Mohon tunggu...
wiro naibaho
wiro naibaho Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Belajar menulis,

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tentang Guru, Pemerintah Perlu Belajar dari Petani

26 Mei 2019   09:19 Diperbarui: 28 Mei 2019   17:40 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Sejak pemerintahan presiden Jokowi di tahun 2014, upaya pemerintah dalam percepatan pengembangan sumber daya manusia (SDM) lebih difokuskan. 

Hal ini bisa diamati dari pembagian kementerian bidang pendidikan dibagi menjadi dua, yakni Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti).

Dan satu lagi kementerian yang bertugas untuk pengembangan SDM, yakni Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), yang sebelumnya kita kenal dengan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Kemenko Kesra).

Ketiga kementerian ini diharapkan mampu membentuk SDM Indonesia yang berkualitas dan maju. Melalui peningkatkan mutu pendidikan nasional dan penerapan program-program kebijakan terkait pendidikan.

Selaku rakyat yang bekerja dalam dunia pendidikan, tentu saja berita-berita hingga kebijakan dalam pendidikan kurang lebih selalu teramati hingga ditelaah. Terutama, upaya dan atau kebijakan pemerintah dalam hal pengembangan kualitas guru.

Jujur saja, terkadang terlintas dalam pikiran bahwa sepertinya negara ini tidak percaya bahwa guru adalah salah satu pihak utama yang berperan penting dalam pembentukan SDM Indonesia.

Ya, pembicaraan tentang status guru belum juga final hingga saat ini. Seperti halnya, isu tentang guru honorer. Dalam beberapa wacana, saat ini Indonesia sangat kekurangan tenaga pengajar atau guru. 

Di beberapa daerah di Indonesia, yang melakukan proses pembelajaran di kelas, masih ada yang dilakukan oleh bukan dari profesional guru. Tetapi dari pihak lain, seperti TNI. Di sisi lain banyak orang yang berstatus guru (honorer) yang memperjuangkan status mereka sebagai guru.

Tulisan ini difokuskan terkait kebijakan pemerintah dalam upaya peningkatan kualitas guru.

Beberapa waktu lalu mencuat berita tentang rencana menteri Puan Maharani (Kemenko PMK) untuk mengundang guru dari luar negeri. Berita ini pun tersebar luas dengan pelintiran "mengimpor guru" Sehingga menuai kontroversi di masyarakat.

Secara pribadi, rencana menteri Puan ini meningkatkan frekuensi senyum Abang akhir-akhir ini. Hati ini terhibur, ternyata negeri ini masih percaya bahwa peran guru terhadap peningkatan SDM itu masih "dianggap".

Tujuan pemerintah mengundang guru dari luar negeri adalah salah satunya untuk menjadi trainer bagi guru Indonesia.

Kemudian juga, tulisan ini bukan fokus untuk menyikapi kebijakan Kemenko PMK ini. Tetapi, jenis kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah secara fundamental untuk "kualitas guru".

Pemerintah Perlu Belajar dari Petani

Sudah banyak kebijakan dan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru. Seperti halnya program PPG (Program Profesi Guru), Sertifikasi Guru, dan yang lainnya. Namun, sepertinya program-program ini tidak begitu perpengaruh meningkatkan kualitas guru.

Sebagai salah satu indikatornya, hasil dari Uji Kompetensi Guru (UKG). Hasil rata-rata UGK masih saja sangat jauh dari standar nilai yang diharapkan. Dan upaya peningakatan kualitas guru ini tidak lagi satu atau dua tahun dilakukan. Namun sudah sejak lama. Artinya evaluasi terhadap kebijakan tersebut sudah matang dan perlu solusi lain yang lebih "mantap".

Seperti halnya petani di kampung Abang dulu ketika masih berkebun kopi yang memiliki tinggi dan pohon yang besar, lama berbuah, dan susah untuk memanenya. Seberapa banyak pun pupuk yang diberikan dan juga seistimewa apapun jenis perawatan yang dilakukan oleh petani tetap saja penghasilan dari kopi jenis ini tidak banyak.

Namun, para petani tidak ego dengan terus berpikir terhadap jenis perawatan dan pemeliharaan. Mereka menerima ide, tentang penggantian jenis bibit kopi yang harus ditanam. 

Kehadiran "kopi Ateng" yang berukuran lebih kecil, lebih cepat berbuah, buah yang lebih banyak dan memanennya juga lebih  mudah mampu meningkatkan perekonomian masyarakat. 

Hingga petani menamai kopi tersebut dengan sebutan " Kopi Sigalar Utang/ Kopi Pembayar Utang". Hal ini sebagai ungkapan kebahagian petani dengan kehadiran bibit unggul kopi jenis sini.

Begitu juga dengan upaya pemerintah dalam hal meningkatkan kualitas guru. Jika pemerintah terus dengan "egonya", peningkatan ini hanya melalui program-program pelatihan dan sejenisnya. Kemungkinan sangat kecil untuk bisa mencapai target "kualitas dan atau kompetensi guru" yang diharapkan.

