“ Teringat masa lalu, memang cukup manis untuk dikenang”, Pak hery menipali apa yang dikatakan ole Buk Santi dan Pak Sukiman.
“ Apa Bapak juga pernah merasakan kegembiraan seperti murid murid ini?”. Kata Pak Sukiman. Yang dijawab oleh Pak Hery dengan senyum.
“ Setiap guru pasti pernah mengalami hal seperti ini”.
“ Saya dengan Pak Hery satu Alumni, ketika acara perpisahan dikalangan mahasiswa, Pak Hery paling jagonya nyanyi”. Kata Buk Saniah membuka kartu Pak Hery. Azis dan Meilan masih mendendangkan lagunya. Para siswa pada melakukan joget dibawah pentas.
“ Buk Saniah Juga, suara emasnya begitu merdu”, Pak Hery tersenyum, Buk Saniah wajahnya terlihat merona merah.
“ Itu dulu semasa kuliah, sekarang sudah tidak lagi, sudah kepala empat, nafas sudah sesak”, jawab buk Saniah.
“ Setelah mereka ini, kita minta agar Pak Hery menyumbangkan suaranya”, Buk Nurmala yang duduk dibarisan belakang menyampaikan sarannya.
“ Ya, setelah Pak Hery, kita minta pula Buk Saniah”, Pak Ramli yang berada disamping Pak heri, juga mengajukan sarannya.
“ Lalu giliran kalian kapan?”, Tanya Pak Hery sambil tertawa
“ Semua guru harus menyumbangkan suaranya, biar adil”, sahut Buk Sartika.
“ Setuju….setuju….setuju….” layaknya seperti koor para guru itu menyetujui saran yang disampaikan oleh Buk Sartika. Buk Sartika lalu mengeluarkan buku catatannya, dan menuliskan satu persatu nama para guru yang akan menyumbangkan suara emasnya. Catatan itu kemudian diserahkannya kepada pembawa acara.