selat malaka/sumber fhoto/Hr.Medan Bisnis
Sebelumnya:
“ Makasih wak?”, Azis meninggalkan wak Alang dipondok itu, ia melangkah masuk kedalam gudang dan menuju kamarnya. Wak Alang memperhatikan kepergian Azis. Ada rasa kasihannya melihat Azis, yang masih muda, punya harapan hidup yang tinggi, tapi terdampar pada labirin kemiskinan.
Kemudian :
Pagi itu Azis bangun agak kesiangan, ia baru terbangun jam tengah delapan. Biasanya dia bangun padasaat sholat subuh, rasa kantuk masih mennyelimuti matanya, tapi dipaksakannya juga dia harus bangun, karena hari ini dia tidak boleh libur sekolah. Setelah mandi dan berpakian seragam sekolah, iapun mendayung sepedanya dengan kencang, jam sekolah pasti sudah masuk. Katanya dalam hati.
Benar saja apa yang diperkirakannya, ruang parkir dan halaman sekolah sudah sepi, para siswa sudah memasuki local nya masing masing. Mata pelajaran jam pertamapun sudah dimulai. Sementara itu hati Meilanpun mulai bertanya Tanya, apakah Azis hari ini tidak masuk sekolah. Karena ia tidak melihat Azis dari sejak tadi, baik dihalaman sekolah, maupun didalam local.
Disaat Ibuk Gloria menerangkan tentang mata pelajaran matematika, pintu local diketuk, Buk Gloria melihat kearah pintu. Ia melihat Azis yang mengetok pintu itu. Lalu ia menyuruh Azis masuk.
“ Masuk”, Azis melangkahkan kakinya memasuki ruangan local. Sebelum ia sampai ketempat duduknya Buk Gloria memanggilnya. Azis mendatanginya dan berdiri didepan mejanya. Semua mata siswa yang ada dilokal itu memandang kepada Azis. Meilan melihat wajah Azis begitu lesu, seperti orang yang baru menyelesaikan pekerjaan berat. Ada rasa hiba dihatinya ketika melihat Azis seperti itu. Robet yang duduk disebelah Azis memandang kepada Meilan, Gadis itu membuang pandangannya. Rasa muaknya melihat Robet terlihat diwajahnya ,
“ Kenapa kau terlambat masuk?”. Tanya guru itu.
“ Saya bekerja malam buk”, jawab Azis. Buk Gloria terdiam sejenak, dalam hatinya bertanya apa yang dikerjakan anak ini malam hari.
“ Apa yang kau kerjakan malam hari?, kau mencuri ya?”. Pertanyaan Buk Gloria sayup sayup terdengar para siswa.
“ Tidak buk, saya bekerja jaga malam digudang milik ayahnya Robet”, jawab nya menjelaskan.
“ Sudah lama kau bekerja disitu?”.
“ baru tadi malam buk, makanya saya bangun agak kesiangan”. Ujar Azis. Mata buk Gloria memandang kearahnya, ia melihat masih ada sisa sisa kantuk dimata Azis. Dia pun tak bertanya banyak, karena sedikit banyak dia tahu juga tentang keadaan muridnya ini. Malah ada rasa sedih dihati guru yang Killer ini terhadap muridnya yang satu ini.
“ Sudah pergilah duduk”. Kata buk Gloria, Azis melangkah kembali ketempat duduknya. Meilan menatapnya, namun Azis berusaha untuk menghindar dari tatapan Meilan. Dikeluarkannya bukunya lalu didengarkannya buk Gloria menerangkan pelajaran.
Mulai dari masuk sekolah, sampai pada jam isterahat, dan sampai bel terakhir pelajaran selesai, Azis lebih banyak diam. Dia pun berusaha untuk menghindar dari Meilan, Walaupun Meilan tetap ingin berusaha, untuk berbicara kepadanya. Bukan karena dia membenci gadis itu, tapi melainkan dia membenci terhadap diri dan keadaannya, yang hidup dalam perangkap kemiskinan.
Keluar dari local, Azis mempercepat langkahnya keruang parkir, Meilan hanya melihat Azis berjalan terburu buru. Ingin rasanya dia mengejar Azis, tapi ada rasa malu dihatinya, jika dilihat oleh teman temannya. Apakah Azis membencinya pikir Meilan dalam hati.
Begitu Azis akan menaiki sepedanya, Ban sepedanya ternyata kempes. Azis turun dari sepada dan melihat ban sepedanya kenapa bisa kempes, pada hal dia tadi datang kesekolah bannya masih bagus. Ia pun tercengang, karena ban sepedanya kempes bukan karena terkena paku, tapi ada bekas belahan pisau yang sengaja ditorehkan oleh seseorang kepada ban sepedanya. Azis bingung, karena ban itu jelas tak bisa ditempel, tapi melainkan harus diganti luar dan dalamnya. Sementara dia tak mempunyai uang untuk menggantinya.
Apakah dia minta bantuan Meilan untuk memperbaiki ban nya ini, atau kepada teman temannya yang lain yang mau menolongnya, menghutangkan uang kepadanya untuk membeli ban baru?, niatnya itu diurungkannya. Biarlah ia mendorong sepedanya sampai digudang. Dan ia akan meminjam uang kepada tokehnya untuk membeli ban baru. Pikirnya dalam hati.
“ Kenapa ban sepedamu Zis?”, Tanya Meilan ketika ia melihat Azis seperti kebingungan diruang parkir.
“ Ban sepedaku sepertinya, disayat orang”, jawab azis lesu. Meilan memeriksa ban itu, benar saja ada bekas sayatan diban sepeda itu. Sementara dari kejauhan Robet dan Marlina yang juga sudah keluar dari local mempertaikan Azis dan Meilan.