Tetapi pemerintah harus mulai membentuk guru dari "bibitnya". Sejak awal seseorang menjadi calon guru. Seperti halnya yang dilakukan oleh petani yang berada di Puncak Pulau Samosir itu.

Passing Grade Jurusan Keguruan Harus Ditingkatkan

Sistem pendidikan di perguruan tinggi (PT) percaya bahwa kemampuan intelektual dasar dari seseorang berpengaruh besar terhadap kualitasnya ketika sudah tamat dari perguruan tinggi. Hal inilah yang teramati dari adanya perbedaan tingkat passing grade untuk masuk perguruan tinggi. Dalam hal ini terkhusus untuk PT negeri.

Pun di PT swasta begitu, namun dengan sistem yang berbeda. Seperti melakukan tes saringan masuk ke suatu fakultas atau jurusan. Jika tidak lulus sesuai dengan standar nilai, maka si calon mahasiswa tidak bisa berkuliah di jurusan tersebut.

Passing grade dari jurusan keguruan adalah satu yang terendah dari sekian banyak fakultas dan atau jurusan yang ada di PT negeri. Jika lihat dari data tahun ke tahun  upaya pemerintah untuk meningkatkan passing grade calon mahasiswa keguruan belum pernah terjadi. 

Artinya dari sekian banyak kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kualitas guru, sejauh ini, belum ada rencana peningkatan kualitas guru dengan memperbaiki "bibit" dari guru itu sendiri. 

Hal ini juga sinkron dengan upaya pemerintah untuk meningkatkan gaji guru. Sehingga di mata masyarakat selama ini, professi guru itu seakan pekerjaan "gampangan".

Coba dibandingkan antara profesi guru dan profesi dokter. Bukan bermaksud "membandingkan" yang sifatnya diskriminatif. Tetapi mencoba melihat dari realita yang ada di masyarakat.

Profesi dokter adalah salah satu pekerjaan yang diidamkan oleh kaum muda. Buktinya, ketika kita bertanya dalam satu kelas di sekolah. Salah satu cita-cita siswa yang paling populer adalah "ingin menjadi dokter".

Juga bisa teramati dari peminat fakultas kedokteran dalam seleksi masuk PT. Walaupun tetap banyak yang ingin menjadi profesi lain, seperti di bidang IT dan teknik. Namun yang paling jarang itu adalah "ingin menjadi guru". Sedih.. Abang tuh. 

Sekali lagi tidak bermaksud diskriminatif. Ketika berobat ke dokter, sering terlintas dalam fikiran. Pekerjaan dokter itu kayaknya gampang sekali, tetapi mengapa untuk masuk kuliah kedokteran itu harus orang-orang yang terpintar dalam suatu seleksi. 

Lalu kemudian, menyimpulkan dalam hati bahwa mungkin karena  hanya melihat sekilas  atau sedikit saja dari sekian banyak pekerjaan dokter. Jika telusuri lebih dalam, mungkin ternyata sangat jauh dari apa yang terlintas dalam pikiran. Bagitulah kiranya terkadang Abang menyikapi profesi ini.

Dan secara umum, taraf hidup dokter dan guru adalah dua hal yang tak patut untuk "dibandingkan". Berat sebelah itu.

Tentang profesi guru. Pandagan orang di luar dari seorang guru, mungkin juga demikian. Karena hanya melihat sepintas saja.  Sehingga menganggap profesi guru itu, "gampang". Dan  tidak layak dibayar "mahal" seperti halnya dokter (pada umumnya).

Dalam hal ini, si Abang boleh beropini dong yah. Bahwa sesungguhnya profesi guru itu adalah salah satu pekerjaan yang paling rumit. Banyak aspek yang harus dikuasai oleh seorang guru untuk bisa melakukan pekerjaannya dengan baik.

Tidak salah, jika negara-negara maju yang memiliki sistem pendidikan yang dicap "terbaik" seperti Finlandia dan Singapura sangat fokus terkait calon guru dan kualitas guru.

Mungkin banyak yang tidak percaya pekerjaan guru itu rumit. Begini, objek pekerjaan guru adalah manusia. Yang memiliki dinamika kehidupan yang sangat kompleks. Jika dalam satu ruangan kelas ada 40 orang siswa.

Itu artinya, guru menghadapi 40 jenis objek dengan keunikan dan perubahan berbeda-beda. Selain penguasaan materi ajar, guru harus memiliki kemampuan "luar biasa" yang melibatkan batin dan fikiran.

Jika ada manusia dengan tingkat kompetensi tertinggi, baik dari segi apapun. Seharusnya, orang yang demikianlah yang layak menjadi guru. Sehingga mampu, mengemban dan melaksanakan tugas guru itu seutuhnya.

Sambil berjemur dan menikmati udara sejuk Jatinangor, tulisan ini pun diakhiri saja. Panas mataharinya ternyata menaikkan "emosional" juga. Hehe..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun