Sabar, katanya. Jangan bersedih lagi.
Semangat, katanya. Kau tidak boleh menjadi lemah.
Sudah sejuta kalimat penghiburan menguap sia-sia.
Mataku menatap dia, ku kenal wajahnya.
Ah. Dia masih di rumah duka ternyata.
Mendadak tubuhku menghangat.
Dia memeluk jiwa kosong ku dengan sangat erat.
Kau ingin menangis? Biar kutemankan, katanya.
Bukannya kau ada pesta kelulusanmu, tanyaku.
Lagi, dia hanya memeluk tanpa jawab tanpa kata.
Puk puk puk. Melodi yang indah ini membuka telingaku.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!