“ Siapa yang melakukannya?”
“ Entah akupun tak tahu”.
“ Sudahlah bawa saja kebengkel, biar kita ganti”. Ujar Meilan Azis memandang kepadanya,
“ Tak apa apa lah Mei, biar kudorong saja”. Jawab Azis lalu dia mendorong sepedanya keluar gerbang sekolah. Meilan mengikutinya dengan sepeda motornya dari belakang.
“ Zis, aku mohon kepadamu, kau jangan memperlakukan aku seperti ini. Ayolah didekat situ ada bengkel sepeda, biar ban sepedamu diganti”, kata Meilan menghiba, ada juga perasaan tak sampai hati terlintas dihatinya. Betapa tulusnya gadis ini ingin membantunya, tapi apakah aku menolaknya?.
Ditengah kebimbangan hatinya, tiba tiba dua sepeda motor yang dikenderai dengan bonceng dua, menghampirinya. Azis melihat kearah mereka. Ada enam orang yang datang . Hanya satu yang dikenal oleh Azis, yakni Rudi yang pernah bertemu dengannya ketika mendaftar di SMA ini. Mereka turun dari sepeda motornya dan melingkari Azis. Meilan merasa ketakutan melihat hal ini. Azis melihat kearah meilan. Dan Meilan juga memandang kearahnya dengan rasa takut yang sangat.
“ Hei..! loe jangan purak purak bego ?”. kata yang seorang, lalu menerjang sepeda Azis sampai terjatuh. Azis bingung dia tak mengerti mengapa mereka berlaku kasar kepadanya.
“ Gue peringatkan kepada loe, jangan coba coba mendekati Marlina!” kata Rudi lalu memegang kerah baju Azis. Azis hanya diam saja, dia tak ingin untuk membuat kegaduhan. Pada hal dalam hati Azis, satu lokalpun kamu datang, aku tidak akan takut menghadapi kamu.
“ Aku tak kenal siapa Marlina”. Jawab Azis.
“ Loe, purak purak nggak kenal Marlina itu pacar gue, belagak Loe ya?”, Rudi melayangkan tinjunya kearah Azis, sedikitpun Azsi tak melakukan perlawanannya. Lima orang teman Rudi yang masih berpakaian seragam sekolah turut mengkeroyok Azis. Azis sedikitpun tak melakukan perlawanan, dibiarkannya tubuhnya dihatam oleh Rudi dan teman temannya. Melihat ini meilan berteriak mintak tolong.
“ Loe anak tiuongkok jangan ikut campur”, kata Rudi lalu menerjang sepeda motor Meilan, yang membuat Meilan hampir jatuh. Wajah dan sekujur tubuhnya tampak memar akibat hantaman tinju Rudi dan teman temannya.
Siswa SMA Satu , tempat Azis sekolah, mulai keluar dari gerbang sekolah, mereka melihat ada perkelahian tak jauh dari gerbang sekolah, jeritan Meilan mengundang keiingin tahuan mereka. Begitu mereka melihat siswa satu sekolah dengan mereka dikeroyok, tanpa diperintah mereka turut membantu. Teman teman Azis yang satu lokalpun berdatangan, mereka melihat Azis dikeroyok oleh siswa dari sekolah lain. Faaisal dan Idris teman akrab azis, dengan dibantu teman teman yang lain, datang menyerbu. Perkelahianpun terjadi. Rudi dan kelima teman temannyapun terdesak, mereka lari berpencar dengan meninggalkan sepeda motornya.
Merekapun beramai ramai mengangkat sepeda motor yang ditinggalkan oleh Rudi dan kelima temannya kedalam selokan. Ada yang berteriak, agar sepeda motor itu dibakar. Dan seorang siswa sudah menyalakan api dari mancisnya. Akan tetapi disaat yang bersamaan para guru yang mengetahui muridnya berkelahi datang kelokasi. Niat siswa untuk membakar sepeda itu diurungkannya. Para guru menyuruh para siswanya untuk bubar dan pulang, hanya Azis yang tak dibolehkan pulang. Kepala sekolah menyuruh dia untuk datang kekantor.
Teman teman Azis datang menghampirinya, mereka melihat wajah Azis penuh dengan luka memar akibat pukulan dari Rudi dan teman temannya. Mereka akan membawa Azis ke Rumah sakit, baru kemudian melaporkan peristiwa itu kepada Polisi. Namun azis menolaknya.
“ Mei, kau pulanglah, aku tak apa apa”. Kata Azis kepada Meilan.
“ Tapi kau terluka, ayolah biar Faisal memboncengmu kerumah sakit”. Kata Meilan.
“ Ayolah Zis, kau naik disepeda motorku, sepedamu biar Idris yang mengurusnya”. Jawab Faisal pula. Tapi Azis tetap menolaknya.
“ Sudah..sudah.. kalian semua pulang, biar saya yang mengurus Azis “. Kata pela sekolah, setelah dia tadi memerintahkan beberapa guru untuk mengamankan sepeda siswa yang mengkeroyok Azis. Iapun dibawa kepala sekolah masuk kembali kesekolah. Sedangkan Faisal, Idris dan Meilan membawa sepeda Azis kebengkel sepeda untuk diperbaiki.
Bersambung…….
Bagan Siapi Api 2016
Tulisan ini diikut sertakan dalam Tantangan 100 Hari Menulis Novel – Fiksianacommunity di Kompasiana
“ Cerita yang di kemas dalam bentuk Nopel ini adalah merupakan cerita fiksi belaka, jika ada nama dan tempat serta kejadian yang sama atau mirip terulas dalam nopel ini hanyalah secara kebetulan saja. Tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian yang sebenarnya “ (Penulis)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H