pengusul Hak Angket E KTP bisa dijerat pidana. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengatakan, Lembaga atau orang yang dengan sengaja menyalah gunakan kewenangannya untuk menghalang halangi proses penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK bisa dikenakan pidana.

Hal itu diatur dalam pasal 21 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Karena menurut Mahfud, agak sulit untuk memungkiri bahwa lahirnya inisiatif untuk mengusulkan Hak Angket KPK tidak ditujukan untuk mengganggu proses penyidikan yang sedang ditangani oleh KPK

Apa yang dikatakan oleh Mahfud adalah suatu kenyataan, Apapun alasan yang diketengahkan oleh Pimpinan DPR RI tentang usulan Hak Angket KPK, untuk penegakan hukum sulit untuk dipercayai, karena adanya keterlibatan anggota DPR RI dan Pimpinannya. DPR RI dengan menggunakan topeng  sprindik (Surat Perintah Penyidikan) dan LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) melahirkan usulan Hak Angket KPK.

Kini yang menjadi pertanyaan, beranikah Pimpinan KPK, mempidanakan para anggota DPR RI yang mengusulkan Hak Angket KPK, sesuai dengan apa yang diamanatkan oleh Udang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor. Disinilah nyali para Pimpinan KPK diuji. Apa kabar Hak Angket KPK ? Semoga !.

                                                                                                                                                                                                                                                                        Tanjungbalai, 22  Mei 2017

                 

#kerang_60@yahoo.com#

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun