Secara pribadi, rencana menteri Puan ini meningkatkan frekuensi senyum Abang akhir-akhir ini. Hati ini terhibur, ternyata negeri ini masih percaya bahwa peran guru terhadap peningkatan SDM itu masih "dianggap".
Tujuan pemerintah mengundang guru dari luar negeri adalah salah satunya untuk menjadi trainer bagi guru Indonesia.
Kemudian juga, tulisan ini bukan fokus untuk menyikapi kebijakan Kemenko PMK ini. Tetapi, jenis kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah secara fundamental untuk "kualitas guru".
Pemerintah Perlu Belajar dari Petani
Sudah banyak kebijakan dan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru. Seperti halnya program PPG (Program Profesi Guru), Sertifikasi Guru, dan yang lainnya. Namun, sepertinya program-program ini tidak begitu perpengaruh meningkatkan kualitas guru.
Sebagai salah satu indikatornya, hasil dari Uji Kompetensi Guru (UKG). Hasil rata-rata UGK masih saja sangat jauh dari standar nilai yang diharapkan. Dan upaya peningakatan kualitas guru ini tidak lagi satu atau dua tahun dilakukan. Namun sudah sejak lama. Artinya evaluasi terhadap kebijakan tersebut sudah matang dan perlu solusi lain yang lebih "mantap".
Seperti halnya petani di kampung Abang dulu ketika masih berkebun kopi yang memiliki tinggi dan pohon yang besar, lama berbuah, dan susah untuk memanenya. Seberapa banyak pun pupuk yang diberikan dan juga seistimewa apapun jenis perawatan yang dilakukan oleh petani tetap saja penghasilan dari kopi jenis ini tidak banyak.
Namun, para petani tidak ego dengan terus berpikir terhadap jenis perawatan dan pemeliharaan. Mereka menerima ide, tentang penggantian jenis bibit kopi yang harus ditanam.Â
Kehadiran "kopi Ateng" yang berukuran lebih kecil, lebih cepat berbuah, buah yang lebih banyak dan memanennya juga lebih  mudah mampu meningkatkan perekonomian masyarakat.Â
Hingga petani menamai kopi tersebut dengan sebutan " Kopi Sigalar Utang/ Kopi Pembayar Utang". Hal ini sebagai ungkapan kebahagian petani dengan kehadiran bibit unggul kopi jenis sini.
Begitu juga dengan upaya pemerintah dalam hal meningkatkan kualitas guru. Jika pemerintah terus dengan "egonya", peningkatan ini hanya melalui program-program pelatihan dan sejenisnya. Kemungkinan sangat kecil untuk bisa mencapai target "kualitas dan atau kompetensi guru" yang diharapkan.